Hukum Bergabung dalam Angkatan Bersenjata yang Eksis di Negeri Kaum Muslim
Soal:
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Saya punya pertanyaan tentang orang yang bekerja sebagai polisi atau tentara di negeri Islam dalam sistem yang eksis, apa hukumnya?
Perlu dicatat, saya adalah anggota Hizbut Tahrir, tetapi pertanyaan tersebut membuat bimbang pikiran saya sebab ayah dan saudara saya adalah komandan di Afghanistan.
Jika Anda menjawabnya, saya sangat berterima kasih.
Terima kasih.
(Ahmad Sadid)
Jawab:
Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Ya akhiy, berkaitan dengan kegelisahan yang Anda alami disebabkan ayah dan saudara Anda ada di dalam milter Afghanistan … Kami telah mempublikaskan Jawab Soal seputar bolehnya masuk ke tentara atau ketidakbolehannya … Kami katakan, bahwa masuk ke tentara tidak boleh dalam kondisi tertentu tetapi boleh pada kondisi-kondisi lainnya. Dan saya ulangi teks jawaban itu:
[Dari Abu Sa’id al-Khudzri dan Abu Hurairah, keduanya berkata: Rasulullah saw bersabda:
« لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَكُونُ عَلَيْهِمْ أُمَرَاءُ سُفَهَاءُ يُقَدِّمُونَ شِرَارَ النَّاسِ، وَيَظْهَرُونَ بِخِيَارِهِمْ، وَيُؤَخِّرُونَ الصَّلاةَ عَنْ مَوَاقِيتِهَا، فَمَنْ أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ، فَلا يَكُونُ عَرِيفًا، وَلا شُرْطِيًّا، وَلا جَابِيًا، وَلا خَازِنًا »
“Sungguh akan datang kepada manusia zaman mereka dipimpin oleh para pemimpin bodoh, mereka mengedepankan orang-orang jahat, mereka membelakangi orang-orang baik mereka, mereka mengakhirkan shalat dari waktunya. Maka siapa saja dari kalian yang mendapati hal itu, maka dia jangan menjadi penasehat, polisi, pemungut harta dan penyimpan harta (Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan para perawinya perawi shahih kecuali Abdurrahman bin Mas’ud dan dia tsiqah).
Dan di dalam riwayat Kanzu al-‘Umal:
«… فَمَنْ أَدْرَكَهُمْ فَلاَ يَكُوْنَنَّ لَهُمْ عَرِيْفاً وَلاَ جَابِياً وَلاَ خَازِناً وَلاَ شُرْطِياً»
“Siapa saja yang mendapati mereka maka jangan dia menjadi untuk mereka sebagai penasehat, pemungut harta, penyimpan harta dan polisi” (Kanz al-‘Umal – al-Khathib dari Abu Hurairah).
Dengan mendalami masalah ini maka jelaslah:
- Hadis Abu Ya’la, Rasul melarang keempat posisi itu di bawah para pemimpin bodoh dan zalim secara mutlak. Sedangkan di hadis Kanz al-‘Umal, Rasul melarang keempat posisi itu untuk penguasa zalim secara khusus karena di dalam hadis itu disebutkan “lahum –untuk mereka-“, huruf al-lam untuk menyatakan pengkhususan. Maka larangan tersebut berkaitan dengan pengawal khusus untuk para pemimpin itu, orang yang mengumpulkan harta untuk para pemimpin itu dan yang menyimpannya untuk para pemimpin itu. Dan yang mutlak harus dibawa kepada yang muqayad. Maka jadinya larangan itu bukanlah larangan dari sembarang penasehat, pemungut harta, penyimpan harta dan polisi (pengawal) secara mutlak di negara-negara yang para penguasanya tidak memerintah dengan Islam. Melainkan larangan itu berkaitan dengan penasehat, polisi (pengawal), pemungut harta dan penyimpan harta yang bekerja dengan pribadi-pribadi para penguasa itu artinya yang khusus untuk para penguasa itu.
- Orang yang rela/ridha dengan pemerintahan para pemimpin zalim dan bodoh maka ia berdosa baik dia ada di dalam militer atau di luar, sebab tidak mengubah para penguasa yang tidak memutuskan perkara dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah, dan tidak mengingkari mereka atau malah ridha dengan mereka. Semua itu adalah dosa besar karena Rasulullah saw bersabda:
« سَتَكُوْنُ أُمَرَاءٌ فَتَعْرِفُوْنَ وَتُنْكِرُوْنَ فَمَنْ كَرِهَ فَقَدْ بَرَئَ وَمَنْ أَنْكَرَ فَقَدْ سَلِمَ وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابَعَ »
“Akan ada para pemimpin yang kalian nyatakan kemakrufannya dan kalian ingkari (kemungkarannya), maka siapa saja yang tidak suka (dengan kemungkarannya) ia selamat dan siapa saja yang mengingkari (kemungkarannya) maka ia selamat, akan tetapi siapa yang ridha dan mengikuti (maka tidak bebas dan tidak selamat)” (HR Muslim).
- Thalab an-nushrah kepada ahlul quwah baik mereka ada di pengawal penguasa atau di luarnya untuk mengubah pemerintahan penguasa zalim dan bodoh yang tidak memutuskan perkara dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah. Meminta nushrah ini adalah boleh akan tetapi setelah disampaikan penjelasan fakta rezim rusak yang mereka bekerja di dalamnya dan bahwa yang wajib adalah mengubahnya. Jika mereka menerima dan yakin dengan hal itu dan mereka memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya maka aktivitas mereka itu adalah aktivitas yang agung atas izin Allah. Dan jika mereka gunakan posisi mereka dalam mempercepat tegaknya hukum Allah SWT maka sungguh mereka melakukan amal yang agung.
Hal itu sebab Rasulullah saw pergi ke kabilah-kabilah dan mereka masih kafir, beliau menyeru kabilah-kabilah itu kepada Islam. Dan jika kabilah itu memenuhi seruan Islam, Beliau meminta nushrahnya untuk menegakkan hukum Allah. Begitulah, orang-orang yang bekerja di militer para penguasa zalim jika mereka menjawab seruan kebenaran dan mengetahui hukum syara’ tentang wajibnya mengingkari orang-orang zalim dan mengubah mereka, dan mereka siap untuk beramal maka meminta nushrah mereka adalah boleh.
- Benar, sah berperang dengan penguasa zalim jika perang itu adalah perang melawan kaum kafir dan bukan melawan kaum Muslim. Sebab jihad itu fardhu bagi kaum Muslimin di dalam semua kondisi di bawah penguasa Muslim bagaimanapun keadaannya baik ia baik ataupun jahat selama ia berperang melawan kaum kafir. Hal itu sebab ayat-ayat perang datang secara mutlak tanpa taqyid (pembatasan):
] وَمَا لَكُمْ لَا تُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ [
“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah” (TQS an-Nisa [4]: 75).
] الَّذِينَ ءَامَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ [
“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah” (TQS an-Nisa [4]: 76).
] فَلْيُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يَشْرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا بِالْآخِرَةِ [
“Karena itu hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah” (TQS an-Nisa [4]: 74).
Ayat yang lainnya ada banyak. Semuanya tidak mensyaratkan penguasanya itu zalim atau tidak zalim, selama perang itu melawan kaum kafir.
Sebagaimana di sana juga ada hadis-hadis yang secara gamblang menunjukkan bahwa kezaliman penguasa tidak menghalangi untuk berperang bersamanya. Itu artinya berperanglah bersama imam-mam yang zalim. Dari Anas ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
« وَالْجِهَادُ مَاضٍ مُنْذَ أَنْ بَعَثَنِيَ اللهُ إِلَى أَنْ يُقَاتِلَ آخِرُ أُمَّتِيْ الدَّجَالَ، لاَ يُبْطِلُهُ جَوْرُ جَائِرٍ وَلاَ عَدْلُ عَادِلٍ »
“Jihad itu terus berlangsung sejak Allah mengutusku sampai umatku yang terakhir memerangi dajal, kezaliman orang zalim ataupun keadilan orang yang adil tidak membatalkannya”.
20 Jumadul Ula 1424 H/20 Juli 2003 M]
Saya berharap di dalam ini ada kecukupan, wallâh a’lam wa ahkam
Saudaramu Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah
10 Muharram 1444 H
08 Agustus 2022 M
https://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/83620.html
https://www.facebook.com/photo/?fbid=608305204190186&set=a.469598088060899