Oleh: Eko Susanto (BARA)
Dari hari ke hari, umat Islam di Indonesia wajar makin kecewa. Kapitalis dan kapitalisme masih mengakar. Dampak langsungnya adalah problem korupsi sejak dari hulu hingga hilir ini adalah terabaikannya hak-hak rakyat. Ini bukan sekadar persoalan satu dua aparat yang tidak becus. Ini adalah persoalan sistematis akibat diterapkannya sistem yang korup dari awalnya.
Wajar, ideologi yang diterapkan dan diadopsi saat ini adalah ideologi Kapitalisme-sekular. Ideologi ini menjadikan manfaat atau kepentingan sebagai nilai yang diagungkan dan dijadikan tolok ukur. Di tengah ideologi dan sistem politik seperti saat ini, mustahil kita mengharapkan akan muncul negarawan seperti Abu Bakar, Umar bin al-Khaththab, Umar bin Abdul Aziz, Manshur al-Hajib, Harun ar-Rasyid, al-Mustanshir, Abdul Hamid II dan sebagainya itu. Negarawan seperti mereka hanya bisa dibentuk dalam sebuah institusi negara yang berideologi Islam. Pemimpin dalam sistem Islam akan sadar bahwa kekuasaan merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
Ideologi yang diterapkan dan diadopsi saat ini adalah ideologi Kapitalisme-sekular. Ideologi ini menjadikan manfaat atau kepentingan sebagai nilai yang diagungkan dan dijadikan tolok ukur. Di tengah ideologi dan sistem politik seperti saat ini, mustahil kita mengharapkan akan muncul negarawan seperti Abu Bakar, Umar bin al-Khaththab, Umar bin Abdul Aziz, Manshur al-Hajib, Harun ar-Rasyid, al-Mustanshir, Abdul Hamid II dan sebagainya itu. Negarawan seperti mereka hanya bisa dibentuk dalam sebuah institusi negara yang berideologi Islam. Pemimpin dalam sistem Islam akan sadar bahwa kekuasaan merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Di telinga mereka akan senantiasa terngiang sabda Rasul saw. berikut:
فَاْلأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ
Seorang pemimpin (penguasa) adalah pengurus rakyat; dia bertanggungjawab atas rakyat yang diurusnya. (HR al-Bukhari).
أَحَبُّ الْخَلْقِ إِلَى اللهِ إِمَامٌ عَادِلٌ وَ أَبْغَضُهُمْ إِمَامٌ جَائِرٌ
Makhluk yang paling dicintai Allah adalah pemimpin yang adil dan yang paling dibenci-Nya adalah pemimpin yang zalim. (HR Ahmad).
مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللهُ رَعِيَّةً يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلاَّ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
Tidaklah seorang hamba yang diserahi Allah memelihara dan mengurus (kepentingan) rakyat lalu meninggal, sementara ia menipu rakyatnya, kecuali Allah mengharamkan atasnya surga. (HR Muslim, Ahmad, dan ad-Darimi).
Wahai Kaum Muslim:
Kini, kita tidak lagi memiliki pemimpin yang mengayomi dan melindungi umat; kita tidak lagi mempunyai benteng yang menjaga kita sebagaimana yang disabdakan Nabi saw.:
الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَاءِهِ وَ يُتَّقَ بِهِ
Imam/Khalifah itu adalah benteng, (umat) berperang di belakangnya dan dilindungi olehnya. Karena itu, belum tibakah saatnya kita memiliki Imam/Khalifah yang dapat memelihara urusan umat serta mengayomi dan melindungi umat di bawah naungan Khilafah Islamiyah yang menerapkan syariah-Nya?[]