Hukum Memagari Laut dalam Pandangan Islam
Memagari adalah kata kerja yang memiliki kata dasar pagar. Makna pagar itu sendiri menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah benda yang digunakan untuk membatasi (mengelilingi, menyekat) pekarangan, tanah, rumah, kebun, dan sebagainya. Adapun makna memagari adalah 1). memasangi pagar; contoh: ia memagari pekarangannya dengan bambu; 2). melindungi (supaya jangan diganggu, diserang, dan sebagainya); contoh: pasukan keamanan memagari tamu agung. Adapun makna kata laut adalah kumpulan air asin (dalam jumlah yang banyak dan luas) yang menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau.
Untuk mengetahui hukum memagari laut, kita harus memahami terlebih dahulu hukum kepemilikan laut. Syaikh Abdul Qodim Zallum di dalam kitabnya al-Amwal fii Daulah al-Khilafah menjelaskan bahwa “Sesungguhnya laut, sungai, danau, teluk, kanal umum seperti terusan Suez, lapangan umum, masjid-masjid, merupakan kepemilikan umum yang menjadi hak bagi setiap individu rakyat.” Masih dari kitab yang sama dijelaskan bahwa sebab menjadi kepemilikan umum karena karakter pembentukannya yang mencegah seorang individu untuk memilikinya.
Dari sini kita dapat memahami bahwa wilayah laut adalah milik umum yang tidak boleh dimiliki individu. Berbagai aset atau wilayah yang menjadi kepemilikan umum adalah milik seluruh kaum muslim, yang mereka memiliki hak yang sama dalam memanfaatkannya tanpa dibedakan keberadaannya apakah dia laki-laki atau perempuan, anak kecil atau dewasa, yang baik maupun yang tidak baik. Karena laut adalah kepemilikan umum, maka negara tidak berhak menjual wilayah laut itu kepada individu atau korporasi, karena pada hakikatnya laut itu bukan milik negara namun milik seluruh kaum muslim.
Aktivitas memagari laut adalah salah satu bentuk dari melakukan proteksi terhadap suatu wilayah tertentu, yang di dalam Islam hal ini tidak boleh dilakukan kecuali oleh negara, sebagaimana dijelaskan dalam riwayat Abu Dawud dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Shallahu ‘alaihi wasallama bersabda: “Tidak ada proteksi (hima) kecuali oleh Allah dan Rasulnya” yaitu oleh negara. Kalaupun negara ingin melakukan proteksi terhadap kepemilikan umum, maka tujuan proteksi itu tiada lain adalah untuk kemaslahatan umum, misalnya memproteksi suatu wilayah untuk keperluan jihad, untuk keperluan fakir miskin dan untuk kemaslahatan kaum muslim secara keseluruhan, tidak seperti proteksi pada masa jahiliyah yaitu memproteksi dengan memberikan hak istimewa dari individu tertentu untuk diproteksi bagi dirinya sendiri.
Dari sisi bahwasanya laut adalah kepemilikan umum dan adanya larangan memproteksi suatu wilayah untuk kepentingan individu maka jelas hukum aktivitas memagari laut yang dilakukan selain oleh negara adalah haram. Di sisi lain kita mengetahui bahwa laut adalah tempat para nelayan menggantungkan hidupnya dalam mencari nafkah, jika laut tersebut dipagari dan membuat para nelayan kesulitan mencari nafkah, maka ini akan membahayakan banyak nelayan yang sehari-harinya mencari nafkah dengan mencari ikan dan sebagainya. Dalam hal ini Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasallama bersabda: “Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain” (HR. Ibnu Majah).
Maka negara sebagai pengurus urusan rakyat, harus bertindak tegas ketika ada pihak yang memagari laut, negara juga tidak boleh memberikan izin memagari laut karena laut bukanlah milik negara, namun laut adalah milik umum yang setiap individu rakyat berhak untuk memanfaatkannya. Selain itu laut adalah tempat yang menjadi hajat hidup orang banyak yang akan membahayakan banyak pihak jika kemudian laut dipagari atau diproteksi untuk kepentingan individu atau korporasi tertentu. Wallahu a’lam bis shawab.[] TAS LTs