Oleh: Lutfi Sarif Hidayat | Direktur Civilization Analysis Forum (CAF)
Baru-baru ini media memberitakan tentang pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla tentang HTI. Disebutkan bahwa ada kesalahan dari HTI dalam memaknai pasal ketiga dalam Pancasila tentang persatuan. Bagi saya pernyataan ini sangat terdengar mengganjal, lebih-lebih terucap dari Pak JK. Mengapa demikian?
Pertama. HTI telah berperan aktif dalam perubahan sosial di negeri sejak dua puluh tahun lebih. Banyak anak-anak muda khususnya dan elemen masyarakat lainnya yang tersadarkan dan memiliki semangat keislaman yang tinggi. Dan ini sangat mempengaruhi akhlak dan moral dari mereka sehingga baik di tengah-tengah masyarakat.
Selain itu, satu hal yang jangan pernah dilupakan adalah bagaimana sikap tegas HTI dan menjadi salah satu yang pertama dalam menolak referendum Timor-Timor pada waktu itu. Sikap tegas HTI juga ditunjukkan dengan kecaman terhadap aksi-aksi sparatisme, anarkisme, ekstrimisme dan tindakan lainnya yang berbahaya bagi persatuan.
Kedua. Salah paham terhadap HTI hanya terjadi baru-baru ini, di rezim ini. Ingat, Pak JK juga adalah Wakil Presiden pada zaman SBY tahun 2004-2009. Dan pada waktu itu tidak pernah ada masalah dan tidak pernah ada salah paham terhadap HTI. Padahal aktivitas dan gagasan HTI tetap sama. Bahkan pada tahun 2007 terlaksana sebuah acara Internasional di Gelora Bung Karno yang dihadiri tokoh-tokoh nasional. Semua berjalan baik dan tidak ada masalah.
Acara-acara besar lainnya juga berlangsung dengan baik. Apa yang dilakukan HTI selaras dan bisa bersinergi dengan yang lainnya. Di beberapa wilayah HTI mendapatkan penghargaan dari pihak berwajib karena tertibnya dalam menggelar aksi. Pada saat itu Pak JK santai saja. Rezim tenang-tenang saja. Karena memang tidak ada masalah dan tidak ada yang salah dengan HTI.
Lalu kenapa persoalan muncul di Rezim ini? Karena itulah politik. Tidak ada jawaban lain kecuali karena kepentingan politik yang sedang bermain. Ternyata ada yang tidak nyaman dengan apa yang dilakukan HTI. Bisa karena ada dendam politik kepada HTI atau juga karena ada kepentingan politik yang terganggu. Sehingga dicari berlapis alasan untuk membubarkan HTI hingga menghilangkan rasa keadilan.
Ketiga. Jika yang dipersoalkan adalah masalah Khilafah, maka ini lucu. Sebab Khilafah itukan ajaran Islam. Jauh sebelum HTI ada Khilafah sudah ada baik secara normatif, empiris maupun historis. Apa yang menjadi gagasan HTI adalah Islam, dan salah satu bagian dalam ajaran Islam adalah persoalan Khilafah disamping ajaran-ajaran Islam lainnya. Justru dengan memaknai dengan benar masalah Khilafah ini, persatuan akan benar-benar terwujud dan terjaga.
Sehingga baiknya Pak JK lebih bijak dengan melakukan dialog secara objektif kepada HTI agar tidak ada salah paham. Sebab apa yang sering disampaikan HTI tentang liberalisme, kapitalisme dan neoimperialisme itulah sesungguhnya yang menjadi ancaman bagi Indonesia saat ini. Karena telah membuat negeri ini dirundung berbagai masalah, khususnya dalam ekonomi. Kesenjangan dan ketimpangan terus melebar.
Bukankah itu yang membuat terjadinya perpecahan. Karena dengan tidak terwujudnya keadilan, maka akan muncul tindakan-tindakan separatisme, anarkisme dan bahkan ekstrimisme. Dan HTI selalu lantang mengecam itu. Artinya secara langsung HTI sebenarnya memiliki posisi yang sangat strategis, karena turut serta dalam menjaga persatuan. []