Hikmah di Balik Perppu
Jika tidak setuju dengan Ide yang ditawarkan, jadilah seperti Hisyam bin Amr yang menentang kedzaliman
Oleh : Ahmad Sakhroni – Orang Biasa
Tiga tahun lamanya Rasulullah, para sahabat, dan kerabat dari Bani Hasyim dan Bani Al Muthalib diembargo oleh kaum Qurays. Perjanjian embargo itu menyatakan bahwa semua kabilah dilarang untuk melakukan pernikahan, jual beli, pertemanan, berkumpul dan memasuki rumah mereka. Termasuk berbicara dengan mereka, kecuali jika secara suka rela umat Islam dan kedua bani itu menyerahkan Muhammad untuk dibunuh.
Syaikh Shafiyyurahman Al Mubarakfuri dalam kitabnya Ar Rahiqul Makhtum, menyebutkan bahwa sejatinya dalam hati orang-orang kafir Quraisy sendiri terbagi antara yang setuju dan tidak setuju dengan piagam embargo tersebut. Nyatanya, setelah berjalan tiga tahun atas kuasa Allah Swt, pada bulan Muharam tahun ke sepuluh kenabian papan embargo sudah terkoyak dan isinya telah terhapus.
Sebelumnya lima orang tokoh Quraisy berinisiatif untuk membatalkan pembatalan shahifah (nota perjanjian) itu. Disebutkan oleh Ibn Hisyam dalam kitab Sirah Nabawiyah bahwa tokoh yang berperan dalam merencanakan perobekan shahifah itu adalah Hisyam bin Amr Rabiah bin Al Harits bin Habib bin Nashr bin Malik bin Hisl bin Amir bin Luai, bersama dengan keempat kawannya, Zuhair bin Abu Umaiyah, Al Muth’im bin Adi, Abu Al Bakhtari bin Hisyam dan Zam’ah bin al Aswad bin Al Muthalib.
Muth’im bin Adi yang akhirnya berhasil mendekati naskah itu di dalam Ka’bah mendapati bahwa shahifah itu telah dimakan rayap dan isinya hanya tinggal kalimat “Bismika Allahuma”, dan setiap bagian yang ada kata “Allah”. Kalimat lainnya habis dimakan rayap. Alhasil, piagam itu robek dan batal pula penerapannya. Sehingga masa pemboikotan terhadap Rasulullah, umat Islam serta Bani Hasyim dan Bani Al Muthalib berakhir sudah.
“dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. dan Allah Sebaik-baik pembalas tipu daya.” (QS. Al Anfal [08]: 30)
Pun yang terjadi sekarang, dengan disahkannya PERPPU no. 2 thn 2017 tak ubahnya seperti perjanjian Shahifah (nota perjanjian) para pembesar Quraisy.
Perppu tersebut telah memboikot salah satu ormas Islam tidak leluasa mengembangkan dakwahnya. Para pengembannya diintimidasi seolah-olah mereka para penjahat yang merongrong negeri, bahkan nyaris kehilangan pekerjaan tempat mengais nafkahnya. Siapapun yang membelanya dianggap KRONI dan harus bernasib sama dengan mereka.
Tetapi… selalu ada hikmah dibalik peristiwa, pengesahan PERPPU ini setidaknya menorehkan beberapa hal :
- bagi perjalanan dakwah Islam peristiwa ini justru mendatangkan kebaikan yang sangat besar. “Sungguh Allah telah memperkuat posisi dakwah ini melalui tangan penguasa dzolim”, PERPPU ini telah menjadi pencegah bagi masuknya orang-orang yang memiliki tujuan kotor ke dalam sebuah gerakan islam. Tidak mungkin orang-orang yang rakus dengan gemerlapnya dunia akan masuk ke dalam ormas tersebut, kecuali orang-orang yang hatinya telah terbakar oleh panasnya iman. Dibutuhkan keikhlasan dan kesabaran yang tinggi untuk bisa tetap dalam barisan.
- munculnya perubahan pandangan dari sebagian penduduk negeri yang mempunyai hati dan perasaan islami terhadap Ormas ini. Penilaian yang objektif dan positif. Menjadikan mereka sebagai pembela bagi kelompok yang terdzalimi. Satu persatu bermunculanlah penolakan terhadap PERPPU tersebut, baik dari individu, tokoh, ulama, akademisi, pegiat HAM, partai politik dan kelompok organisasi lainnya.
Inilah yang bisa ditangkap dari tindakan yang dilakukan oleh Hisyam bin Amr, bersama keempat kawannya yang akan merobek naskah perjanjian sehingga menginspirasi yang lainnya untuk menolak perjanjian itu. ujungnya, suara-suara penentangan terhadap tindakan yang menzalimi Rasulullah dan pengikutnya mulai bermunculan.
- Tersebarnya opini dakwah, terlepas dari setuju tidaknya terhadap ide-ide yang ditawarkan ormas ini, yang jelas hal ini (Syariah dan Khilafah) kini sudah tidak asing lagi, menjadi wacana, perbincangan, diskusi di tengah masyarakat, tokoh, ulama, elit politisi, dan lainnya…
Dan yakinlah, fajar kemenangan sebentar lagi akan datang, sebagaimana yang telah dijanjikan… Tsumma takunu Khilafan ala minhajinnubuwwah…[]