Soal:
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu. Tahiyyah thayyibah wa ba’du.
Syaikhiy yang dimuliakan, saya punya pertanyaan yang saya mohon jawaban dari Anda:
Tidakkah ada kontradiksi antara sabda Rasul saw ketika ditanya tentang anak perempuan orang murtad … Beliau bersabda: “hum li an-nâr -mereka untuk neraka-“. Dan dalam riwayat lainnya beliau saw bersabda: “hum wa abîhim fî an-nâr -mereka dan bapak mereka di neraka-“ atau seperti yang beliau sabdakan. Bukankah itu kontradiksi dengan sabda Rasul saw:
«رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثٍ…» وذكر منها «…وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ»
“Telah diangkat pena dari tiga golongan: … (beliau menyebutkan di antaranya) dan dari anak-anak sampai dia baligh”.
Atau seperti yang beliau saw sabdakan?
[Rafiq Ahmad Abu Ja’far]
Jawab:
Wa ‘alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
1- Dinyatakan di Muqaddimah ad-Dustûr pasal 7: “Adapun paragraf c dari pasal ini maka Islam telah menetapkan hukum-hukum untuk orang murtad. Di antaranya bahwa dia dihukum bunuh jika tidak kembali (kepada Islam) dikarenakan sabda Rasulullah saw:
«مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْـتُلُوهُ» رواه البخاري عن ابن عباس
“Siapa saja yang mengganti agamanya maka bunuhlah dia” (HR al-Bukhari dari Ibnu Abbas).
Ini berkaitan dengan orang murtad itu sendiri. Adapun tentang anak-anaknya yang dilahirkan di atas selain Islam, yakni jika seorang Muslim murtad dan dia tidak dibunuh dan tetap di atas agama murtadnya itu, seperti dia menjadi Nashrani, Yahudi atau musyrik dan tetap begitu, dan lahir untuknya anak-anaknya dan dia di atas kondisi itu sehingga anak-anak itu dilahirkan sebagai Nashrani, Yahudi atau musyrik, lalu apakah anak-anaknya itu dinilai sebagai murtad dan diperlakukan dengan perlakuan orang murtad atau mereka dianggap seperti pemeluk agama yang di atasnya mereka dilahirkan? Jawabnya, bahwa anak-anak orang murtad yang mereka dilahirkan sebelum kemurtadan orang tuanya maka mereka dinilai sebagai orang muslim secara pasti. Dan jika mereka mengikuti bapak mereka dengan kemurtadannya maka mereka diperlakukan dengan perlakuan orang murtad. Adapun jika mereka dilahirkan setelah kemurtadan bapaknya dari isteri yang kafir atau isteri yang murtad maka dia dihukumi dengan kekufurannya (yakni sebagai orang kafir) karena dia dilahirkan dari ibu bapak yang kafir. Jika ibu bapaknya menjadi Yahudi atau Nashrani yakni termasuk ahlul kitab maka dia diperlakukan dengan perlakuan ahlul kitab. Dan jika ibu bapaknya menjadi musyrik maka dia diperlakukan dengan perlakuan orang musyrik. Hal itu karena diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud:
«أَنَّ النبيَّ ﷺ لَمَّا أَرَادَ قَتْلَ أَبِيكَ (عقبة بن أبي معيط) قَالَ مَنْ لِلصِّبْيَةِ قَالَ النَّارُ»
“Nabi saw ketika beliau ingin membunuh bapakmu (‘Uqbah bin Abiy Mu’ith) dia berkata: “siapakah untuk anak ini?” Beliau bersabda: “neraka” (HR Abu Dawud dan al-Hakim, dan al-Hakim menshahihkannya dan disetujui oleh adz-Dzahabi).
Dan dalam riwayat ad-Daraquthni:
«النَّارُ لَهُمْ وَلأَبِيهِمْ»
“Neraka untuk mereka dan bapak mereka”.
Dan karena telah ditetapkan di Shahîh al-Bukhârî pada bab Ahlu ad-Dâri dari kitab al-Jihâd: dari Ibnu Abbas dari ash-Sha’bu bin Jutsamah, dia berkata:
«مَرَّ بِيَ النَّبِيُّ ﷺ بِالأَبْوَاءِ – أَوْ بِوَدَّانَ – وَسُئِلَ عَنْ أَهْلِ الدَّارِ، يُبَيَّتُونَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ فَيُصَابُ مِنْ نِسَائِهِمْ وَذَرَارِيِّهِمْ، قَالَ ﷺ: هُمْ مِنْهُمْ»
“Nabi saw melewatiku di al-Abwa’ -atau Wadan_ dan beliau ditanya tentang ahlu ad-dâr (dâr al-harbi) yang mereka orang-orang musyrik itu diserang di malam hari sehingga wanita dan anak-anak mereka terbunuh, beliau bersabda: “mereka (wanita dan anak-anak) adalah bagian dari mereka (orang-orang musyrik)”.
Jadi setiap anak yang lahir dari ibu bapak yang kafir dinilai sebagai orang kafir dan hukumnya adalah hukum orang kafir. Atas dasar itu maka orang-orang yang murtad dari Islam dan menjadi kelompok non islami seperti Druz, al-Baha’iyah, dan al-Qadiyaniyah, mereka tidak diperlakukan dengan perlakukan orang murtad sebab mereka bukanlah orang yang murtad sehingga dapat diperlakukan dengan perlakuan orang murtad. Tetapi, kakek-kakek mereka lah yang murtad, dan mereka lahir dari ibu bapak yang kafir, maka mereka dihukumi dengan kekufuran dan diperlakukan dengan perlakuan orang kafir. Dan karena mereka tidak murtad kepada suatu agama ahlul kitab, yakni mereka tidak murtad ke agama Nashrani atau Yahudi, maka mereka diperlakukan dengan perlakukan orang-orang musyrik, jadi sembelihan mereka tidak boleh dimakan, dan wanita mereka tidak boleh dinikahi, sebab non muslim itu ada kalanya dianggap bagian dari ahlul kitab atau selain ahlul kitab -yakni orang musyrik- dan tidak ada golongan ketiga. Oleh karena itu, Rasul saw bersabda tentang Majusi Hajar dari riwayat al-Hasan bin Muhammad bin al-Hanafiyah:
«فَمَنْ أَسْلَمَ قُبِلَ مِنْهُ، وَمَنْ لَمْ يُسْلِمْ ضُرِبَتْ عَلَيْهِ الجِزْيَةُ، غَيْرَ نَاكِحِي نِسَائِهِمْ وِلاَ آكِلِي ذَبَائِحِهِمْ»
“Siapa yang masuk Islam maka diterima darinya, dan siapa yang tidak masuk Islam maka terhadapnya ditetapkan kewajiban membayar jizyah, tanpa boleh menikahi wanita mereka dan tidak boleh memakan sembelihan mereka”.
Al-hafizh berkata di ad-Dirâyah: “dikeluarkan oleh Abdu ar-Razaq dan Ibnu Abiy Syaibah, dan itu merupakan riwayat mursal yang sanadnya bagus”. Adapun anak keturunan orang-orang yang murtad dari Islam dan mereka menjadi Nashrani sebagaimana keadaan di Lebanon semisal keluarga Syihab, maka bapak moyang mereka muslim yang murtad ke Nashrani, dan anak keturunan mereka datang di atas agama Nashrani, jadi mereka dan semisal mereka diperlakukan dengan perlakuan ahlul kitab”, selesai.
Jelas darinya hukum anak-anak yang mereka dilahirkan dari ibu bapak kafir maka mereka diperlakukan dengan perlakuan agama bapak-bapak mereka kecuali jika mereka masuk Islam …
2- Sebelumnya saya telah menjawab semisal pertanyaan ini pada 22/07/2011, di situ dinyatakan sebagai berikut:
“Tidak ada kontradiksi. Yang pertama adalah tentang anak-anak kaum kafir yang masih kecil jika mereka mati di atas kekufuran mereka. Setiap orang yang dilahirkan dari ibu bapak yang kafir maka dinilai sebagai orang kafir. Dan hukumnya adalah hukum orang-orang kafir sebagaimana di dalam dua ahdis Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas yang disebutkan di dalam pertanyaan. Dan tentu saja, ini jika mereka mati di atas kekufuran mereka sebelum balighnya mereka dan keislaman mereka …
Adapun hadis Abu Dawud maka itu khusus dengan kaum Muslim. Siapa saja yang termasuk bagian dari kaum Muslim yang masih kecil maka dia dibebani dengan hukum-hukum syara’ ketika baligh. Dan begitulah, orang tidur sampai dia bangun dan orang gila sampai dia sembuh …”, selesai.
Begitulah, tidak ada kontradiksi di antara dua keadaan tersebut, wallâh a’lam wa ahkam.
3- Untuk diketahui bahwa ada pendapat-pendapat yang membatasi hukum ini di dunia, adapun di akhirat maka hukum mereka kepada Allah. Di antara pendapat ini:
a- Imam an-Nawawi mengatakan di dalam Syarhu Shahîh Muslim juz 12 halaman 55: “anak-anak kaum kafir, hukum mereka di dunia adalah hukum bapak-bapak mereka. Adapun di akhirat maka tentang mereka jika mereka mati sebelum baligh ada tiga mazhab. Yang shahih bahwa mereka di surga. Yang kedua di neraka dan yang ketiga tidak memastikan sesuatupun tentang mereka. “lihat: al-Khathîb ‘alâ Matni Abiy Syujâ’ juz 2 halaman 256”.
b- Nayl al-Awthâr (11/465): “bâb taba’i ath-thifli li abawayhi fî al-kufri wa li man aslama minhumâ fî al-islâm wa shihhati islâmi al-mumayyiz -bab ikutnya anak kepada ibu bapaknya dalam kekufuran dan untuk orang yang masuk Islam dari keduanya di dalam Islam dan keshahihan keislaman anak yang mumayiz-. 3224- Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda:
«مَا مِنْ مَوْلُودٍ إلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ، كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ؟»، ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ: ﴿فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا﴾ الْآيَةَ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
“Tidak ada bayi yang dilahirkan kecuali dia dilahirkan di atas fitrah, lalu ibu bapaknya yang menjadikannya Yahudi atau Nashrani atau Majusi, sebagaimana hewan ternak menghasilkan hewan ternak, apakah kamu merasakan padanya yang cacat?” Kemudian Abu Hurairah berkata (artinya): “fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu” (TQS. ar-Rûm [30]: 30)” (Muttafaq ‘alayh).
Dan dalam riwayat yang juga Muttafaq ‘alayhi, mereka (para sahabat) berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْت مَنْ يَمُوتُ مِنْهُمْ وَهُوَ صَغِيرٌ؟ قَالَ: «اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ»
“Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu orang dari mereka yang mati dan dia masih kecil?” Beliau bersabda: “Allah yang lebih tahu dengan apa yang mereka lakukan”.
Hadis Abu Hurairah, di dalamnya ada dalil bahwa anak-anak kaum kafir dihukumi ketika lahir dengan Islam, dan bahwa jika ada anak kecil di Dar al-Islam tanpa ibu bapak maka dia seorang Muslim, sebab tidak lain dia menjadi Yahudi atau Nashrani atau Majusi adalah dengan sebab ibu bapakjnya. Maka jika keduanya tidak ada maka dia tetap di atas apa yang dia dilahirkan di atasnya yaitu Islam.
Sabda Rasul saw “Allâhu a’lamu bimâ kânû ‘âmilîna -Allah lebih tahu dengan apa yang mereka kerjakan-“, di dalamnya ada dalil bahwa hukum kaum kafir di sisi Allah jika mereka mati ketika masih kecil tidak tertentu tetapi bergantung pada perbuatannya yang dia lakukan seandainya dia hidup”, selesai.
Di atas semua itu, pendapat kami adalah apa yang disebutkan di poin 1 dan 2, wallâh a’lam wa ahkam.
Saudaramu Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah
14 Rabi;ul Akhir 1444 H
08 November 2022 M
https://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/85294.html
https://www.facebook.com/HT.AtaabuAlrashtah/posts/674666820887357