Hukuman Mati Bagi Pembakar Bendera Tauhid

Oleh: Gus Syams

Bendera Nabi saw merupakan simbol Islam yang wajib dijaga, diagungkan, dan dipelihara hingga tetes darah penghabisan.  Tidak sepantasnya seorang Muslim menghinakan, meremehkan, atau menganggap enteng bendera dan panji Nabi saw.

Di dalam lintasan sejarah panjang, para shahabat radliyallahu ‘anhum, khususnya yang diserahi tugas membawa panji atau bendera, rela gugur berkalang tanah untuk membela kemulian bendera Nabi saw.   Benar, bendera itu hanyalah secarik kain yang barangkali tidak bernilai.  Namun, saat secarik kain tersebut ditasbihkan sebagai bendera Islam, yang di dalamnya ditorehkan kalimat Laa ilaha illa al-Allah Muhammad Rasulullah, maka ia telah berubah menjadi simbol Islam, simbol kemuliaan Nabi Muhammad saw dan umatnya.  Siapa pun yang berusaha menghinakan simbol itu, maka ia harus berhadapan dengan seluruh kaum Mukmin.

Panji (Rayah) dan Bendera (Liwaa’) Nabi Saw

Panji Rasulullah saw (ar Rayah), yakni bendera yang dibawa saat peperangan, berwarna hitam, berbentuk kotak, terbuat dari kain, dan bertuliskan kalimat Laa Ilaha Illa al-Allah Mohammad Rasulullah.  Adapun bendera kenegaraan berwarna putih.

Dari Ibnu ‘Abbas ra dituturkan bahwasanya ia berkata:

كانت راية رسول الله صلى الله عليه و سلم سوداء ولواؤه أبيض

Raayahnya (panji) Rasul saw berwarna hitam, sedangkan benderanya (liwa’nya) berwarna putih”.1

 Dari Abu Hurairah diriwayatkan bahwasanya ia berkata:

كانت راية النبي ( صلى الله عليه وسلم ) قطعة قطيفة سوداء كانت لعائشة وكان لواؤه أبيض

Panji Nabi saw terbuat dari beludru berwarna hitam, dan berada di tangan ‘Aisyah ra; sedangkan liwa’nya berwarna putih”.2

Imam al-‘Iraqiy mencantumkan sebuah riwayat di dalam kitabnya, Tharh at-Tatsriib Syarh at-Taqriib19, “Dari Yunus bin ‘Ubaidah, maula Muhammad al-Qasim, ia berkata:

بعثني محمد بن القاسم إلى البراء بن عازب اسأله عن راية رسول الله صلى الله عليه و سلم ما كانت قال : كانت سوداء مربعة من نمرة

“Muhammad bin al-Qasim telah mengutusku untuk menanyakan tentang panji Rasulullah saw kepada Bara’ bin ‘Azib. Beliau menjawab, “Panji Rasulullah berwarna hitam, berbentuk persegi empat, terbuat dari kain wool”.20

Dari Harits bin Hisaan diriwayatkan bahwasanya ia berkata:

 قدمت المدينة فإذا النبي صلى الله عليه وسلم على المنبر وبلال قائم بين يديه متقلدا سيفا ، وإذا رايات سود فقلت : من هذا ، قالوا : عمرو بن العاص قدم من غزاة.

“Ketika aku sampai di Madinah, aku melihat Rasulullah saw berdiri di atas mimbar, sedangkan Bilal berada di sampingnya, menyandang sebilah pedang. Panjinya berwarna hitam. Aku bertanya, ‘Apa ini’.  Para sahabat menjawab, ‘Ini adalah ‘Amru bin al-Ash yang baru pulang dari medan perang”.21

Imam al-Munawiy menyatakan dalam kitabnya Faidl al-Qadiir22, ‘Imam Tirmidziy meriwayatkan di dalam al-‘Ilal dari Bara’ dari jalur lain dengan redaksi:

 كَانَتْ سَوْدَاءَ مُرَبَّعَةً مِنْ نَمِرَةٍ

“Panji Rasulullah saw berwarna hitam, berbentuk persegi empat, dan terbuat dari kain wool”.

Imam Thabaraniy menuturkan sebuah riwayat dari Ibnu ‘Abbas ra, bahwasanya ia berkata:

كانت راية رسول الله سوداء ولواؤه أبيض مكتوب عليه لا إله إلا الله محمد رسول الله لا يروى هذا الحديث عن بن عباس إلا بهذا الإسناد تفرد به حيان بن عبيد الله

“Panji (raayah) Rasulullah saw berwarna hitam, sedangkan benderanya (liwa’) berwarna putih, dan tertulis di dalamnya kalimat Laa Ilaha Illa al-Allah Mohammad Rasulullah”. Hadits ini tidak diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ra kecuali dengan isnad ini.  Hayyan bin ‘Ubaidillah menyendiri].

Al-Kattaaniy berkata1:

فالحديث في مسند أحمد والترمذي عن ابن عباس ومثله عند الطبراني عن بريدة الأسلمي وعند ابن عدي عن أبي هريرة أيضا

‘Hadits ini juga terdapat dalam musnad Imam Ahmad dan  Tirmidzi dari Ibnu ‘Abbas. Riwayat senada juga dituturkan oleh Imam Thabarani dari Buraidah al-Aslami, dan Ibnu ‘Adiy dari Abu Hurairah.2

Hukum Membakar Bendera Rasulullah

Membakar bendera Rasulullah saw, jelas merupakan kemungkaran paling besar, dan termasuk pelecehan, penghinaan, dan penyerangan terhadap simbol-simbol Islam.  Pelakunya, jika Muslim dihukumi murtad dari Islam dan wajib dihukum mati.   Bagaimana seorang Muslim membakar bendera Nabi saw atau benderaTauhid, sedangkan para shahabat radliyallahu ‘anhum rela mati untuk menjaganya?

Di dalam Kitab Asna al-Mathalib, dalam bab riddah (murtad), Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshoriy  menjelaskan:

الثَّانِي فِيمَنْ تَصِحُّ رِدَّتُهُ وَهِيَ قَطْعُ الْإِسْلَامِ إمَّا بِتَعَمُّدِ فِعْلٍ وَلَوْ بِقَلْبِهِ اسْتِهْزَاءً أو جُحُودًا كَسُجُودٍ لِصَنَمٍ وَإِلْقَاءِ مُصْحَفٍ أو نَحْوِهِ كَكُتُبِ الحديث في قَذِرٍ اسْتِخْفَافًا أَيْ على وَجْهٍ يَدُلُّ على الِاسْتِخْفَافِ بِهِمَا

“Kedua, kepada siapa absah kemurtadannya, yaitu memutus keislaman.  Adakalanya dengan kesengajaan perbuatan walaupun di dalam hatinya (hanya untuk) bermain-main, atau pengingkaran seperti sujud kepada patung, atau melempar Mushhaf atau selain Mushhaf seperti kitab-kitab hadits ke dalam kotoran [istikhfaafan: pelecehan], yakni dalam bentuk yang menunjukkan penghinaan terhadap keduanya”.[Syaikh al-Islaam Zakariya al-Anshoriy, Asna al-Mathalib, Juz 4/117. Maktabah Syamilah]

Imam Nawawiy di dalam Kitab al-Minhaj menyatakan:

وَالْفِعْلُ الْمُكَفِّرُ مَا تَعَمَّدَهُ اسْتِهْزَاءً صَرِيحًا بِالدِّينِ أَوْ جُحُودًا لَهُ كَإِلْقَاءِ مُصْحَفٍ بِقَاذُورَةٍ وَسُجُودٍ لِصَنَمٍ أَوْ شَمْسٍ.

“Perbuatan yang mengkafirkan (pelakunya), yang perbuatan itu disengaja (untuk melakukan) penghinaan terhadap agama secara terang-terangan, atau pengingkaran agama, seperti melempar Mushhaf ke dalam kotoran, sujud kepada patung atau matahari.[ Imam Abu Zakariya An Nawawiy, Kitab al-Minhaj, Juz 1, hal. 427. Maktabah Syamilah]

Imam Al-Ghazali, al-Wasith, Juz 6/425 :

وأما نفس الردة فهو نطق بكلمة الكفر استهزاء أو اعتقادا أو عنادا ومن الأفعال عبادة الصنم والسجود للشمس وكذلك إلقاء المصحف في القاذورات وكل فعل هو صريح في الإستهزاء بالدين

“Adapun jatidiri riddah adalah mengatakan kalimat kekafiran, baik dengan olok-olok, i`tiqad (diyakini), atau penentangan, dan dari perbuatan-perbuatan, menyembah berhala, dan sujud kepada matahari.  Begitu pula, melempar mushhaf ke dalam kotoran-kotoran, atau setiap perbuatan yang dengan sharih menunjukkan penghinaan terhadap agama”.

Tuhfat al-Muhtaj fiy Syarh al-Minhaj, J 28,253

( وَالْفِعْلُ الْمُكَفِّرُ مَا تَعَمَّدَهُ اسْتِهْزَاءً صَرِيحًا بِالدِّينِ ) أَوْ عِنَادًا لَهُ ( أَوْ جُحُودًا لَهُ كَإِلْقَاءِ الْمُصْحَفِ ) أَوْ نَحْوِهِ مِمَّا فِيهِ شَيْءٌ مِنْ الْقُرْآنِ بَلْ أَوْ اسْمٌ مُعَظَّمٌ أَوْ مِنْ الْحَدِيثِ قَالَ الرُّويَانِيُّ أَوْ مِنْ الْعِلْمِ الشَّرْعِيِّ ( بِقَاذُورَةٍ ) أَوْ قَذِرٍ طَاهِرٍ كَمُخَاطٍ وَبُصَاقٍ وَمَنِيٍّ ؛

“[Perbuatan yang mengkafirkan (pelakunya) selama ia menyengaja untuk menghina agama secara terang-terangan], atau memusuhi agama, [atau penentangan (pengingkaran) terhadap agama, seperti melempar mushhaf atau yang lain-lain yang merupakan bagian dari al-Quran, bahkan nama yang diagungkan, atau bagian dari hadits.  Al-Ruyaniy berpendapat, “Atau bagian dari ilmu syariat” . [dalam kotoran-kotoran], atau kotoran yang suci, seperti ingus, ludah, atau mani.  Sebab, di dalamnya ada pelecehan terhadap agama

Membakar bendera Nabi saw, yang di dalamnya terhadap nama yang diagungkan (ism mu’adhdham), yakni kalimat tauhid, Asma Allah swt, dan Rasulullah saw, jelas-jelas merupakan perbuatan mungkar dan menjatuhkan pelakunya ke dalam kemurtadan. Dan semua lafadz yang tertulis di dalam bendera adalah lafadz-lafadz yang tercantum di dalam al-Quran dan hadits-hadits syarif yang shahih.

Orang yang melecehkan symbol-simbol Islam adalah orang munafiq, yang keadaannya jauh lebih buruk dibandingkan orang kafir.   Di dalam Al-Quran disebutkan:

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ لا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ

‘Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan daripada kamu (lantaran mereka tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa”.[TQS At Taubah (9):65-66]

Menepis Syubhat

Sebagian orang-orang zindiq menyatakan bahwa pembakaran bendera Rasulullah saw pada hari Senin, 22 Oktober 2018 bertepatan dengan Hari Santri Nasional ke-3, di Alun-Alun Kec. Balubur Limbangan, Kabupaten Garut kurang lebih pukul 10.00 WIB; bukanlah penyimpangan dan maksiyat.  Alasannya, pertama, yang mereka bakar itu adalah bendera Hizbut Tahrir, bukan bendera Rasulullah saw.  Masih menurut mereka, Hizbut Tahrir hendak merongrong dan memecah belah NKRI dengan ide syariah dan Khilafah-nya.  Oleh karena itu, membakar bendera “Hizbut Tahrir” untuk menjaga persatuan bangsa dan keutuhan NKRI dibolehkan bahkan wajib.  Kedua, shahabat ‘Utsman bin ‘Affan ra pernah memerintahkan para shahabat untuk membakar mushhaf-mushhaf selain Mushhaf Imam.   Tindakan itu disetujui dan disepakati oleh para shahabat untuk menjaga kemashlahatan kaum Muslim.  Ketiga, mereka juga beralasan bahwa pembakaran bendera itu justru untuk melindungi kalimat tauhid itu sendiri, seperti halnya bolehnya membakar tulisan al-Quran jika dikhawatirkan jatuh ke tanah dan diinjak-injak orang.

Jawaban atas alasan dibuat-buat di atas adalah sebagai berikut:

Pertama, siapa pun, sejak masa Nabi saw dan para shahabat, kaum Muslim seluruh dunia telah mengetahui bendera Nabi saw, yakni berwarna putih dan hitam, berbentuk segi empat, dan bertuliskan kalimat Laa Ilaha Illa al-Allah Mohammad Rasulullah, kecuali kaum awam.  Bendera itu bukan bendera Hizbut Tahrir, tetapi bendera seluruh kaum Muslim.   Oleh karena itu,  pembakaran bendera Nabi saw dengan alasan bendera itu adalah bendera Hizbut Tahrir jelas-jelas merupakan alasan yang mengada-ada, penuh kedustaan, dan untuk menutupi kebusukan dan kejahatan mereka.  Hizbut Tahrir sendiri tidak punya bendera, dan tidak pernah mentasbihkan liwa` dan rayah sebagai bendera Hizbut Tahrir.  Di dalam Kitab Mutabannat, liwa dan rayah ditetapkan sebagai bendera Nabi saw dan bendera Daulah Islamiyyah, bukan bendera Hizbut Tahrir.  Adapun jika dalam prakteknya aktivis-aktivis Hizbut Tahrir selalu mengusung dan membawa dua bendera Nabi saw itu, bahkan mengkampanyekannya dalam setiap event dan kegiatan; maka semua itu semata-mata untuk mengedukasi umat agar lebih mengenal dan paham terhadap symbol-simbol Islam, di antaranya bendera Nabi saw. Adapun, sekiranya bendera itu memang bendera Hizbut Tahrir –meskipun faktanya tidak–, tindakan membakar bendera bertuliskan kalimat Tauhid, dan Rasulullah saw jelas-jelas merupakan bentuk pelecehan dan penghinaan terhadap symbol Islam.  Pelakunya telah murtad dari Islam, dan wajib dihukum mati.

Adapun alasan, Hizbut Tahrir hendak merongrong Pancasila dan NKRI, serta merusak persatuan dan kesatuan NKRI, ini merupakan tuduhan jahat dan bengis terhadap Hizbut Tahrir.  Hizbut Tahrir justru hendak membangun persatuan dan kesatuan kaum Muslim seluruh dunia dalam naungan Khilafah Islamiyyah.  Hizbut Tahrir justru ingin mengajak bangsa ini, khususnya umat Islam untuk kembali kepada syariah dan Khilafah, yang mana keduanya adalah kewajiban penting yang telah disepakati Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah.    Khilafah dan syariah adalah solusi yang diusung Hizbut Tahrir untuk menyelamatkan negeri ini dari imperialisme asing dan antek-anteknya.  Menolak syariah dan Khilafah adalah kesesatan, bahkan bisa menjatuhkan seseorang ke dalam kekufuran.

Di dalam Kitab al-Farq Bain al-Firaq Imam al-Asyfirayaini rahimahullah ta’ala mengatakan:

الفصل الثالث من فصول هذا الباب في بيان الاصول التى اجتمعت عليها اهل السنة.  قد اتفق جمهور اهل السنة والجماعة على اصول من اركان الدين كل ركن منها يجب على كل عاقل بالغ معرفة حقيقته ولكل ركن منها شعب وفي شعبها مسائل اتفق اهل السنة فيها على قول واحد وضللوا من خالفهم فيها واول الاركان التى رأوها من اصول الدين اثبات الحقائق والعلوم على الخصوص والعموم…والركن الثانى عشر في معرفة الخلافة والامامة وشروط الزعامة…

Pasal Ketiga: Di Antara Bagian-bagian Bab Ini; Penjelasan Masalah-masalah Ushul Yang  Ahlus Sunnah Telah Sepakat Di Atasnya.  Mayoritas ulama Ahlus Sunnah sepakat atas perkara-perkara ushul yang menjadi bagian dari rukun-rukun dien (pilkar-pilar agama Islam).  Setiap rukun dari rukun-rukun tersebut wajib atas setiap orang yang berakal dan baligh mengetahui hakekatnya.  Setiap rukun dari perkara-perkara ushuluddin tersebut memiliki cabang-cabang, dan di dalam cabang-cabang itu terdapat masalah-masalah yang ahlus sunnah wal jamamah telah menyepakatinya secara bulat, dan mereka menyesatkan siapa saja yang menyelisihi mereka dalam perkara-perkara tersebut, yakni: (1) Rukun Pertama, yang mereka (ahlus sunnah) pandang sebagai bagian dari ushuluddin: Penetapan hakekat-hakekat dan pengetahuan-pengetahuan atas yang khusus dan umum.[Itsbaat al-haqaaiq wa al-uluum ‘ala al-khushush wa al-‘umuum)….. (12) Rukun Kedua belas:  Khilafah dan Imamah, dan syarat-syarat pemimpin. (13) [Imam Asyfirayaini, al-Farq bain al-Firaq, hal. 279]

Di dalam Kitab Raudlat al-Thaalibiin wa ’Umdat al-Muftiin, disebutkan:

الفصل الثاني في وجوب الإمامة وبيان طرقها, لا بد للأمة من إمام يقيم الدين وينصر السنة وينتصف للمظلومين ويستوفي الحقوق ويضعها مواضعها.قلت تولي الإمامة فرض كفاية فإن لم يكن من يصلح إلا وأحد تعين عليه ولزمه طلبها إن لم يبتدئوه والله أعلم.

“Pasal kedua tentang kewajiban Imamah dan penjelasan mengenai jalan-jalan (menegakkan) Imamah.  Sudah menjadi sebuah keharusan bagi umat adanya seorang Imam yang menegakkan agama, menolong sunnah, menolong orang-orang yang didzalimi, memenuhi hak-hak dan menempatkan hak-hak pada tempatnya.  Saya berpendapat bahwa menegakkan Imamah adalah fardlu kifayah.  Jika tidak ada lagi orang yang layak (menjadi seorang Imam) kecuali hanya satu orang, maka ia dipilih menjadi Imam dan wajib atas orang tersebut menuntut jabatan Imamah jika orang-orang tidak meminta dirinya terlebih dahulu.  Wallahu A’lam”. [Imam An Nawawiy, Raudlat al-Thaalibiin wa ‘Umdat al-Muftiin, juz 3/433]

Syaikh al-Islaam, Imam Zakariya bin Mohammad bin Ahmad bin Zakariya al-Anshoriy di dalam Fath al-Wahab, menyatakan :

(فصل) في شروط الامام الاعظم، وفي بيان طرق انعقاد الامامة، وهي فرض كفاية كالقضاء

“(Pasal) tentang syarat-syarat Imam al-A’dzam dan penjelasan mengenai metode untuk  pengangkatan Imamah. Imamah hukumnya adalah fardlu kifayah seperti al-qadla’ (peradilan)”. [Imam Zakariya bin Mohammad bin Ahmad bin Zakariya al-Anshoriy, Fath al-Wahab bi Syarh Minhaj al-Thulaab, juz 2/268]

Atas dasar itu, mempertahankan negara yang tegak di atas paham selain Islam, seperti sekulerisme, demokrasi, dan nasionalisme (nation state), dan memusuhi ajaran Islam, Khilafah dan syariat, jelas-jelas merupakan bentuk kemungkaran dan kemaksiyatan yang nyata.

Adapun Pancasila, Hizbut Tahrir justru ingin mengembalikan kaum Muslim untuk kembali kepada ‘aqidah dan syariat Islam sebagai satu-satunya sumber rujukan bagi kaum Muslim.  Lalu, bagaimana bisa hal ini dijadikan alasan untuk membakar bendera Nabi saw?

Demi Allah, siapa saja yang memfatwakan bolehnya atau wajibnya membakar bendera Nabi saw dengan alasan itu adalah bendera Hizbut Tahrir, ia termasuk kaum zindiq yang memiliki takwil, pandangan dan keyakinan yang jelas-jelas menyimpang dari Islam.  Mereka tak ubahnya dengan Malik bin Nuwairah yang berpendapat berakhirnya kewajiban zakat setelah meninggalnya Rasulullah saw.  Abu Bakar ash Shiddiq dan para shahabat sepakat memerangi mereka.

Kedua, shahabat ‘Utsman ra pernah memerintahkan para shahabat untuk membakar mushhaf para shahabat setelah diresmikannya Mushhaf Imam.  Ini beliau lakukan untuk mencegah perselisihan dan pertikaian sesama Muslim, dan juga untuk menjaga kemurniaan al-Quran.   Apa yang dilakukan shahabat ‘Utsman tentu saja tidak bisa dianalogkan dengan “bolehnya” membakar bendera Nabi saw dengan alasan menjaga kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia dan menjaga keutuhan NKRI.  Sebab, semua syarat analog tidak terpenuhi dalam masalah ini.  Alasannya, (1) negara yang dipimpin ‘Utsman bin ‘Affan adalah negara Khilafah, dan hukum yang diterapkan adalah hukum Islam.  ‘Utsman ra, sebagaimana ajaran Nabi saw tidak mengenal adanya negara bangsa (nation state).  Bahkan di era ‘Utsman bin ‘Affan ra, para shahabat melakukan penaklukkan di seluruh penjuru dunia, hingga kekuasaan kaum Muslim di masa beliau ra, mencapai 2/3 dunia.  Persatuan dan kesatuan yang diajarkan oleh ‘Utsman adalah persatuan kaum Muslim seluruh dunia, bukan kesatuan dan persatuan yang dibatasi oleh bangsa tertentu, atau negara tertentu.  Sedangkan negara yang hendak dijaga oleh sang pembakar bendera Nabi saw adalah negara sekuler, negara bangsa, yang tidak menerapkan syariat Islam kecuali beberapa bagian saja, dan bahkan penguasanya bersekongkol dengan asing.  Lantas, bagaimana ia bisa menganalogkan pembakaran bendera Nabi saw dengan perilaku Utsman bin ‘Affan ra; (2) al-Quran yang dibakar di era ‘Utsman bin ‘Affan ra adalah al-Quran yang dikumpulkan shahabat-shahabat Nabi secara mandiri, atau al-Quran yang diriwayatkan berdasarkan khabar-khabar ahad, sehingga di sana terjadi perbedaan baik dari sisi bacaan maupun penulisan.  Keadaan ini tentu saja berbeda dengan bendera Nabi saw.  Bendera Nabi saw di dalam hadits-hadits shahih dikenal hanya dua, yakni liwa (berwarna putih) dan rayah (berwarna hitam).    Pembakaran bendera Nabi saw  dengan alasan untuk menjaga kesatuan kaum Muslim, jelas-jelas tidak ada faktanya, mengada-ada, dan ngawur. Sebab, sejak masa shahabat, mereka tidak pernah berselisih mengenai bendera Nabi saw.  Selain itu, pendukung pembakar bendera Nabi saw beralasan ingin mewujudkan persatuan NKRI, yang jelas-jelas ini merupakan bentuk kemungkaran.  Pasalnya adanya negara bangsa, termasuk negara Indonesia, justru ia telah memecah belah persatuan dan kesatuan kaum Muslim seluruh dunia.  Walhasil, pendukung pembakar bendera Nabi saw telah melakukan dua kemungkaran sekaligus, yakni membakar bendera Nabi saw dengan alasan yang mungkar, yakni menjaga negara bangsa yang menerapkan hukum-hukum kufur; dan menjaga system pemerintahan dan kenegaraan yang bertentangan dengan Islam.

Ketiga, adapun alasan pembakaran bendera itu justru untuk melindungi kalimat tauhid itu sendiri, seperti halnya bolehnya membakar tulisan al-Quran jika dikhawatirkan jatuh ke tanah dan diinjak-injak orang, maka dengan mengamati apa yang terjadi di lapangan, dapat disimpulkan bahwa alasan ini hanya mengada-ada dan terbukti dusta.  Buktinya, (1) orang yang membakar bendera itu tidak sedang menunjukkan upaya untuk menjaga atau menyelamatkan bendera dari penodaan.  Pasalnya, bendera itu tidak jatuh atau dibuat mainan oleh anak kecil, sepertinya halnya leaflet atau selebaran kertas kecil.  Jikalau terjatuh, lazimnya bendera berukuran besar, cara menyelamatkan dan menjaganya dari penodaan bukan dibakar, tetapi diambil, dilipat, lalu disimpan di tempat aman.  Pada saat para bedebah itu membakar bendera Nabi saw, mereka justru bernyanyi-nyanyi dengan penuh arogansi.  (2) Saat aksi pembakaran itu diprotes, alasan pertama yang keluar adalah itu adalah bendera Hizbut Tahrir, bukan alasan untuk menyelamatkan kalimat tauhid dari pencemaran, jatuh ke tanah, keinjak, dan sebagainya; (3) Para pendukung bedebah itu juga melansir sejumlah tulisan yang isinya justru menyiratkan bolehnya atau wajibnya membakar bendera Nabi saw, dengan alasan itu adalah bendera ormas tertentu yang hendak merongrong NKRI dan Pancasila.

Demikianlah, Allah swt telah memudahkan kita untuk menyingkap kejahatan dan makar musuh-musuh Islam dan kaum Muslim.  Sesungguhnya, tegaknya syariah dan Khilafah adalah janjiNya yang agung agar kalimat tauhid tersebar ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad.  Pada saat Khilafah berdiri, maka bendera Nabi saw, liwa` dan rayah, kembali berkibar mengiringi penaklukkan (futuhat) negara-negara kafir yang dilakukan oleh pasukan negara Khilafah yang  gagah berani, tak gentar dengan kematian, dan perindu mati syahid.

Shahabat-shahabat Yang Ditasbih Sebagai Pembawa Bendera Nabi Saw

Di dalam Kitab-kitab Sirah dituturkan sahabat-sahabat yang sering diberi tugas membawa bendera. Sampai-sampai mereka terkenal sebagai pembawa bendera Nabi saw, seperti Ali bin Abi Thalib, Sa’ad bin ‘Ubadah al-Anshariy dan anaknya Qais. Diriwayatkan oleh Abu Syaikh dalam kitabnya Akhlaq an-Nabi wa Adabuhu4, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,  ‘Ali ra adalah pembawa bendera Nabi saw pada saat perang Badar. Hampir disetiap peperangan, Ali adalah pembawa bendera kaum Muhajirin. Sedangkan dari kaum Anshar adalah Sa’ad bin ‘Ubadah’. Hadits ini dikeluarkan oleh Imam al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra.5

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ibnu ‘Abbas ra, ‘Panji Rasulullah saw dipegang oleh Ali bin Abi Thalib, sedangkan  panji Anshar dipegang oleh Sa’ad bin ‘Ubadah. Jika perang telah berkecamuk, Rasulullah saw berlindung di bawah panjinya kaum Anshar’.6 Hadist ini dikeluarkan oleh Ibnu Hajar dalam Fath al-Baariy.7  Beliau berkomentar, ‘Hadits ini diketengahkan oleh Imam Ahmad dengan sanad yang kuat’.  Keterangan ini dituturkan oleh Imam al-Haitsamiy dalam kitab az-Zawaaid8, dan Imam ‘Abd ar-Raaziq dalam Mushannifnya.

Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab shahihnya dari Tsa’labah bin Abi Malik al-Qurthubiy, ‘Qais bin Sa’ad al-Anshariy ra adalah pembawa bendera Rasulullah saw’.9

Al-Hafidz Ibnu Hajar tatkala menjelaskan hadits, [Yakni yang telah diberi secara khusus kepada orang Khazraj dari orang Anshar’], beliau mengatakan, ‘Maksud dari Imam Bukhari adalah, bahwa Qais bin Sa’ad adalah pembawa bendera Nabi saw, dan ia tidak diangkat sebagai pembawa bendera kecuali atas ijin dari Rasulullah saw’.10  Ini merupakan keterangan yang menjelaskan bahwa Rasulullah saw telah menyerahkan bendera Nabi saw secara khusus baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar.

Tercatat pula sebuah nama, Arthah bin Ka’ab bin Syurahbil bin Ka’ab bin Salman bin ‘Amir bin Haritsah bin Sa’ad bin Malik an-Nakha’iy ra, seorang shahabat yang diserahi bendera oleh Nabi saw. Ibnu Hajar berkata, ‘Rasulullah saw telah mengirim surat kepada Arthah dan menyerahkan sebuah bendera kepadanya. Bersama dengan benderanya ia menemui syahid di medan (perang) Qadisiyyah’. Selanjutnya beliau menambahkan lagi, ‘Bendera itu kemudian diambil oleh saudara laki-lakinya bernama Zaid bin Ka’ab.  Namun, akhirnya ia juga menemui syahid’. Al-Ishabah: I/39, no 72; al-Ishabah: II/116, no.1251, dalam biografi (Jahsy).

Usamah bin Zaid bin Haritsah bin Syarahil bin ‘Abd al-‘Aziy bin Zaid bin Amri al-Qais bin ‘Amir bin an-Nu’man bin ‘Amir bin ‘Abdu bin ‘Auf bin Kinanah, nasabnya terhenti pada Tsaur bin Kalab al-Kalabiy, juga pernah mendapat tugas membawa bendera Rasulullah saw. Imam al-Muqriziy berkata, ‘Rasulullah saw telah menyerahkan sebuah bendera kepada Usamah pada hari Kamis…Lalu, Usamah keluar, dan menyerahkan benderanya kepada Buraidah bin al-Khushaib…’  Ini adalah bendera terakhir yang diserahkan oleh Rasulullah saw pada ekspedisi militer terakhir. Rasulullah saw memerintahkan untuk dijaga, dan akhirnya bendera itu terus dijaga oleh Abu Bakar as-Shiddiq setelah wafatnya beliau saw. Al-Imtaa’: I/306, al-Ishabah: I/45, no. 79.

Basyar bin al-Harits bin Sarii’ bin Yuhaad bin Malik bin Ghaalib bin Quthaibah bin ‘Abbas al-‘Abasiy, beliau juga pembawa bendera Nabi saw.  Ibnu Hajar berkata, ‘Salah seorang dari 9 orang delegasi yang menemui Rasulullah saw dari suku ‘Abbas. Rasulullah saw mendo’akan kebaikan kepada mereka. Rasulullah saw bersabda, ‘Kirimkan kepadaku sepuluh orang diantara kalian yang akan kuserahi bendera. Lalu, masalahlah Thalhah bin ‘Ubaidillah. Kemudian beliau saw menyerahkan bendera kepada mereka’. Al-Ishabah: I/348 no. 652.

Buraidah bin al-Hashib bin ‘Abdillah bin al-Harits dari al-A’raj bin Sa’ad bin Razaah bin ‘Adiy bin Sahm bin Mazin bin al-Harits bin Salamaaniy bin Aslam bin Afdla al-Aslamiy. Ibnu Hajar berkata, ‘Al-Waqidiy bertutur tentang perang Hunain, ‘Rasulullah saw telah memberikan tugas kepada para sahabatnya dan beliau telah menyerahkan panji-panji dan bendera-bendera. Bendera dari suku Aslam ada dua buah, salah satunya dibawa oleh Buraidah bin al-Hashiib….dst’.  Lihat no. 2 (sebelumnya). Al-Ishabah: II/102 no. 1208

Bilal bin al-Haarits bin ‘Ashim bin Sa’id bin Qurrah bin Khalawah bin Tsa’labah al-Muzniy, Abu ‘Abd ar-Rahman. Ibnu Hajar berkata, ‘Pada saat penaklukan Makkah, Bilal bin al-Haarits adalah pembawa bendera dari suku Muzinah’.  Al-Ishabah: I/273 no.730.

Tsabit bin Aqram bin Tsa’labah bin ‘Adiy bin al-‘Ajlaan al-Balawiy, delegasi dari Anshar.  Imam Ibnu Hajar berkata, ‘Ibnu Ishaq berkata dalam kitab al-Maghaziy, ’Kemudian panji itu diambil –yakni pada saat perang Mu’tah—oleh Tsabit bin Aqram setelah terbunuhnya bin Rawahah. Selanjutnya, bendera itu diserahkan kepada Khalid bin Walid’. Al-Ishabah: II/6 no.868.

Jabr bin ‘Utaik bin Qais bin Hisyah bin al-Harits bin Umayyah bin Zaid bin Mu’awiyah bin Malik bin ‘Amru bin ‘Auf  bin Malik al-Ausiy al-Anshariy.  Ibnu Hajar berkata, ‘Ia membawa panji dari kaumnya pada saat penaklukan Makkah’. Al-Ishabah: II/58 no.1062.

Jundub bin al-A’jam al-Aslamiy; Ibnu Hajar berkata, ‘Imam al-Waqidiy telah mengisahkan tentang perang Hunain dalam kitab al-Maghaziy, ‘Rasulullah saw telah memberi tugas kepada sahabatnya. Beliau menyerahkan panji-panji dan bendera-bendera. Suku Aslam memegang dua buah bendera, salah satunya ada di tangan Buraidah bin al-Hashib, sedangkan yang lain dipegang oleh Jundub bin al-A’jam…’ Al-Ishabah: II/102 no.1208.

Al-Haarits bin ‘Amru al-Anshariy, paman dari al-Baraa’ bin ‘Azib; al-Hafidh bnu Hajar berkata, ‘Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadits dengan sanad dari al-Bara’, ia berkata, ‘Lalu, majulah al-Harits bin ‘Amru, kemudian Rasulullah saw  menyerahkan sebuah bendera kepadanya’. Al-Ishabah: II/166 no. 1453.

Hibban bin al-Hakam as-Salamiy; Ibnu Hajar mengutip sebuah hadits, bahwa di dalamnya Rasulullah saw bersabda, ia berkata, ‘Pada saat penaklukan Futuh Makkah: ‘Wahai bani Saliim, siapa yang akan membawa bendera kalian’?  Mereka berkata, ‘Berikan kepada Hibban bin al-Hakam al-Firar. Namun ia tidak menyukai perkataan dari kaumnya, al-Firar, kemudian panji itu diberikan kepadanya. Lalu, beliau mengambil bendera itu kembali dari tangannya, dan diberikan kepada Yazid bin al-Akhnas’. Al-Ishabah: II/199 no.1552

Hamzah bin ‘Abd al-Muthalib bin Hasyim bin ‘Abd Manaaf al-Qurasyiy al-Hasyimiy Abu ‘Imarah , paman Nabi saw, sekaligus saudara laki-laki sepersusuan beliau saw.

Ibnu Hajar berkata, ‘Rasulullah saw telah menyerahkan kepadanya sebuah bendera.  Kemudian beliau saw mengutusnya untuk melancarkan ekspedisi militer. Bendera ini adalah bendera pertama yang diserahkan oleh Rasulullah saw di masa Islam, berdasarkan pendapat al-Madaainiy’.  Al-Ishabah: II/288 no.1106.

Hamal bin Sa’danah  bin Haritsah bin Ma’qil bin Ka’ab bin ‘Alim al-Kalabiy.

Ibnu Hajar berkata, ‘Ia telah mendatangi Rasulullah saw……Beliau saw menyerahkan bendera kepada Hamal bin Sa’danah.  Ia turut menyaksikan bersama benderanya perang Shiffin bersama Muawiyah’. Al-Ishabah: II/288 no.1106.

Khalid bin Walid bin al-Mughirah bin ‘Abd al-Allah bin ‘Amru bin Makhzum al-Qurasyiy al-Makhzumiy, Saifullah Abu Sulaiman.  Ibnu Hajar berkata, ‘Ia menyaksikan perang Mu’tah bersama dengan Zaid bin Haritsah, ketika pemimpin ketiga menemui syahid, ia segera mengambil panji dan bergabung dengan para pasukan…sebagaimana tersebut dalam kitab shahih’. Al-Ishabah: III/70 no. 1477.

Khaza’iy bin ‘Abidnahum bin ‘Afif bin Asiihm bin Rabi’ah bin ‘Adiy bin Dzuwaib al-Muzniy. Imam Ibnu Hajar menukil dari Ibnu Sa’ad dalam kitabnya at-Thabaqat, menyatakan, ‘Rasulullah saw menyerahkan bendera suku Muzinah kepada al-Khaza’iy, pada saat penaklukan Makkah’. Al-Ishabah: III/91 no.1522.

Khuzaimah bin Tsabit bin al-Fakah bin Tsa’labah bin Sa’idah bin ‘Amir bin Ghiyaats bin ‘Amir bin Khuthamah bin Malik bin al-Aus al-Anshariy al-Ausiy. Beliau termasuk asabiqunal awwaliin.  Beliau menyaksikan perang Badar dan perang-perang setelahnya. Ia memiliki gelar dzi asy-syahadatain (yang memiliki dua kesaksian).  Ia turut berperang di Shiffin bersama ‘Ali bin Abu Thalib. Ibnu Hajar berkata, ‘Bendera bani Khutmah berada di tangannya, pada saat penaklukan Makkah’. Al-Ishabah: III/93 no.1525

Khafaf bin ‘Umair bin al-Harits bin asy-Syarid  bin Yaqthah bin ‘Ushaih bin Khufaaf bin Amriy al Qais bin Bahtsah bin Salim. Ia lebih dikenal dengan Ibnu Nadbah asy-Syaa’ir. Nadbah asy-Syaa’ir adalah ibunya. Sedangkan sebutannya (laqab) adalah Abu Khurasyah. Beliau menyaksikan penaklukkan Makkah dan perang Hunain. Ia adalah seseorang yang orang tuanya tidak diketahui. Ia tetap memeluk Islam, pada saat banyak kemurtadan. Salah seorang pahlawan pemberani yang sangat terkenal di masa Jahiliyah dan Islam.

Ibnu Hajar berkata, ‘Ia turut menyaksikan penaklukan Makkah, sedangkan panji bani Salim ada di tangannya’.  Al-Ishabah: III/147 no. 1547.

Rafi’ bin Makits al-Juhaniy. Imam Ibnu Hajar berkata, ‘Ia adalah salah satu orang yang membawa bendera suku Juhainah pada saat penakluklan Makkah’.  Al-Ishabah: III/245 no. 1823.

Rabi’ah bin al-Sakan Abu Ruwaihah al-Faza’iy ats-Tsamaaliy. Ibnu Hajar berkata, setelah menyebutkan sanadnya, ‘Rasulullah saw telah menyerahkan kepadanya sebuah panji berwarna putih, ukurannya sehasta kali sehasta’. Ini adalah redaksi hadits menurut Ibnu Mundah. Hadits ini juga diriwayatkan oleh ad-Dulabiy, dan ia berkata, ‘Panji itu berwarna putih’. Al-Ishabah: III/264 no. 1896

Az-Zubair bin al-‘Awwam bin Khuwailid bin Asad bin ‘Abd al-‘Uzza bin Qushay bin Kilab al-Qurasiy al-Asadiy. Dia adalah hawariy (pembantu setia) Rasulullah saw dan saudara sepupu laki-laki beliau saw.  Ahli sejarah telah menjelaskan, ‘Zubair bin al-‘Awwam adalah pembawa panji orang Muhajirin pada saat penaklukkan Makkah’. Lihat biografinya dalam al-Ishabah: IV/7 no.2784; al-Fath: VI/126.

Zamal bin ‘Amru bin Ghanaz bin Khasyaaf bin Jadij bin Wailah bin Haritsah bin Hind bin Haram bin Dlabiah bin ‘Abd bin Katsir  al-‘Adzariy. Ibnu Hajar menyatakan, ‘Ia mendatangi Rasulullah saw, dan diserahi sebuah bendera oleh Nabi saw sebagai wakil dari kaumnya…’.  Al-Ishabah: IV/16 no. 2810.

Zaid bin Tsabit bin al-Dlahaak bin Zaid bin Ludzaan bin ‘Amru bin ‘Abd ‘Auf bin Ghanam bin Malik bin an-Najaar al-Anshariy al-Khazrajiy, penulis wahyu yang sangat masyhur. Beliau juga termasuk ‘ulama di kalangan sahabat. Ibnu Hajar mengatakan, ‘Pada saat perang Tabuk, ia membawa panji bani an-Najaar’.  Al-Ishabah: IV/41 no.2874.

Zaid bin Haritsah bin Syurahil al-Kalbiy, Rasulullah saw telah mengutusnya dalam 6 ekspedisi militer, yakni ekspedisi militer al-Qardah, al-Khumum, al-‘Aish, al-Mathraf, Hasamiy, Ummu Qarfah, kemudian perang Mu’tah. Pada saat perang Mu’tah ia menemui syahid, umurnya 55 tahun. Pada setiap peperangan ia diserahi sebuah bendera oleh Nabi saw.   Lihat, al-Ishabah: IV/49 no.2884.

Zaid bin Khalid al-Juhaniy. Ibnu Hajar bertutur, ‘Ia membawa bendera dari suku Juhainah, pada saat penaklukkan Makkah.  Kisahnya tercantum dalam kitab-kitab shahih dan lainnya’. Al-Ishabah: IV/52 no. 2889; al-Isti’ab: IV/58 no. 845.

Sabaa’ bin Zaid bin Tsa’labah bin Qar’ah bin ‘Abdillah bin Makhzum bin Malik bin ‘Ilab bin Qutaibah bin ‘Abbas al-‘Abasiy. Ibnu Hajar menyatakan, ‘Ia mendatangi Rasulullah saw  –bersama dengan kaumnya–. Kemudian mereka masuk Islam. Rasulullah saw mendoakan mereka, dan menyerahkan bendera kepada mereka..’  Al-Ishabah: IV/118 no. 3073.

Sa’ad bin ‘Ubadah bin Dalim bin Abiy Halimah bin Tsa’labah bin Thariif bin al-Khazraj bin Sa’idah bin Ka’ab bin al-Khazraj al-Anshariy as-Sa’idiy. Dia adalah pemimpin dan singa al-Khazraj di zaman Jahiliyah dan Islam. Salah seorang wakil, pemimpin, ksatria, penunggang kuda yang mahir, dan pemuka yang disegani.  Ibnu Hajar berkata, ‘Dalam setiap peperangan Rasulullah saw selalu menyerahkan dua buah panji. Panji Muhajirin diserahkan kepada ‘Ali, sedangkan panji Anshar diserahkan kepada Sa’ad bin ‘Ubadah’. Al-Ishabah: IV/152 no. 3167. Ibnu ‘abd al-Barr berkata, ‘Panji Rasulullah saw pada saat penaklukkan Makkah diserahkan kepada Sa’ad bin ‘Ubadah. Sebagian ulama lain menyatakan, ‘Setelah dilukai orang Quraisy, beliau meninggal pada hari itu’. Rasulullah saw menyerahkan bendera kepada Sa’ad bin Ubadah, kemudian bendera itu beliau ambil dari tangan Sa’ad, lalu beliau berikan kepada Qais, anaknya Sa’ad.  Rasulullah saw berpendapat bahwa panji itu tidak boleh lepas dari tangannya, sehingga beliau saw menyerahkannya kepada anaknya. Sa’ad sendiri menolak untuk menyerahkan benderanya, kecuali atas perintah dari Rasulullah saw. Lalu, Rasulullah saw mengirimkan serbannya kepada Sa’ad. Dan Sa’adpun memahaminya. Akhirnya, beliau ra menyerahkan bendera tersebut kepada anaknya, Qais’. Hadits ini dituturkan oleh Yahya bin Sa’id al-Umawiy dalam as-Siirah. Namun, kisah ini tidak diceritakan oleh Ibnu Ishaq. Al-Isti’ab: IV/152-159 no. 944.

Sa’ad bin Malik al-Anshariy bin Malik bin Qurai’ bin Dahl bin ad-Daail bin Malik al-Azdiy Abu al-Kanuud. Ibnu Hajar menyatakan, ‘Ibnu Yunus berkata, ‘Ia mendatangi Rasulullah saw.  Ia diserahi sebuah panji hitam sebagai wakil kaumnya. Di tengah panji itu terlukis bulan sabit berwarna putih. Ia turut menyaksikan penaklukan Mesir dengan menyandang panjinya’.  Al-Ishabah: IV/159 no. 3185

Suwaid bin Shakhr al-Juhaniy.  Ibnu Hajar berkata, ‘at-Thabariy dan ulama lain menyatakan, ‘Ia adalah salah satu dari empat orang yang membawa bendera suku Juhainah, pada saat penaklukan Makkah’. Al-Ishabah: IV/300 no. 3593.

Al-Dlahak bin Sufyaan bin al-Harits bin Zaidah bin ‘Abdillah bin Habib bin Malik bin Khafaaf bin Amrii al-Qais bin Bahtsah bin Salim al-Aslamiy. Ibnu Hajar menyatakan, ‘Dituturkan oleh Ibnu Sa’ad, Ibni al-Barqiy, dan Ibnu Hiban; mereka semua mengatakan, ‘Nabi saw telah menyerahkan sebuah panji kepadanya’.   Watsimah dalam ar-Riddah mengatakan, ‘Beliau ra adalah pembawa bendera dari suku Salim, sekaligus sebagai pemimpin mereka’.  Al-Ishabah: V/183 no. 4160.

Al-Dlahak bin Sufyaan bin ‘Auf bin Abi Bakar bin Kilaab al-Kalbiy  Abu Sa’id.  Dia pernah pergi ke Nejd di daerah Dlarih dan menjadi wali atas kaumnya yang masuk Islam di sana.   Ibnu Qani’ menyatakan, ‘Beliau adalah ahli pedang Rasulullah saw, yang selalu menyandang pedang hingga di atas kepalanya. Ia adalah pahlawan gagah berani yang berani menghadang seratus pasukan kuda seorang diri’. Ibnu Hajar berkata, Abu ‘Ubaid berkata, ‘Beliau adalah sahabat Nabi saw, dan Rasulullah saw menyerahi bendera kepadanya’.

Al-Waqidiy berkata, ‘Beliau adalah orang terpercaya dari kaumnya…Rasulullah saw mengutusnya untuk melancarkan ekspedisi militer’. Al-Ishabah: V/184 no. 4161; al-Isti’ab: V/183 no. 1249.

‘Amir bin Salim al-Aslamiy; Ibnu Hajar dari al-Hakim dalam Tarikh Naisaburiy menyatakan, ‘Beliau adalah pembawa bendera Rasulullah saw pada sebagian peperangan’. Al-Ishabah: V/280 no. 4385.

‘Abdullah bin Badar bin Ba’jah bin Khasaan bin Sa’ad bin Wadi’ah bin ‘Adiy bin Ghanam bin al-Rab’ah al-Juhaniy. Nama beliau di masa Jahiliyah adalah ‘Abd al-‘Aziy , kemudian Nabi saw menamainya ‘Abdullah. Ibnu Hajar berkata, ‘Rasulullah saw memberikan bendera …pada saat penaklukkan Makkah kepada ‘Abdullah bin Badar’. Ibnu Hiban berkata, ‘Ia adalah pembawa bendera dari suku Juhainah pada saat penaklukkan Makkah’.  Al-Ishabah: VI/19 no. 4548; al-Isti’ab: VI/113 no.1480.

‘Abdullah bin Jahsy bin Rubab bin Ya’mar al-Asadiy, pemuka dari bani ‘Abd Syams.  Beliau termasuk salah satu assabiqunal awwalun (orang yang pertama kali masuk Islam). Beliau berhijrah ke Habsyah. Beliau ikut menyaksikan perang Uhud, dan syahid di sana. Beliau adalah Amir pertama di dalam Islam.

Ibnu Hajar berkata, ‘as-Siraj meriwayatkan dari Thariq Zur bin Habisy, ia berkata, ‘Panji yang diserahkan pertama kali dalam Islam, diberikan kepada ‘Abd Ilah bin Jahsy dalam ekspedisi Nakhlah’. Al-Ishabah: VI/24 no. 4574.

‘Abdullah bin ‘Utsman bin ‘Amir bin ‘Amru bin Ka’ab bin Sham bin Taim bin Marrah bin Ka’ab bin Luaiy al-Qurasyiy at-Taimimiy, Abu Bakar as-Shiddiq sahabat dan pengganti Rasulullah saw. Ibnu Hajar  berkata, ‘Pada saat perang Tabuk, ia membawa sebuah panji’.  Ibnu Hajar menambahkan lagi, ‘Dalam Ziyaadaat dan dalam Kitab al-Maghaziy karangan Yunus bin Bakiir dari al-Husain bin Waqid dari ‘Abdullah bin Buraidah, telah mengabarkan kepada saya, bapak saya, ia berkata, ‘Pada saat perang Khaibar Abu Bakar membawa bendera, selanjutnya ‘Umar , akan tetapi Khaibar tidak takluk oleh keduanya’. Riwayat yang sama dikemukakan oleh Imam Ahmad, dan juga dikeluarkan oleh Ibnu Mandah Ba’lawiy dari jalan Zaid bin al-Hubab.  Al-Ishabah: VI/155 no. 4808; 9/1420.

‘Abdullah bin Malik bin al-Mughnim al-‘Abasiy. Ibnu Hajar berkata, Ibnu Mandah berkata, ‘Nabi saw menyerahkan bendera berwarna putih kepadanya’. Al-Ishabah: VI/206 no.4924.

‘Abdullah bin Zaid bin Tsa’labah bin ‘abdullah dari Bani Jasym dari al-Harits bin al-Khazraj al-Anshariy al-Khazrajiy al-Haaritsiy. Beliau turut menyaksikan bai’at ‘Aqabah, perang Badar serta perang-perang yang lain. Ia adalah orang yang mengumandangkan ‘adzan untuk membangunkan orang.

Ibnu ‘Abdil Baar berkata, ‘Ia membawa panji bani al-Harit bin al-Khazraj pada saat penaklukkan Makkah’. Al-Isti’ab: VI/207 no. 1539.

‘Ubaidah bin al-Harits bin Muthalib bin ‘Abd Manaaf al-Qurasyiy al-Mathlabiy .Beliau masuk Islam di masa-masa awal. Ia adalah orang yang paling tua dari bani ‘Abd Manaaf. Beliau terluka pada saat perang Badar, dan meninggal di Shafraa’, sebuah wadi dekat Badar. Imam Ibnu Hajar mencoba mengkompromikan pendapat ‘ulama yang menyatakan bahwa panji pertama diserahkan kepada ‘Ubaidah dengan pendapat yang menyatakan, bahwa panji yang diserahkan pertama kali oleh Rasululah adalah panji yang dibawa oleh Hamzah, sebagaimana telah diterangkan sebelumnya. Al-Waqidiy menyatakan bahwa panji yang diserahkan pertama kali oleh Rasulullah saw adalah panji yang diberikan kepada Hamzah.  Saya (Ibnu Hajar) menyatakan, ‘Masih mungkin untuk mengkompromikan kedua hadits itu, yakni masing-masing diberi panji (raayah) dan bendera (liwaa’).  Wallahu a’lam’.  Al-Ishabah: VI/370 no. 5367.

‘Ali bin Abi Thalib bin Hasyim bin ‘abd Manaaf al-Qurasyiy al-Hasyimiy ra.  Beliau adalah Amirul Mukminin dan meninggalkan kehidupan dunia untuk akhiratnya.  Kisahnya sangatlah banyak.   Ibnu Hajar berkata, ‘Beliau adalah orang yang paling sering membawa bendera di dalam peperangan’.   Pendapat senada juga dikemukakan oleh Ibnu ‘abd al-Barr, ‘Nabi saw memberikan kepadanya sebuah panji pada saat perang Khaibar.  Dimana, panji itu sangat diimpikan oleh semua sahabat. Allah Swt memberikan kemenangan lewat tangannya’.  Hadits ini diriwayatkan oleh muttafaq ‘alaih.  Al-Ishabah: VII/57 no. 5682.

‘Imarah bin Haram bin Zaid bin Ludzan bin ‘Amru bin ‘Abd ‘Auf bin Ghanam ibnu Malik bin an-Najar al-Anshariy. Beliau menyaksikan peristiwa ‘Aqabah dan peperangan-peperangan setelahnya. Beliau adalah pemanah ulung yang sangat terkenal.  Ibnu Hajar berkata, ‘Beliau ra membawa sebuah panji bani Malik bin an-Najar pada saat penaklukkan Makkah’. Al-Ishabah: VII/67 no. 5706.

‘Umar bin al-Khaththab bin Nafil bin ‘Abd al-‘Uzza bin Rabaah bin ‘Abdullah bin Qarath bin Rizaah bin ‘Adiy bin Ka’ab bin Luaiy bin Ghalib al-Qurasyiy al-‘Adwiy al-Faruq, Abu Hafsh. Beliau adalah Amirul Mukminin dan salah seorang sahabat.  Pengarang kitab al-Maghaziy menyatakan, ‘Nabi saw telah menyerahkan sebuah panji kepadanya pada saat perang Khaibar, dan lain-lainnya’. Al-Ishabah: VII/74 no.5731.

‘Amru bin Salim bin Hushain bin Kaltsum al-Khaza’iy. Beliau berasal dari bani Malih bin ‘Amru bin Rabi’ah bin Ka’ab bin Yahya bin Khaza’ah, pemimpin suku Khaza’ah. Ibnu Hajar berkata, Ibnu Kalabiy dan Abu ‘Abiid at-Thabariy berkata, ‘Sesungguhnya ‘Amruu bin Saalim…adalah salah seorang yang membawa bendera suku Khaza’ah pada saat penaklukkan Makkah’. Al-Ishabah: VII/107 no. 5830

‘Amru bin Sabii’ ar-Raahawiy. Ibnu Hajar berkata, ‘Ada sebuah delegasi mendatangi Rasulullah saw, kemudian beliau menyerahkan sebuah panji kepadanya.  Beliau ra turut menyaksikan perang Shiffin bersama Mu’awiyah’.  Al-Ishabah: VII/198 no. 5831.

‘Amru bin al-‘Ash bin Wail bin Hasyim bin Sa’id bin Sahm bin ‘Amru bin Hashash bin Ka’ab bin Luaiy al-Qurasyiy al-Sahamiy. Beliau adalah penakluk Mesir. Beliau juga memimpin Mesir sampai meninggalnya. Beliau masuk Islam sebelum penaklukan Makkah. Beliau termasuk politikus ulung dari kalangan orang Arab.  Nabi saw pernah menyerahkan bendera kepadanya pada saat perang Dzatu Salasil. Al-Ishabah: /122 no. 5877.

‘Amru bin an-Nu’man al-Bayadliy al-Anshariy. Imam Ibnu Hajar mengatakan, ‘Abu ‘Ubaid bin al-Qasim bin Salam dalam kitab Jumhurat an-Nasab, menyatakan, ‘Beliau ra adalah pembawa panji kaum Muslim pada saat perang Uhud’. Ibnu Hajar menyatakan, ‘Yang dinyatakan oleh Ibnu Ishaq bahwa pembawa bendera kaum Muslim di medan Uhud adalah Mush’ab bin ‘Umair, akan tetapi liwaa’ (bendera) berbeda dengan panji. Setiap kabilah memiliki panji. Bani Bayadlah adalah salah satu dari suku Anshar. Ini adalah kompromi antara riwayat yang disebutkan oleh Abu ‘Ubaid dengan riwayat yang dinyatakan oleh Ibnu Ishaq’. Al-Ishabah: VII/149 no. 5969.

‘Imran bin Hushain bin ‘Abiid bin Khalaf bin ‘Bidnahum bin Hudzaifah bin Jahmah bin Ghadlir bin Khaisyiyah bin Ka’ab bin ‘Amru al-Khaza’iy. Ibnu Hajar berkata, al-Barqiy berkata, ‘Ia adalah pembawa bendera dari suku Khaza’ah, pada saat penaklukkan Makkah’. Al-Ishabah: VII/155 no. 2005.

‘Usajah bin Harmalah bin Judzaimah bin Sibrah bin Khudaij bin Malik bin al-Harits bin Mazin bin Sa’ad bin Malik bin Rafa’ah bin Nadlar bin Malik bin Ghathafan bin Qais bin Hamiir.  Ibnu Hajar menyatakan, ‘Pada saat penaklukkan Makkah, Rasulullah saw menyerahkan panji kepadanya sebagai wujud persatuan. Beliau menyerahkannya kepada laki-laki yang sangat pemberani’.  Hadits ini diriwayatkan oleh al-Kalbiy.  Al-Ishabah: VII/176 no. 2084.

Qatadah bin ‘Abbas ar-Rahawiy al-Jarasyiy. Imam Bukhari menyatakan, ‘Ia memiliki hubungan persabatan yang sangat erat’. Ibnu Hajar berkata, ‘Nabi saw menyerahkan sebuah bendera kepadanya’. Al-Ishabah: VIII/139 no. 7071. Quthbah bin ‘Amir bin Hadidah bin ‘Amru bin Sawad bin Ghanam bin Ka’ab bin Salamah al-Anshariy al-Khazrajiy. Beliau ra menyaksikan perang Badar dan semua peperangan. Ibnu Hajar berkata, ‘Ia membawa panji bani Salamah pada saat penaklukkan Makkah’.  Al-Ishabah: VIII/163 no. 7112.

Qais bin Yazid bin Hayy bin Amriiy al-Qais bin Tsa’labah bin Dzibyaan bin ‘Auf bin Anmaar al-Kalbiy. Ibnu Hajar berkata, ‘Nabi saw menyerahkan bendera kepadanya, sebagai wakil dari bani Sa’ad bin Malik’.  Al-Ishabah: VIII/184 no. 7125.

Qais bin Hajar. Beliau adalah seorang pemimpin yang diberi bendera oleh Nabi saw sebagai wakil atas kaumnya, tatkala mereka mendatangi Rasulullah saw. Al-Ishabah: VIII/185 no. 7167.

Qais bin Sa’ad bin ‘Ubadah bin Dalim al-Anshariy al-Khazrajiy.  Ibnu Hajar menyatakan, ‘Hadits ini dikeluarkan oleh Imam al-Baghawiy dari jalan Ibnu Syihab’.   Beliau menambahkan, ‘Qais adalah seorang pembawa panji kaum Anshar.  Pada saat penaklukkan Makkah, beliau saw mengambil bendera itu dari tangan ayahnya, kemudian diserahkan kepadanya’. Al-Ishabah: VIII/188 no. 7171.

Malik bin Rabi’ah bin al-Badan bin ‘Amir bin ‘Auf bin Haritsah bin ‘Amru bin al-Khazraj bin Sa’idah bin Ka’ab bin al-Khazraj al-Anshariy, Abu Usaid. Beliau menyaksikan perang Badar, dan peperangan selanjutnya. Ibnu Hajar berkata, ‘Ia membawa panji bani Sa’idah pada saat penaklukkan Makkah’. Al-Ishabah: IX/47 no. 7622.

Mas’ud bin Sinan bin al-Aswad bin al-Anshariy, pemimpin bani Salamah. Ibnu Hajar menyatakan, ‘Nabi saw menyerahkan bendera kepada Mas’ud bin Sinan al-Aslamiy’. Al-Ishabah: IX/188 no. 7944.

Mas’ud bin al-Dlahak bin ‘Adiy bin Arsyaan bin Harmalah al-Lakhamiy. Setelah menyebutkan sanadnya, Ibnu Hajar berkata, ‘Nabi saw menyebutnya mutha’ (orang yang ditaati). Rasulullah saw bersabda kepadanya, ‘Engkau orang yang paling ditaati oleh kaummu, dan sebagai wakil dari sahabat-sahabatmu’. Kemudian ia menunggang di atas kuda belangnya (hitam putih), dan beliau saw menyerahkan panji kepadanya…’.  Al-Ishabah: IX/189 no. 7947.

            Mus’ab bin ‘Umair bin Hasyim bin ‘Abd Manaf bin ‘Abd ad-Daar bin Qushay bin Kilab al-‘Abadariy.  Salah seorang assabiqunal awwaluun dalam Islam.  Ibnu Hajar mengatakan, ‘Beliau menyaksikan perang Badar, kemudian turut serta dalam perang Uhud. Pada saat itu, beliau membawa bendera Nabi saw dan syahid di medan Uhud’.  Keterangan ini sebagaimana yang dituturkan oleh pengarang kitab al-Maghaziy.  Al-Ishabah: IX/208 no. 7996.

Ma’bad bin Khalid al-Juhaniy Abu Ru’ah;  Ibnu Hajar berkata, ‘Imam Waqidiy berkata, ‘Ia masuk Islam di masa awal-awal. Beliau adalah salah satu dari empat orang pembawa bendera dari suku Juhainah, pada saat penaklukkan Makkah’. Al-Ishabah: IX/257 no. 8131.

Ma’qal bin Sinan bin Mudzaffar bin ‘Arakiy bin Fityaan bin Sabii’ bin Bakar bin Asyja’ bin Raits bin Ghathafan al-Asyja’iy.  Ibnu Hajar menyatakan, bahwa dalam kitab al-Maghaziy karya al-Waqidiy, ‘Beliau diserahi bendera bani Aysja’ pada saat perang Hunain’. Al-Waqidiy yang menuturkan, ‘Ma’qal adalah pembawa bendera kaumnya pada saat penaklukkan Makkah’. Al-Ishabah: IX/257 no. 8131.

Maisarah bin Masruuq al-‘Abasiy. Beliau ra berasal dari bani Hadam bin ‘Udz bin Quthaibah bin ‘Abbas al-‘Basiy, salah seorang utusan dari suku ‘Abbas. Ibnu Hajar berkata, ‘Abu Isma’il al-Azdiy berkata dalam Futuuh as-Syaam (penaklukan Syam), ‘Maisarah bin Masruuq memiliki persahabatan dan kebaikan.  Ia berkata, ‘Tatkala Qais meninggal dunia, Nabi saw menyerahkan benderanya kepada Maisarah bin Masruuq.  Kemudian beliau saw menghampiri kepercayaannya, Abu Bakar Shiddiq, dan menyerahkan bendera kepadanya.  Kemudian, beliau saw berwasiat kepada Khalid’. Al-Ishabah: IX/303 no. 8276.

Najiyah bin al-A’jam al-Aslamiy.  Ibnu Hajar berkata, al-‘Athawiy berkata, ‘Pada saat penaklukkan Makkah, Rasulullah saw menyerahkan dua buah bendera kepada suku Aslam.  Salah satunya dibawa oleh Najiyah bin al-A’jam, sedangkan yang lain diberikan kepada Buraidah bin al-Hashiib’. Al-Ishabah: X/122 no. 8635.

Nadzar al-Ghazaniy Abu Maryam. Ia terkenal dengan nama Kanitah. Ibnu Hajar berkata, ‘Diriwayatkan oleh Imam Thabariy –dengan sanadnya–, ia berkata, Telah meriwayatkan kepada kami, Abu Bakar bin ‘Abdullah bin Abi Maryam al-Ghasaniy, dari bapaknya, dari kakeknya, ia berkata, ‘Aku berperang bersama Rasulullah saw, kemudian Rasulullah saw menyerahkan kepadaku sebuah bendera….dst’.  Al-Ishabah: X/145 no. 8686.

Nu’man bin Raziih al-Azdiy al-Lahabiy ad-Duusiy. Beliau adalah orang bijaksana dari suku Azad. Beliau adalah pembawa bendera dari sukunya sejak zaman Jahiliyah hingga zaman Islam.  Ibnu Hajar menuturkan sebuah hadits yang menunjukkan bahwa ia adalah orang yang membawa bendera pada saat perang Tha’if sesudah perang Hunain, tatkala Rasulullah saw mengutus at-Thufail bin ‘Amru ad-Duusiy, untuk menghancurkan berhala ‘Amru bin Hamamah. Al-Ishabah: X/162 no.8739; al-Isti’ab: X/298 no. 2613; at-Thabaqaat: II/157; al-Mukhtashar ad-Dimyathiy: II/255.

Nu’man bin Muqrin bin ‘Aid al-Muzniy; Ibnu Hajar berkata, ‘Beliau ra membawa bendera suku Muzinah pada saat penaklukkan Makkah’.  Al-Ishabah : 10/170 no. 8760.

Walid bin Zufar al-Muzniy; Ibnu Hajar berkata, ‘Ia mendatangi Rasulullah saw, kemudian beliau saw menyerahkan kepadanya sebuah bendera’.   Al-Ishabah: X/311 no. 311.

1   Rayah menurut penuturan Ibnu Abbas, dikeluarkan dari: Imam Tirmidzi dalam kitab Jami’nya: IV/197, no. 1681, Dikomentarinya sebagai (hadits) hasan gharib; Imam Ibnu Majah dalam Sunannya: II/941, no.2818; Imam Thabrani dalam Mu’jamul Ausath: I/77, no.219; Mu’jam al-Kabir: XII/207, no.12909; Imam Hakim dalam al-Mustadrak: II/115, no.2506/131, Dikatakan dalam at-Talkhish (Yazid dla’if); Imam Baihaqi dalam Sunannya: VI/363 (lihat Fath al-Bariy: VI/126); Imam Abu Syaikh dalam kitabnya Akhlaq an-Nabi saw, hal.153, no.420/421; Imam Baghawi dalam Syarh Sunnah: X/404,  no.2664; Imam Haitsami dalam Majmu’ az-Zawaid: V/321, dikatakan, Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan Thabrani, didalamnya terdapat Hibbanbin Andullah, adz-Dzahabi berkomentar, dia adalah majhul sedang para perawi Abu Ya’la lainnya adalah tsiqah; Berkata as-Shalihi asy-Syaami dalam sirah Nabi saw (Subulul Huda wa ar-Rasyad) ‘Riwayat Imam Ahmad dan Tirmidzi sanadnya bagus, sedangkan melalui Thabrani perawinya shahih kecuali Hibban bin Ubaidillah dari Baridah dan Ibnu Abbas: VII/271; Dikeluarkan oleh Ibnu Asakir dalam Tarikh kota Damaskus: IV/223 dengan teks berasal dari Ibnu Abbas yang dikatakannya: ‘Rayahnya Rasulullah saw adalah berwarna hitam, sedangkan liwa-nya berwarna putih’. Disebutkan pula melalui jalur lain (IV/224), lihat juga Mukhtasharnya: I/352. Berkata Syaikh Syu’aibal-Arna-uth dalam Hamsy Syarh Sunnah al-Baghawiy bahwa sanadnya hasan. Tirmidzi juga meng-hasankannya; Tharh at-Tatsrib Syarh at-Taqrib: VII/220; ‘Umdatul Qaari-nya al-‘Aini: XII/47; Misykah al-Mashabih-nya Tibriziy: II/1140.

2   Dikeluarkan oleh Abu Syaikh dalam Akhlaq an-Nabi saw padahal.154, no.421 dan hal.156, no. 427; Dikeluarkan juga oleh Ibnu Asakir dalam Tarikh kota Damaskus dengan teks (Telah menceritakan kepada kami Abu al-Qasim al-Khadlr bin Hussain bin  Abdillah bin ‘Abdan, dari Abu Abdullah Muhammad bin Ali bin Ahmad bin Mubarak al-Farra, dari Abu Muhammad Abdullah bin Hussain bin Abdan, dari Abdul Wahhab al-Kilabi, dari Sa’id bin Abdul Aziz al-Halabiy, dari Abu Nu’aim Abid bin Hisyam, dari Khalid bin Umar, dari al-Laits binSa’ad, dari Yazid bin Abi Hubaib, dari Abi al-Khair, dari Abu Hurairah, berkata: ‘Rayahnya Nabi saw dari secarik beludru yang ada di tangan Aisyah, ditanyakan kepadanya (bahwa Aisyah) yang memotongnya, dan liwa beliau berwarna putih…’ (al-hadits) Juga melalui jalur lain dikatakan: ‘Telah menceritakan kepada kami Abu al-Qasim as-Samarqandiy, dari Abu al-Qasim Ismail binMas’ud, dari Hamzah bin Yusuf as-Sahmi, dari Abu Ahmad bin Adi, dari Umar bin Sinan, dari Abu Nu’aim al-Halabiy, dari Khalid bin Amru, dari Laits, dari Yazid bin Abi Hubaib, dari Abi al-Khair Murtsid bin Yazid, dari Abu Hurairah, bunyi haditsnya sama dengan yang sebelumnya’. Ibnu Hajar berkata dalam Fathal-Bariy: Telah dikeluarkan oleh Ibnu Adi dari haditsnya Abu Hurairah: VI/127; Juga berita tersebut dalam al-Kamil-nya Ibnu Adi: III/31, yang diterjemahkan oleh Khalid al-Qurasyiy; ‘Umdatul Qaari-nya al-‘Aini: XII/47; Tharh at-TatsribSyarh at-Taqrib: VII/220.

19 VII/220.

20 Dikeluarkan oleh Imam Ahmad (Fath ar-Rabbaniy): XIV/51, IV/297; Abu Daud dalam Sunannya: III/71, no.2591; Tirmidzi dalam Jami’-nya: IV/196,no.1680, Ia berkata: ‘Haditsnya hasan gharib’. Al-Mundziri menisbahkannya kepada Ibnu Majah padahal bukan dia, seakan-akan (dalam cetakannya) itu dia.; ‘Ilal al-Kabir (713) no. 297, berkata: ‘Muhammad ditanya –yakni Bukhari- tentang hadits itu. Ia menjawab: ‘Haditsnya hasan’.  Dikeluarkan pula oleh al-Baghawidalam Syarh as-Sunnah: X/403, no.2663; Abu Syaikh dalam Akhlaq an-Nabi saw wa Adabuhu,hal.155, no.425; Baihaqi dalam Sunan al-Kubra: VI/363; Ibnu Asakir dalam Tarikh ad-Dimasyq: IV/222-223; lihat Misykatul Mashabih-nya at-Tibriziy: II/1140; Dikeluarkan pula oleh Nasa’i dalam Sunan al-Kubranya: V/181, no.8606/1, halaman tentang rayah.

21 Dikeluarkan oleh Imam Ahmad (Fath ar-Rabbaniy): XIV/50-51; Tirmidzi dalam Jami’-nya: IV/196, no.1680 tentang kitab al-jihad, ia berkata: Dalam bab ini dari Ali dan Harits bin Hisaan; Ibnu Majah: II/941, no.2816; Abdurrazzaq dalam Mushannif-nya: V/288, no.9641.  Diriwayatkan oleh Bukhari dari Harits bin Hayyan, berkata: ‘Aku masuk ke dalam masjid yang dipenuhi banyak orang. Rayahnya berwarna hitam, aku lalu bertanya: ‘Apa yang dilakukan orang-orang hari ini?’ Mereka menjawab: ‘Itu adalah Rasulullah saw yang akan mengutus Amru bin Ash’. (Tarikh al-Kabir: II/260-261)    Dikeluarkan juga oleh Abu Yusuf dalam kitabnya al-Kharaj, hal.192; an-Nasa’i dalam Sunan al-Kubra: V/181, no.8607/2; Baihaqi dalam Sunan al-Kubra: VI/363; Ibnu Abi  Syaibah dalam Mushannifnya: III/532.

22 V/171.

1   Tartib al-Idariyah: I/322.

2   Ash-Shalihi telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Adi dan Abu al-Hasan bin Dlahhak, dari Ibnu Abbas ra. Begitu pula riwayat Ibnu ‘Adi dari Abu Hurairah ra yang tercantum dalam kitab Sabilul Huda wa ar-Rasyad: VII/371; Yusuf bin Jauzi berkata: ‘Diriwayatkan bahwa liwa beliau berwarna putih dan tertulis Laa ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah’.  Lihat juga Mukhtasharnya ad-Dimyathi: I/39; ‘Uyunul Atsar: II/399; Dikeluarkan juga oleh Thabrani dalam Mu’jam al-Ausath: I/77, no.219; Abu Syaikh dalam Akhlaq an-Nabi wa Adabuhu: hal.155, no.426.   Imam Ibnu Hajar berkata dalam kitabnya al-Fath: VII/477, Dari Ibnu  ‘Adi dan dari Abu Hurairah… terdapat tambahan tulisan ‘Laa ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah’.; Dikatakannya juga dalam al-Fath: VI/127, Dan Abu Syaikh haditsnya dari Ibnu Abbas dengan sanad yang sama.   Imam al-‘Aini  dalam Umdatul Qari: XII/47, menisbahkannya kepada Ibnu ‘Adi dari haditsnya Ibnu Abbas; al-Khuza’i dalam kitabnya Takhrij Dalalat as-Sam’iyah, hal.336.  Imam al-Iraqi dalam Tharh at-Tatsrib Syarh at-Taqrib: VII/220, berkata, riwayat yang sempurna dari Ibnu ‘Adi dari haditsnya Abu Hurairah terdapat tambahan yang tertulis pada (liwa) Laa ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah, dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Abi Humaid (dla’if); Imam Suyuthi dalam kitabnya Badaa’iu al-Umur fi Waqaa-i’ ad-Duhur mengatakan: ‘Liwanya Nabi saw berwarna putih, dan tertulis Laa ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah’, (lembar ke-286).

4 Hal.157.

5 Hal.362; Mushannif-nya Abdurrazaq: V/288, no.9639.

6 Sabilul Huda wa ar-Rasyad: Vii/372; Mushannif-nya Abdurrazaq: V/288, no.9640.

7 Fathal-Bariy: IX/127.

8 Majmu’ az-Zawaid: V/321.

9 Fath al-Bariy: IX/126, no.2974; Mushannif-nya Abdurazzaq: V/288.

10 Fath al-Bariy: VI/127.

Share artikel ini: