Belanda terkenal dengan sikap ‘anti Islam’. Hal ini ditunjukkan dengan beberapa kasus pelecehan terhadap Islam dan Rasulullah Muhammad SAW. Tindak pelecehan bukan hanya dilakukan oleh masyarakatnya namun pemerintah Belanda juga seolah-olah ‘merestui’ tindakan tersebut karena tidak ada tindakan tegas. Bahkan justru berlindung dibalik ‘kebebasan berpendapat’. Kenapa masyarakat Belanda mempunyai sikap seperti itu? Apakah selama ini Belanda tidak ada hubungan dengan Islam sehingga seolah-olah tidak mengenal Islam sama sekali? Untuk menjawab pertanyaan di atas, redaksi mewawancara Idries De Vries, aktivis Islam dari Belanda. Berikut petikannya.
Negeri Belanda dikenal sebagai negeri yang mentoleransi sikap “anti-islam”. Bagaimana reaksi muslim di negerimu terhadap pelecehan atas Nabi Muhammad (seperti kasus kartun Denmark dan ‘Fitnah’nya Geert Wilder)? Apakah sikap ‘anti-Islam’ adalah sudut pandang yang umum ditemukan pada masyarakat Belanda?
Benar. Selama bertahun-tahun terakhir sentimen publik Belanda terhadap Islam cenderung negatif. Sentimen semacam ini timbul di saat kebangkitan Islam global mulai mempengaruhi muslim di Belanda juga. Seperti diketahui, sentimen yang membentuk opini publik adalah tindakan yang sengaja dilakukan oleh mereka yang berpengaruh dan yang juga memiliki kontrol terhadap media massa populer.
Penjelasan mengenai mengapa sentimen anti Islam begitu kental terasa di Belanda memerlukan penjelasan yang lebih mendalam tentang latar belakangnya.
Tanpa diketahui banyak orang, awal hubungan antara Belanda dengan Islam/Dunia Islam dapat dilacak hingga berabad-abad yang lalu. Misalnya, selama 80 tahun perang kemerdekaan Belanda dari dominasi Spanyol di abad ke 15 dan 16, Belanda secara aktif mencari dukungan dari Khalifah di Istanbul. Pemimpin resistensi Belanda, Raja William I ‘Oranye’ mencari sokongan dana dan persenjataan dari Khalifah, yangk akhirnya dikabulkan. Khalifah mendukung pemberontakan Belanda dengan dana, dan angkatan lautnya menyerang armada kapal perang Spanyol di Laut Mediterania untuk membantu melepas tekanan Spanyol terhadap Belanda.
Setelah mencapai kemerdekaannya, Belanda diundang untuk membuka kedutaan di negara Khilafah, yang dibuka di tahun 1612. Cornelis Haga adalah duta besar Belanda pertama pada masa pemerintahan Khalifa Ahmed I (1603-1617). Karena kerjasama Khalifah dalam Perang Kemerdekaan Belanda, Belanda menjalin kerjasama perdagangan dengan umat Islam. Mereka membuka kantor konsuler di berbagai kota pelabuhan di kawasan Mediterania, termasuk membuka daerah komunitas Belanda di kota Smyrna (Izmir) dalam wilayah kekuasaan Khilafah Uthmani. Di daerah tersebut, warga Belanda diberi kebebasan beragama dan mendirikan gereja dan membangun pemakaman di samping juga rumah sakit, tempat pembuatan roti, dan bahkan kedai bar. Duta besar Belanda untuk Indonesia saat ini, Nicolaos van Dam bahkan menulis buku tentang relasi Belanda dengan Khilafah Uthmani dalam bukunya “Belanda dan Dunia Arab: Dari Abad Pertengahan menuju Abad ke 21.”
Salah satu konsekuensi dari hubungan dagang yang dilakukan melalui laut adalah terlibatnya banyak pelayar Belanda yang ikut mengabdi dalam Angkatan Laut Khilafah Islam. Contohnya adalah Jan Janszoon van Haarlem dan Ivan Dirkie de Veenboer, yang kemudian berganti nama sebagai Murat Reis dan Suleyman Reis setelah mereka memeluk Islam. Maka sejak abad 17 dan 18 sudah ada beberapa warga Belanda yang telah masuk Islam.
Bermula dari hubungan ini juga, banyak warga Belanda yang kemudian mempelajari Islam dan juga bahasa yang digunakan oleh umat Islam. Di tahun 1575, Universitas Leiden membuka Fakultas Bahasa ‘Orient’ (kawasan Asia Timur) untuk membekali warga Belanda dengan kemampuan bahasa seperti bahasa Arab, Turki, dan Persia, serta juga pengetahuan tentang Islam. Bidang studi ‘Orient’ ini dimulai untuk mendukung hubungan perdagangan dengan umat Islam. Namun sejak turunnya pamor intelektual serta pengaruh Khilafah Islam terhadap dunia, studi tentang Islam dan bahasa umat Islam di Belanda mulai berpindah arah dan tujuan.
Ketika Belanda menjajah Indonesia, pengetahuan yang dimiliki Belanda tentang Islam dan Bahasa para pemeluknya digunakan untuk mendukung upaya penundukan umat Islam dan penjarahan sumber daya alamnya. Hal ini sungguh menjadi ironi tersendiri dan kejahatan terburuk dalam sejarah peradaban. Belanda memulai untuk belajar tentang Islam karena kaum muslim telah membantu mereka ketika mereka tertindas oleh Spanyol, menawarkan perdagangan, dan menerima mereka dengan persahabatan di wilayah kekuasaan mereka. Setelah terbebasnya kota Leiden di Belanda dari pendudukan Spanyol, suatu Universitas dibangun di atasnya sebagai monumen kemenangan dan di kampus inilah studi Bahasa Orient berkembang pesat. Namun ketika Muslim mulai menurun pengaruhnya, pengetahuan yang dibina di kampus Universitas Leiden justru digunakan untuk menundukkan dan menjajah umat muslim yang sama yang sebelumnya telah membantu Belanda, memberi perlakuan istimewa dalam perdagangan dan memperlakukannya dengan hormat.
Selama masa penjajahan Belanda terhadap Indonesia, Universitas Leiden pun berkembang sebagai pusat studi tentang Islam yang difungsikan untuk menguasai penduduk muslim Indonesia. Ilmu yang awalnya dikembangkan di Universitas Leiden sebagai ilmu pengetahuan yang bernilai positif (dengan tujuan membangun relasi yang baik dengan umat Islam) mulai bergeser menuju perkembangan ilmu yang bernilai negatif (dengan tujuan melanggengkan dominasi Belanda terhadap muslim Indonesia). Lulusan Universitas Leiden pun adalah sarjana barat yang mendalami Islam (yang juga dikenal sebagai ‘Orientalis’), yang juga menyimpan kesinisan terhadap Islam dan Muslim. Mereka ini terlibat dalam administrasi penjajahan Belanda di Indonesia. Salah satu diantaranya adalah Profesor Christiaan Snouck Hurgronje yang ditugaskan oleh Pemerintah Hindia Belanda ke Indonesia pada abad ke 19 untuk menyamar sebagai ulama dengan nama Abd al Ghaffar, sehingga mampu menyesatkan umat muslim dengan menggunakan ilmu tentang Islam. Ia memberikan berbagai strategi kepada pemerintahan Belanda dalam upaya menundukkan umat Islam, contohnya, pemerintah selayaknya tidak mencampuri urusan ritual seperti Sholat dan Puasa. Akan tetapi, pemerintah harus tegas membasmi mereka yang mempraktekkan Islam Politik.
Meskipun sejarah Belanda yang berhubungan dengan Muslim dan Islam telah berlangsung lama dan menghasilkan berbagai pengetahuan tentang Islam, warga Belanda biasa pada umumnya masih tidak banyak mengerti Islam secara benar. Pengetahuan tentang Islam yang berumur tidak kurang dari 300 tahun tidak mudah diakses oleh orang biasa dan hanya bisa dikuasai oleh kalangan elit saja di Universitas Leiden. Contohnya, perpustakaan universitas Leiden menyimpan informasi khusus tentang Islam tapi tidak boleh dipelajari oleh orang biasa.
Maka maraknya opini anti Islam di Belanda akhir-akhir ini terjadi karena kombinasi antara ketidaktahuan masyarakat Belanda tentang Islam dan mentalitas para akademisi yang tidak mempelajari Islam untuk mencari kebenaran atau untuk menumbuhkan hubungan yang baik dengan umat Islam.
Setelah menikmati masa keemasan saat berkuasanya pemerintahan Hindia Belanda, pamor Universitas Leiden sebagai pusat studi Islam sempat menurun. Namun akhir-akhir ini ketika umat Islam mulai terbangkitkan intelektualnya, mendekatkan diri mereka kembali ke Allah swt dengan rajin beribadah dan melaksanakan sunnah Nabi Muhammad, kalangan akademisi Orientalis Universitas Leiden kembali menemukan kesempatan untuk mengulang masa keemasan mereka. Para akademisi tersebut digunakan oleh elit pemerintahan Barat dan juga oleh mereka yang memiliki tendensi kepentingan kapitalistik untuk membendung laju kebangkitan Islam dan menggagalkan aspirasi penegakan kembali Negara Islam dan implementasi sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan.
Para orientalis ini menggunakan ilmunya tentang Islam untuk mengaburkan realita Islam yang sebenarnya. Mereka berharap mereka mampu menjauhkan muslim dari Islam. Atau, setidaknya, muslim terisolasi dari pemahaman Islam yang benar bahwa satu-satunya solusi terhadap semua permasalahan hidup adalah sistem yang diturunkan oleh ALLAH swt. Mereka juga berharap agar kaum non muslim juga menjadi takut dan khawatir terhadap Islam dan muslim. Dengan demikian, mereka bisa menggunakan non muslim untuk menekan atau memaksa umat muslim di Belanda untuk meninggalkan agamanya atau menjalani kehidupan beragama di sana dengan penuh kesulitan.
Para orientalis dan kalangan elit Belanda telah berhasil menanamkan rasa takut terhadap Muslim dan Islam di dalam masyarakat non muslim di sana. Ketakutan ini bahkan sudah mencapai ke tingkat kebencian dimana masyarakat tidak lagi segan untuk mendukung secara terbuka politisi yang menkampanyekan untuk mengambil hak-hak muslim, menutup masjid, dan memaksa muslim untuk mengikuti gaya hidup Barat dan menerima ide Barat sebagai ide baik, serta melarang keyakinan Muslim yang mentaati Allah swt dalam segala bidang kehidupan.
Maka, jawaban dari pertanyaan tadi adalah memang benar bahwa masyarakat Belanda saat ini memang memiliki sentimen anti Islam. Hal ini memang bisa dipahami karena kalangan yang berpengaruh dalam pembentukan opini publik memiliki agenda untuk menyebarluaskan sentimen anti-islam. Opini yang tersebar umum inilah yang diambil oleh mayoritas anggota masyarakat sebagai bagian dari opini mereka masing-masing.
Kendati demikian, usaha para orientalis dan para elit petingginya dalam menekan umat Islam di Belanda menemui banyak sekali kendala. Alhamdulillah, serangan anti Islam yang datang bertubi-tubi, yang menyerang Nabi Muhammad Saw khususnya, dan umat Islam umumnya, justru membuat umat Islam semakin dekat kepada Islam itu sendiri. Dalam banyak peristiwa, muslim di Belanda merapatkan barisannya ketika menghadapi celaan terhadap agamanya. Contohnya, sebagai tanggapan terhadap film Fitna, kaum muda Hizbut Tahrir menyeru umat Islam untuk mengumpulkan petisi yang mengecam pelecehan terhadap Islam. Dalam beberapa minggu saja, aktivis Hizbut Tahrir telah mengumpulkan 35.000 tanda tangan dari seluruh pelosok Belanda. Sungguh luar biasa, karena jumlah tandatangan dalam petisi tersebut adalah jumlah terbesar dalam sejarah pengumpulan petisi di Belanda! Dimana-mana, aktivis pemuda Hizbut Tahrir disambut oleh umat Islam di berbagai masjid di Belanda yang menyatakan apresiasinya dan rasa terima kasih atas usaha yang mereka lakukan. Bahkan banyak diantara warga muslim yang menawarkan para aktivis Hizbut Tahrir sejumlah dana yang besar untuk melakukan kegiatan protes, namun Alhamdulillah hal itu ditolak oleh para aktivis.
Apa yang memotivasi anda untuk memeluk Islam?
Kini untuk menjawab pertanyaan anda nomor 3, saya besar di wilayah utara Belanda, dimana jarang sekali ditemukan warga keturunan asing. Karena satu-satunya agama yang saya ketahui sejak kecil adalah Kristen, saya menerimanya meski tidak begitu meyakininya. Sejak kecil saya sebenarnya selalu meragukan dan menolak konsep Trinitas Suci, dimana tiga adalah satu dan satu adalah tiga.
Bagaimana mungkin Tuhan bisa berperan sebagai “Anak Tuhan’ di saat yang bersamaan? Bagaimana mungkin Tuhan membiarkan AnakNya sendiri mati disalib oleh para pembangkang? Bagaimana mungkin Anak Tuhan bisa dibangkitkan kembali oleh Tuhan ke surga, padahal Anak Tuhan tersebut adalah Tuhan itu sendiri? Maka sejak kecil ketika saya percaya bahwa Tuhan itu memang ada, saya tidak meyakini kebenaran Kristen, suatu satu-satunya agama yang saya kenali. Ketika saya berusia 13 atau 14 tahun, saya bersepeda ke sekolah dan saat itu saya sempat merenung bahwa Tuhan memang ada tetapi tidak yang sebagaimana diajarkan dalam agama Kristen. Hingga saya berusia 19 tahun, saya percaya bahwa tidak ada agama yang turun langsung dari Tuhan, dan tiap manusia harus mencari-cari keberadaan dan hubungan dengan Tuhan secara sendiri-sendiri. Semua ini berubah ketika saya memutuskan untuk membaca terjemahan Al Quran, bukan untuk mencari-cari agama yang diturunkan Tuhan tetapi untuk mencari tahu apa-apa yang diyakini jutaan penganut agama Islam di dunia.
Saya memulai membaca Al Quran sejak awal surah, hingga satu malam saya mencapai surah Maryam dimana Allah berfirman tentang perkataan-perkataan yang diucapkan kaum Nasrani tentangNya dan Nabi Isa as. Allah menyatakan,’ Kami Jadikan’ dan terjadilah ia (kun faya kun)’. Setelah saya membaca ayat tersebut, saya berkata kepada diri saya sendiri,’ Demi Tuhan! kalau memang Tuhan itu memang ada, maka sudah sepatutnya ia memiliki sifat seperti itu! Ia tidak memiliki anak, dan cukup bagiNya untuk menyatakan ‘Terjadilah’ maka terjadilah!’
Sejak saat itu saya pada prinsipnya menerima Islam sebagai suatu kebenaran, dan meski memakan beberapa tahun untuk benar-benar memahami islam dan mengabdikan hidup saya untuknya. Saat itu saya berumur 24 tahun, sekitar 6 tahun yang lalu.
Bagaimana pendapat Anda tentang pandangan Hizbut Tahrir?
Mengenai pertanyaanmu nomor 4. Saya percaya bahwa konsep yang diemban dan disebarluaskan oleh Hizbut Tahrir adalah konsep-konsep Islam yang dipahami secara benar. Dan saya berdoa kepada ALLAH untuk memberi pahala kepada mereka yang telah membantu memberi pencerahan kepada saya, dan juga kepada mereka yang berjuang demi tersebarnya konsep-konsep ini ke semua orang di Dunia sehingga bisa segera diaplikasikan ke dalam seluruh aspek kehidupan. Menurut hemat saya, fondasi Islam sangat mudah untuk dipahami: ALLAH menciptakan Surga dan Dunia. Dengan demikian, kita sebagai makhlukNya harus menyerahkan diri kita kepadaNya dan memohon petunjuk dariNya bagaimana kita menjalani kehidupan yang ALLAH telah berikan kepada kita.
Apakah pandangan yang diemban HT bisa menjadi solusi terhadap masalah yang dihadapi dunia saat ini?
Anda harus memahami bahwa saya selalu hidup dalam dunia Barat. Saya juga tidak terlahir sebagai muslim. Saya sangat ingat bagaimana saya tidak bahagia dengan kehidupan tersebut dan tidak ada yang mampu mengisi kekosongan di hati saya. Saya melakukan semua hal yang biasa dilakukan oleh para remaja seusia saya yang saya pikir akan membuat saya senang. Tapi tetap saja saya tidak pernah merasa senang. Kini setelah saya menemukan Jalan Kebenaran, saya menyadari bahwa semua perilaku saya di masa lalu untuk mencari ketentraman adalah sebab kenapa saya tidak pernah merasa bahagia. Disamping itu saya juga selalu merasa betapa dunia ini dicengkeram oleh ketidakdilan. Saya ingat ketika saya berumur 8 atau 9 tahun menyaksikan berita tentang kebrutalan tentara zionis Israel terhadap dua anak Palestina. Saya sempat menangis melihatnya, kenapa ada manusia yang bisa melakukan hal tersebut kepada manusia lainnya. Kemudian, ketika saya beranjak dewasa dan menjadi mahasiswa ekonomi, saya mulai membenci sistem ekonomi yang saya pelajari, karena sistem tersebut tidak mengenal adanya belas kasihan. Saya selalu terpekur mengapa manusia harus selalu berjuang untuk bisa bertahan hidup. Kenapa manusia tidak bisa saling mengasihi dan menolong satu sama lainnya. Saya sempat melihat adanya sifat saling membantu dalam sistem Sosialisme. Namun sejak keambrukannya, saya tidak yakin bisa mendukung sistem sosialisme secara sepenuhnya. Maka saya tidak punya pilihan lain kecuali mengikuti Sistem Kapitalisme, mempelajari sistem ekonominya, dan juga mempercayainya karena saat itu saya tahu tidak ada lagi hal-hal yang bisa dipercayai.
Kini sejak saya mendapatkan hidayah untuk menemukan Islam, saya kini tahu bahwa alternatif terhadap Kapitalisme itu ada. Saya sekarang melihat masalah yang sama di dunia selama ini seperti penindasan, kemiskinan, dan monopoli kekayaan dengan lensa yang lain. Dulu saya pesimis apakah permasalahan tersebut akan pernah bisa untuk diselesaikan sehingga tidak terlalu banyak memusingkannya. Namun kini saya bisa berpikir lebih jernih. Ternyata banyak sekali yang bisa dilakukan dan yang harus dilakukan. Jadi, Ya, saya yakin bahwa Islam mampu menyelesaikan semua masalah di dunia sekarang.
Dan saya juga tidak sendirian, saya pikir. Krisis kredit macet telah menghancurkan harapan umat Islam terhadap sistem Kapitalisme. Apabila kita bertanya kepada umat Islam hari ini, kita akan dapatkan tanggapan bahwa pada akhirnya hanya Islam yang menjadi harapan sebagai solusi. Artinya, kembalinya sistem Islam dalam bentuk Negara sudah mulai nampak di horison. Pertanyaannya bukan lagi apakah Negara Islam akan kembali hadir, namun kapan ia akan kembali terbentuk. Sebagai seseorang yang mempelajari sistem ekonomi Islam dan ekonomi Kapitalisme, saya sangat berharap semakin cepat Islam kembali adalah semakin baik. Ketika itu terjadi maka akan terhenti semua macam penindasan terhadap manusia yang selama ini menguntungkan segelintir kelompok manusia yang lain. Lebih jauh lagi, pemiskinan masyarakat yang memperkaya kelompok yang lain juga akan berakhir. Hari itu adalah hari berakhirnya kegelapan dan terbitnya cahaya kehidupan di bawah tuntunan yang benar.[]