Setelah Bai’at ‘Aqabah II (622 M.), kaum Anshar menjadi kekuatan dengan jumlah yang signifikan di Yatsrib, sehingga hal itu menjadikan suasana umum di sana siap untuk menerima Islam. Mereka menerima dan siap untuk memberikan pertolongan kepada Rasulullah saw. serta siap untuk melindunginya sebagaimana mereka melindungi para istri, anak-anak dan harta mereka. Setelah semua hal-hal besar yang terjadi dalam waktu yang sangat singkat ini, maka perintah datang kepada Rasulullah saw. untuk berhijrah ke Yatsrib.
Rasulullah saw. tidak berhijrah ke Madinah karena takut akan dirinya sendiri di Mekah, juga tidak untuk melindungi diri dari penyiksaan kaum kafir Quraisy, semua itu tidak masuk dalam hal yang diperhitungkannya. Namun, perhatian dan kesibukannya dengan hijrah ini adalah untuk peralihan aktivitas dakwahnya dari fase murni dakwah ke fase penerapan secara praktis. Sebab betapapun kreatifnya ide-ide teoritis namun tidak diterapkan secara praktis, maka itu semua tidak ada artinya. Sehingga setelah berbagai peristiwa dan fakta membuktikan bahwa masyarakat Mekah membeku dalam menghadapi dakwah Islam, maka perlu untuk berhijrah ke Yathrib, di mana Yatsrib telah menyediakan tempat yang cocok untuk peluncuran dakwah dengan berdirinya negara, yaitu negara Islam, setelah sebagian besar penduduknya memeluk agama baru, dan Islam telah menyebar di hampir jika tidak di katakan di seluruh sendinya, yang semuanya tercermin dalam Bai’at ‘Aqaba II, di mana para pemimpin Yatsrib berbai’at kepada Rasulullah saw. bahwa mereka akan melindungi Rasulullah saw. seperti halnya mereka melindungi para istri dan anak-anak mereka, sementara surga adalah balasan bagi mereka.
Rasulullah saw. tiba di Yatsrib disambut oleh kaum Ansar dengan memegang gagang pedang mereka yang menunjukkan bahwa mereka siap untuk melindungi Rasulullah saw. dan dakwahnya, untuk memulai era baru dan periode baru. Dengan demikian, kaum Muslim menjadi berada dalam keadaan yang diselimuti kekuatan dan kemuliaan, setelah sebelumnya mereka berada dalam kehinaan dan direndahkan, sebab mereka telah memiliki negara. Rasulullah mulai menerapkan hukum-hukum Islam, dan mengatur urusan negara yang baru berdiri. Beliau membentuk tentara, menjaga perbatasan, dan berbuat adil di antara rakyat, bahkan beliau menerapkan sistem terbaik dalam memelihara urusan rakyat, tanpa memandang agama dan ras mereka. Bagaimana tidak dikatakan “yang terbaik”, sementara ia adalah sistem yang berasal dari Tuhan semesta alam yang mengetahui setiap yang baik untuk manusia dan apa yang buruk untuk mereka, karena Dialah yang menciptakan mereka, sehingga Dia mengetahui kondisi dan keadaan mereka. Dengan demikian, rakyat akan diselimuti rasa bahagia, kondisi mereka menjadi baik, serta diwarnai keadilan dan kebenaran dalam setiap aspek urusan kehidupan mereka.
Sungguh, hijrahnya Nabi saw. merupakan titik balik sejarah yang menentukan, yang mengubah jalannya sejarah, sehingga inilah yang membuat Khalifah kedua, Umar bin Al-Khattab r.a. ketika ingin menetapkan awal penanggalan untuk negara Islam, dengan menggunakan sejarah hijrahnya Nabi saw. karena peristiwa ini memiliki arti penting, serta hikmah dan pelajaran yang terkandung di dalamnya. Jadi, peringatan hijrahnya Nabi saw. ini jauh dari sekadar upacara dan perayaan pada hari-hari tertentu, serta kesempatan yang dimanfaatkan rezim untuk menyesatkan kaum Muslim dari dakwah serius yang diembannya, yaitu berjuang untuk menegakkan kembali negara Khilafah, di mana rezim mengumumkan hari libur resmi dan mengadakan berbagai perayaan, dengan menjauhkan kaum Muslim dari meneladani peristiwa terbesar yang terjadi dalam sejarah mereka, yaitu berdirinya negara Islam pertama yang dicatat dalam lembaran-lembaran terbesar sejarah pemerintahan, sejarah umat manusia, serta kebanggaan dan kejayaan umat Islam yang dibanggakan oleh semua bangsa, di samping keberadaan beliau saw. sebagai Nabi dan Rasul, juga sebagai penguasa yang menerapkan hukum Tuhannya dan sistem yang diridhai-Nya bagi hamba-hamba-Nya.
Bertemunya komponen-komponen ini (yakni adanya dukungan rakyat, pemilik kekuasaan, dan pembawa proyek politik) adalah alasan hijrahnya Nabi saw. ke sana, dan berdirinya negara Islam pertama di Madinah. Hijrahnya Nabi saw. mendirikan negara terbesar dalam sejarah, dengan dipimpin oleh orang terbesar dalam sejarah, sehingga membentuk masyarakat terbaik dalam sejarah, peradaban terbesar dalam sejarah, dan negara paling kuat dalam sejarah.
Pada peringatan hijrahnya Nabi saw. ini, Hizbut Tahrir membangkitkan semangat Anda untuk berjuang bersama dengan Hizbut Tahrir guna membangun gedung besar ini, yaitu Khilafah yang akan menyelamatkan umat manusia dari kesulitan dan kesempitan dalam semua aspek kehidupan, yang semua itu wajar terjadi setelah runtuhnya negara Khilafah, dan diterapkannya sistem kapitalis sekuler di mana kaum Muslim menjadi obyeknya penerapannya.
Untuk itu, jadikanlah peringatan hijrahnya Nabi saw. ini sebagai motivasi bagi kita untuk berjuang dengan usaha maksimal dan semakin memacu langkah guna menegakkan kembali Khilafah Rasyidah ‘ala minhājin nubuwah.
﴿إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ * لِمِثْلِ هَذَا فَلْيَعْمَلِ الْعَامِلُونَ﴾
“Sungguh, ini benar-benar kemenangan yang agung. Untuk (kemenangan) serupa ini, hendaklah berusaha orang-orang yang mampu berusaha.” (QS. Ash-Shaffat [37] : 60-61). [Al-Ustadz Abdul Khaliq Abdun Ali]
Sumber: alraiah.net, 10/8/2022.