Mediaumat.news – Vonis 4 tahun penjara yang dijatuhkan kepada Habib Rizieq Syihab (HRS) atas tuduhan menyebarkan berita bohong terkait hasil tes swab dalam kasus RS Ummi hingga menimbulkan keonaran dinilai Cendekiawan Muslim Ustaz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) sebagai kezaliman yang nyata. “Jelas sekali ini sebuah kezaliman yang sangat nyata,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Kamis (24/6/2021).
UIY mengatakan, apa yang sudah disampaikan baik oleh HRS sendiri maupun oleh penasehat hukumnya di muka pengadilan yang menyatakan diri sudah sembuh dari Covid-19 tidak bisa disebut sebuah kebohongan.“Bagaimana bisa dikatakan sebagai sebuah kebohongan?” tanyanya.
Menurutnya, jika ada orang atau pihak lain yang berpendapat berbeda, boleh saja. “Tapi tidak bisa atas dasar pendapat itu lantas pernyataan diri sembuh yang disampaikan oleh HRS kemudian dianggap sebagai kebohongan. Jikapun itu dianggap kebohongan, juga tidak serta merta dianggap sebagai tindakan pidana,” ujarnya.
Ustaz Ismail, mencontohkan ada banyak sekali pemimpin, termasuk orang nomor satu, di negeri ini yang melakukan kebohongan, namun tidak dihukum. “Apakah lantas mereka dipidana? Mengapa bila menyangkut HRS, seperti dalam kasus sebelumnya, yakni kerumunan Petamburan dan Megamendung hukum terasa sangat tajam, bahkan cenderung mengada-ada, sementara kepada yang lain, yang melakukan hal yang sama, hukum menjadi tumpul, bahkan tidak berjalan sama sekali?” bebernya.
Ia menilai kezaliman ini, melengkapi kezaliman-kezaliman sebelumnya seperti pembunuhan terhadap 6 anggota laskar FPI, pembubaran HTI, pembubaran FPI, dan banyak lagi lainnya. “Ini adalah bukti nyata dari tidak tegaknya keadilan di negeri ini,” ungkapnya.
Padahal menurutnya, esensi hukum adalah untuk mewujudkan keadilan. “Ketika keadilan tidak ada, yang ada justru hukum untuk melakukan ketidakadilan, maka hakekatnya sudah tidak ada hukum. Hukum hanya sebagai alat mengokohkan dan mempertahankan kekuasaan, seraya menindas siapa saja yang dianggap sebagai lawan dari kekuasaan,” jelasnya.
UIY menuturkan, ketika kekuasaan sudah mengangkangi hukum sedemikian sehingga hukum tidak lagi berjalan sebagaimana mestinya untuk menegakkan keadilan, maka ini menjadi bukti dari telah lahir diktatorism atau kekuasaan tirani. “Tidak ada kekuasaan tirani kecuali pasti akan berhadapan dengan rakyatnya sendiri. Cepat atau lambat,” tegasnya.
Oleh sebab itu, ia mengingatkan kewajiban umat Islam melawan kekuasaan tirani karena merupakan kemungkaran yang sangat nyata. Sebagaimana diperintahkan oleh Nabi, bila engkau melihat kemungkaran ubahlah dengan tanganmu atau kekuatanmu, kalau tidak mampu dengan lisanmu, kalau tidak mampu dengan hatimu, tapi itu selemah-lemah iman. “Kita tentu tidak ingin menjadi umat yang terkategori selemah-lemah iman,” pungkasnya. [] Achmad Mu’it