Oleh: Abu Inas (Tabayyun Center)
Umat Islam sedunia turut bergembira. Reuni Aksi 212 tahun ini berlangsung sukses dengan kibaran jutaan bendera tauhid. Umat bereaksi keras ketika rayah Rasulullah SAW dihinakan dengan semena-mena. Mereka bangkit menunjukkan kecintaan mereka terhadap bendera bertuliskan kalimat tauhid itu. Kalimat yang membuat mereka menjadi Mukmin dan selamat dari kekufuran.
Jutaan peserta hiruk pikuk dan bersemangat menyongsong rekatnya ukhuwah Islamiyah. Ukhuwah Islamiyah laksana perhiasan yang sangat mahal. Kita perlu mengasahnya agar makin berkilau indah dan maslahat bagi semua orang. Suasana dominan yang mereka rasakan semacam ada ‘ruh baru’ yang mempersatukan pada reuni 212, sehingga jutaan orang ikhlas mengerahkan tenaga dan dananya untuk berkumpul dan bersilahturahim di Monas.
Untuk kesekian kalinya umat Islam menunjukkan jati diri mereka sebagai umat yang satu. Umat yang memiliki akidah yang sama, akidah Islam. Walaupun berbeda organisasinya dan tak sama madzhabnya, tetapi mereka bisa bersatu dalam gerak yang sama.
Selanjutnya, kita cermati spirit aksi 212 adalah spirit kembali ke jalan Allah. Maka sudah sepatutnya kaum Muslim membuang jauh-jauh sekularisme. Mengapa? Sebab, sekularisme justru menjauhkan diri manusia dari kedudukannya sebagai seorang hamba Allah. Bahkan sekularisme menempatkan manusia sejajar dengan Tuhan.
Pasalnya, sekularisme pada dasarnya adalah akidah yang hanya mengakui Tuhan dari sisi eksistensi (keberadaan)-Nya saja, tidak mengakui otoritas (kewenangan)-Nya untuk mengatur manusia. Dengan kata lain, sekularisme hanya mengakui keberadaan agama, tetapi menolak kewenangan agama untuk mengatur kehidupan. Dalam pandangan sekularisme, hak mengatur manusia atau hak membuat aturan bagi kehidupan manusia mutlak ada pada manusia itu sendiri, bukan pada Tuhan/agama. Hak ini kemudian mereka wujudkan dalam demokrasi, yang menempatkan kedaulatan manusia (kedaulatan rakyat) di atas kedaulatan Tuhan.
Dari sini lahirlah ideologi Kapitalisme, yang berisi seperangkat aturan yang khas, yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Saat ini, justru Kapitalismelah—dan bukan Islam—yang diterapkan di tengah-tengah kehidupan umat Islam saat ini, termasuk di negeri ini.
Padahal fakta telah membuktikan bahwa peraturan–peraturan yang dibuat manusia—karena lebih didasarkan pada kecenderungan dan hawa nafsunya—telah melahirkan banyak ekses negatif, kerusakan dan kekacauan. Itulah yang terjadi saat ini ketika hak membuat aturan/hukum diberikan kepada manusia (rakyat) melalui mekanisme demokrasi.