Hukum internasional didefinisikan sebagai kumpulan kaidah (aturan) yang muncul sebagai akibat dari hubungan antara kelompok manusia dalam keadaan perang dan dalam keadaan damai. Sebagai hasil dari kepatuhan jangka panjang kelompok-kelompok terhadap kaidah (aturan) itu, maka jadilah ia sebagai konvensi internasional. Kemudian setelah kumpulan kaidah (aturan) ini diterima oleh semua negara, maka negara-negara menganggap diri mereka secara sukarela terikat dengan konvensi ini. Dan keterikatan inilah yang kemudian menjadikannya sebagai hukum (undang-undang).
Termasuk hal yang dianggap sebagai konvensi internasional adalah perdamaian bangsa Arab sebelum Islam yang digunakan untuk melarang peperangan di bulan suci (bulan haram). Oleh karena itu, kaum Quraisy mengecam Nabi SAW. ketika Brigade Abdullah bin Jahsy membunuh Amr bin al-Hadrami, menahan dua orang Quraisy, dan mengambil kafilah dagang, maka tindakan itu memicu kecaman kaum Quraisy, kemudian mereka membuat pernyataan terbuka di sebuah tempat bahwa Muhammad dan para sahabatnya telah menghalalkan bulan suci (bulan haram), di maka mereka menumpahkan darah di dalamnya, mengambil harta, dan menahan orang. Sehingga opini publik berbalik menentangnya karena telah melanggar konvensi internasional.
Fakta bahwa hukum internasional itu ada saat ini:
Hukum internasional lahir dan dibuat untuk melawan negara Islam yang ketika itu diwakili oleh Khilafah Utsmaniyah, karena Khilafah Utsmaniyah, sebagai negara Islam, menyerbu Eropa dan mendeklarasikan jihad melawan orang-orang Kristen di Eropa, dan mulai menaklukkan negaranya negara demi negara, menyerbu Yunani, Rumania, Albania, Yugoslavia, Hungaria dan Austria sampai penyerbuan itu berhenti di tembok Wina, hingga menimbulkan ketakutan pada semua orang Kristen di Eropa, apalagi ada pengakuan publik di antara orang-orang Kristen bahwa tentara Islam tidak terkalahkan, dan kaum Muslim ketika mereka berperang tidak takut mati, sebab mereka percaya bahwa mereka akan masuk surga jika mereka terbunuh, juga karena mereka percaya pada takdir dan ajal. Orang-orang Kristen melihat keberanian kaum Muslim dan tidak takutnya mereka pada kematian, maka ini yang membuat mereka takut berhadapan dengan kaum Muslim, sehingga ini yang memudahkan kaum Muslim untuk menyerang negara itu dan menundukkannya pada kekuasaan Islam. Orang-orang Kristen Eropa pada masa itu terdiri dari beberapa pemerintahan dan feodalisme. Dengan demikian, mereka merupakan negara-negara yang terpecah-belah yang masing-masing diperintah oleh seorang tuan tanah yang berbagi kekuasaan dalam pemerintahan, inilah yang membuat kekuasaan tidak dapat memaksa pemerintahan-pemerintahan ini untuk berperang, serta tidak memiliki kemampuan untuk mengekspresikannya di depan para penyerangnya dan dalam segala hal yang disebut urusan luar negeri. Sehingga itulah yang memudahkan kaum Muslim untuk menyerang dan menaklukkan. Keberadaan negara-negara Eropa tetap demikian sampai Abad Pertengahan.
Dasar lahirnya hukum internasional adalah bahwa negara-negara Kristen Eropa bersatu atas dasar ikatan Kristen untuk melawan negara Islam. Hal inilah yang menyebabkan lahirnya apa yang disebut dengan “Keluarga Kristen Internasional”. Mereka menyepakati kaedah (aturan) di antara mereka sendiri, di antaranya adalah kesemaan hak-hak anggota negara-negara ini, bahwa negara-negara ini memiliki prinsip-prinsip yang sama dan cita-cita bersama, bahwa semua negara ini tunduk kepada Paus Katolik yang memiliki otoritas spiritual tertinggi, terlepas dari doktrin mereka yang berbeda. Dengan demikian, kaedah-kaedah (aturan-aturan) ini adalah inti dari hukum internasional.
Keluarga negara-negara Kristen diorganisir untuk melawan negara Islam. Konferensi menetapkan aturan tradisional yang disebut hukum internasional, tetapi itu bukan hukum internasional umum, melainkan hukum internasional untuk negara-negara Kristen Eropa, bukan yang lain. Negara Islam dilarang memasuki komunitas internasional atau penerapan hukum internasional padanya. Sebab itu ada yang disebut komunitas internasional dan terdiri dari semua negara Kristen Eropa tanpa membedakan antara negara monarki dan negara republik, atau antara negara Katolik dan negara Protestan. Pada awalnya, itu terbatas pada negara-negara Eropa Barat, namun kemudian bergabung padanya semua negara Kristen Eropa lainnya, termasuk negara-negara Kristen non-Eropa, tetapi negara-negara Islam tetap dilarang sampai paruh kedua abad kesembilan belas, ketika negara Islam telah dalam keadaan kurus kering dan lemah intelektual sampai disebut sebagai the sick man (orang sakit). Saat itu, Negara Utsmaniyah meminta masuk ke keluarga internasional, namun permintaannya ditolak. Kemudian dia mendesaknya dengan sangat mendesak, hingga ditetapkan persyaratan yang keras padanya, di antaranya tidak berhukum dengan Islam dalam hubungan internasional, dan memasukkan beberapa hukum Eropa. Negara Utsmaniyah menerima persyaratan ini dan tunduk kepadanya. Setelah diterimanya, Negara Utsmaniyah harus melepaskan statusnya sebagai negara Islam dalam hubungan internasional. Permintaannya diterima, dan ia pun masuk sebagai keluarga internasional pada tahun 1856 M. Kemudian masuk ke dalam keluarga internasional negara-negara non-Kristen lainnya, seperti Jepang. Dengan demikian, Konferensi Westphalia, yang diadakan pada tahun 1648 M, adalah yang mengorganisir aturan tradisional menjadi hukum internasional, maka berdasarkan aturan ini dibuat tindakan politik secara jelas, dan tindakan internasional secara kolektif.
Inilah asal mula hukum internasional, dan inilah yang kemudian menciptakan pembenaran untuk melakukan intervensi, juga yang memungkinkan bagi negara-negara besar untuk mengontrol negara-negara lain, dan inilah yang menjadi landasan tindakan politik yang dilakukan oleh negara-negara untuk memenuhi kepentingannya atau untuk bersaing dengan negara pertama (adidaya), meski aturan-aturan internasional ini telah mengalami beberapa transformasi, namun semua tidak lepas dari kepentingan negara-negara besar, dan hanya melayani pembuat dan pelaksananya. Dengan demikian, ini adalah kejahatan murni yang menjadi dasar untuk menghadapi Islam dan kaum Muslim, dan untuk melayani negara-negara Barat. Oleh karena itu, generasi umat Islam harus berjuang untuk mencabutnya dan keluar dari kendalinya. Sebab semua itulah yang membuat kaum Muslim merasakan berbagai bencana, serta menyerahkan mereka dan negeri-negerinya kepada musuh mereka. Sehingga tidak ada cara untuk dapat keluar dari semua itu, kecuali dengan berjuang untuk menerapkan hukum (syariah) dari Tuhan mereka, dan menegakkan negaranya, yaitu negara Khilafah Rasyidah ‘ala minhājin nubuwah. []
Sumber: alraiah.net, 07/07/2021.