Mediaumat.info – Terkait alasan pemerintah memberikan konsesi tambang kepada ormas agar bisa mandiri dalam masalah keuangan, Ketua Himpunan Intelektual Muslim Indonesia (HILMI) Dr. Julian Sigit menyatakan agar mandiri solusinya bukan diberi konsesi tetapi harusnya pemerintah memberi anggaran dan mendampingi.
“Kalaupun itu masalahnya (banyak permintaan anggaran ormas kepada pemerintah karena dinilai kurang mandiri) harusnya dalam konteks ini peran pemerintah itu mendampingi dan memberikan agar ormas itu bisa mandiri, bukan malah diberikan legitimasi untuk hal-hal yang memang dianggap ini akan berdampak signifikan terhadap kerusakan lingkungan dan lain sebagainya,” ujar Ketua Himpunan Intelektual Muslim Indonesia (HILMI) Dr. Julian Sigit dalam Catatan Peradaban: Konsesi Tambang Buat Ormas untuk Jebakan? di kanal YouTube Peradaban Islam ID, Kamis (1/8/2024).
Karena, lanjutnya, tambang itu adalah milik umum atau milik rakyat, harusnya siapa pun itu keuntungannya itu kepada rakyat bukan kepada ormas tertentu atau individu tertentu.
“Ini catatan meskipun tadi kita tahu bahwa ada PR bahwa ormas kita itu kurang mandiri banyak proposal permintaan dana dan sebagainya,” lanjutnya.
Namanya pertambangan itu, bebernya, adalah kepemilikan umum, berbeda dengan kepemilikan individu atau kelompok tertentu, ketika dapat profit larinya itu ke individu meskipun dia itu masuk ke ormas Islam tetapi secara fakta dia akan mendapatkan bagian tertentu atau profit tertentu.
“Coba kalau diolah negara maka siapa pun yang menjadi bagian dari rakyat ini, itu akan berhak mendapatkan itu semua dan itu akan didistribusikan oleh negara. Nah, masalahnya ketika ini dikelola individu ataupun institusi tertentu maka dikhawatirkan tadi keuntungannya itu tidak bisa dirasakan oleh masyarakat secara luas atau secara umum,” tegasnya.
Padahal dalam konteks Islam, ungkapnya, yang namanya kepemilikan umum dalam konteks ini adalah rakyat, rakyat itu berhak menikmati bukan hanya segelintir pihak baik itu oligarki asing atau aseng maupun dalam konteks ini ormas Islam.
“Meskipun mereka menjustifikasi tadi daripada dinikmati oleh asing atau aseng lebih baik oleh ormas Islam, toh manfaatnya untuk kesejahteraan umat tapi itu bukan jadi kaidah fikih gitu, ya bukan jadi pembenaran masalahnya seperti itu enggak bisa jadikan seperti itu,” tuturnya.
Julian juga membeberkan dengan potensi keuntungan dari pertambangan itu kurang lebih 3000 triliun jika dikelola oleh negara maka itu menjadi sumber pemasukan yang sangat besar, tidak perlu pemerintah menaikkan atau mengurangi subsidi BBM dengan alasannya anggaran pendapatan belanja negara (APBN) tekor untuk menyubsidi, kemudian mengurangi subsidi listrik karena alasannya sama.
“Coba kalau sumber-sumber kekayaan alam yang umum itu dikelola negara tak perlu lagi kemudian ada istilahnya itu pajak, pajak dan pajak. Sekarang kan ada UMKM itu ngeri-ngeri sedap mereka dipantau oleh petugas pajak giliran dia dapat penjualan yang mencapai profit besar, ‘Wah ini target nih ya’. Dalam waktu dekat pasti ada surat undangan tuh surat cinta dari petugas kan seolah seperti itu, jadi doyan dengan yang receh-receh sementara yang besar besar ya itu justru lari entah ke mana,” jelasnya.
Harusnya, bebernya, negara hadir dalam konteks kepemilikan umum ini, karena menjadi budgeter sumber pendapatan utama negara yakni dari sektor kepemilikan umum bukan dari hasil memeras rakyatnya lewat pajak.
“Asumsi kalau hari ini APBN kita sekitar 2800-an lah artinya masih di bawah 3000 triliun kan kalau kita hitung tadi perhitungan dari Dr. Riyan itu kan diangka 3.700 triliun ya asumsi 3.000 lah mestinya dari sektor batu bara saja itu mampu menutup ya keuangan negara tidak perlu utang-utang,” pungkasnya. [] Setiyawan Dwi
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat