Oleh : Achmad Fathoni (Direktur el-Harokah Research Center)
Sebagaimana diberitakan di laman www.gelora.co pada 6/5/2019 bahwa mantan Kepala Badan Intelijen Negara, Abdullah Mahmud Hendropriyono (AMH), menyatakan, “Saya ingin memperingatkan bangsa Indonesia, WNI keturunan Arab, supaya sebagai elit yang dihormati masyarakat cobalah mengendalikan diri. Jangan menjadi provokator, jangan memprovokasi rakyat”, kata Hendropriyono. Lebih lanjut dia juga menyatakan, “Rakyat kita, apa yang dikatakan orang yang dikagumimya, mereka mengikuti saja, dan bisa tersesat karenanya, itu yang ingin saya ingatkan,” lanjut mantan Pangdam Jaya itu saat diwawancarai di Kantor Lemhanas Jakarta Pusat, Senin, 6 Mei 2019 (http://www.gelora.co/2019/05/hendropriyono-habib-rizieq-dan.html).
Tentu saja, pernyataan dan sikap tersebut patut disayangkan oleh publik, terutama umat Islam. Karena pernyataan tersebut sangat arogan, tendensius, dan rasialis. Seharusnya pernyataan itu tidak keluar dari lisan seorang tokoh nasional, yang semestinya memberikan teladan yang baik dalam bersikap dan bertutur kata. Oleh karena itu, umat Islam yang menjadi elemen terbesar dari bangsa ini harus melakukan amar ma’ruf nahi mungkar kepada penguasa dan siapapun yang berbuat zalim terhadap umat Islam. Ada tiga hal yang harus dinasehatkan oleh Umat Islam kepada AMH dan harusnya dipahami juga oleh para pemimpin negeri ini.
Pertama, menuduh WNI keturunan Arab, yang merupakan bagian dari umat Islam di negeri ini, sebagai pihak yang menjadi provokator di masyarakat, merupakan tindakan yang sangat gegabah, tendensius, tanpa dasar, dan rasialis, serta bisa ditengarai termasuk ujaran kebencian dengan unsur SARA (Suku, Ras, dan Antar golongan). Yang hal itu sering dituduhkan oleh rezim ini kepada umat Islam yang kritis terhadap sepak terjang rezim. Sementara itu di saat yang sama rezim saat ini juga sering memberikan stigma negatif terhadap umat Islam yang berjuang mengembalikan peran Islam dalam mengatur bangsa dan negara ini dituduh anti Kebhinekaan. Jika demikian realitasnya, pertanyaan besarnya siapa sebenarnya yang anti kebhinekaan dan melanggar SARA itu?.
Kedua, tuduhan WNI keturunan Arab sebagai pihak yang bermasalah, adalah tindakan yang tidak sejalan dengan fakta historis negeri ini. Dalam sejarahnya, negeri dan bangsa ini sangatlah berhutang budi terhadap kaum muslim keturunan Arab. Yang menyelamatkan Bendera Pusaka saat agresi militer Belanda II tahun 1948 adalah kaum muslim keturunan Arab, Mayor Husein Muthahhar. Beliau juga pengarang lagu perjuangan “Dirgahayu Indonesiaku” juga lagu “Hymne Syukur” dan “Mars Pramuka”. Lambang Garuda Pancasila, dibuat oleh Muslim keturunan Arab, Syarif Abdul Hamid al-Kadrie (Sultan Pontianak). Salah satu pendiri bangsa ini adalah Muslim keturunan Arab, AR. Baswedan,anggota Badan Persiapan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan pernah menjabat wakil menteri penerangan pada tahun 1946. Juda ada Sultan Kasim II (Muslim keturunan Arab) yang pernah menyerahkan mahkota, istana, dan hampir seluruh kekayaan kesultanan Siak Sri Indrapura kepada Pemerintah RI uang sebesar 13 juta gulden (yang setara dengan 1.000 triliun rupiah). Harta yang tak ternilai harganya itu diberikan secara cuma-cuma kepada Presiden RI pertama, Ir. Sukarno, juga lapangan minyak Stanvac yang menjadi pemasukan utama negeri ini selama lebih dari setengah abad yang lalu.
Lebih dari itu, pada masa perjuangan melawan penjajahan Belanda di Nusantara, telah dilakukan oleh organisasi Islam yang pertama yang didirikan oleh kaum muslimin keturunan Arab yaitu Jam’iyat Khair. Organisasi yang pertama di Nusantara itu didirikan pada 17 Juli 1905, yang tujuan utamanya adalah melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda di Nusantara.
Ketiga, seharusnya AMH dan pemegang kekuasaan di negeri ini mengingat kembali dan memperhatikan peringatan dari Allah SWT dalam Al-Qur’an: “Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum ‘Ad, yaitu penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi, yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu di negeri lain, terhadap kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah, dan terhadap kaum Fir’aun yang mempunyai pasak-pasak (tentara yang banyak), yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri, lalu mereka berbuat kerusakan dalam negeri itu, karena itu Tuhanmu menimpakan kepada mereka cemeti azab” (QS. Al-Fajr [89]: 6-13). Ayat ini mengisahkan akhir kehidupan tiga bangsa yang arogan, berlaku zalim, dan sewenang-wenang, melakukan pembangkangan, dan suka berbuat kerusakan. Mereka tidak saja mendustakan rasul dan mengingkari risalahnya. Mereka pun berupaya keras menghalangi dakwahnya. Berbagai cara mereka tempuh, mulai dari penyebaran opini negatif terhadap dakwah dan para pengembannya hingga cara-cara fisik yang keji yaitu penyisaan dan pembunuhan. Akan tetapi, semua upaya mereka gagal total. Mereka semua akhirnya justru binasa dilibas azab dari Allah SWT yang maha dahsyat. Kekuatan, kebesaran, dan kekuasaan yang mereka banggakan sama sekali tak kuasa melindungi mereka dari azab Allah SWT.
Dalam sejarah panjang kehidupan manusia, mereka tidak sendiri. Dalam ayat Al-Qur’an, amat banyak dikisahkan kesudahan dan akhir bangsa-bangsa yang arogan. Bangsa-bangsa yang memiliki sikap dan perilaku seperti mereka akhirnya mengalami nasib yang sama. Mereka semua, sekali lagi mereka semua tanpa kecuali merasakan pedihnya azab dari Allah SWT di dunia dan akhirat.
Dengan demikian, tuduhan arogan dan rasialis yaitu tuduhan WNI keturunan Arab yang dianggap sebagai provokator, yang membuat gaduh di tengah-tengah masyarakat, itu sama dengan menuduh umat Islam sebagai pihak yang suka membuat onar. Jelas itu merupakan tuduhan keji dan tanpa dasar, dan melanggar SARA. Maka tuduhan itu harus segera dihentikan dan dicabut. Karena tuduhan tersebut bertentangan dengan fakta dan justru menjadi pemicu kegaduhan di masyarakat. Yang bisa ditengarai sebagai penyebab utama perpecahan di tengah-tengah masyarakat dalam situasi perpolitikan yang tidak menentu seperti saat ini. Wallahu a’lam.[]