Oleh : Achmad Fathoni | Direktur el-Harokah Research Center
Pakar Hukum Pidana Profesor Romli Atmasasmita dalam cuitannya di twitter menanggapi aksi pembubaran pengajian Felix Siauw oleh sekelompok ormas yang menamakan diri mereka Ansor dan Banser. Profesor Romli menyarankan agar pihak yang berkeberatan dengan aksi sepihak tersebut melaporkan ke polisi dengan menggunakan ajuan Perppu Ormas yang baru saja disyahkan. Profesor Romli juga menyebutkan bahwa Banser, Ansor dan kelompok yang ikut-ikutan membubarkan pengajian, bisa dibubarkan pemerintah. “Lapor polisi pake Perppu Ormas yang baru disahkan. Itu nsudah melanggar Pasal 59 ayat 3c jika ormas pelakunya. Jika perorangan dikenakan KUHP,” tulis Profesor Romli (http://www.radarpribumi.com/2017/11/telak-bubarkan-pengajian-profesor-ini.html?m=1)
Hal senada disampaikan Prof Mahfud MD menyusul berita Banser Bangil, Pasuruan membubarkan ceramah Ustadz Felix Siauw yang akan mengisi pengajian akbar bertajuk Antara Wahyu dan Nafsu, di Masjid Manarul Islam Gempeng, Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, Sabtu (4/11/2017). “Memang begitu. Itukan peristiwa. Kalau melanggar hukum dan merampas wewenang aparat hukum dan keamanan ya bisa ditindak. Apa masalahnya?” Kata mantan Ketua MK Prof Mahfud MD di akun Twitter-nya @mohmahfudmd. Mahfud berkomentar seperti itu sewtelah mendapat pernyataan dari akun Twitter @Firmanelfaruq: “GP Ansor dan Banser bisa ditindak sesuai pasal dalam UU Ormas, mengambil peran penegak hukum (kepolisian) suka bubarin kajian Islam. Guru besar UII itu menyatakan, ormas tidak bisa membubarkan sebuah acara termasuk pengajian. “Tapi tetap tidak boleh dibubarkan oleh ormas. Yang boleh bertindak hanya polisi negara. Kalau ormas bisa bertindak sendiri-sendiri nanti bisa anarkis,” jelasnya (http://suaranasional.com/2017/11/06/prof-mahfud-md-tindakan-banser-melanggar-hukum/)
Memang “tregedi” Bangil Pasuruan Sabtu, 4 November 2017 patut disayangkan oleh semua pihak. Pasalnya, tragedi tersebut melibatkan sesama umat Islam. Yang sejatinya mereka adalah bersaudara, dan diperintahkan oleh ajaran Islam untuk saling menguatkan satu dengan yang lain. Bukan malah saling bermusuhan, berkonfrontasi, dan bertikai. Jika memang ada perbedaan pandangan terhadap satu pemikiran dan pemahaman (keislaman), maka sikap yang bijak adalah dengan cara-cara damai, musyawarah, tabayyun (klarifikasi), dan berprasangka baik satu dengan yang lain. Dalam hal ini, publik patut meneladani sikap ulama’, yang merupakan pewaris para Nabi, yang layak dijadikan contoh dalam menyikapi perbedaan pandangan di antara umat Islam. Sebagaimana yang pernah dicontohkan ulama’ panutan kita, Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, salah satu ulama’ Pendiri Ormas NU, pernah mengingatkan bahwa umat Islam harus menjauhkan sikap fanatik buta terhadap kelompok. Sebagaimana yang pernah beliau sampaikan saat merespon adanya benih-benih “ketegangan” di tengah-tengah elemen umat Islam di masa itu. Ketika muncul pertentangan sesama tokoh Islam akibat perbedaan pendapat tentang madzhab, beliau menulis surat terbuka bertajuk Al-Mawaizh yang dibacakan pada Muktamar NU ke XI di Banjarmasin tahun 1935, lalu disebarluaskan kepada seluruh ulama’ di Indonesia. Isinya adalah anjuran untuk ishlah, meninggalkan fanatisme buta dan mengesampingkan perbedaan pendapat dalam hal-hal yang tidak prinsip guna menghindari perpecahan yang merugikan umat Islam sendiri. Menurut beliau, bila umat Islam pecah, maka yang diuntungkan adalah orang lain, terutama kaum penjajah, yang ingin menancapkan kukunya di bumi pertiwi (Sumber: KH. M. Hasyim Asy’ari Figur Ulama’ dan Pejuang Sejati, Penerbit: Pustaka Warisan Islam, tahun 2007). Begitulah seharusnya sikap umat Islam saat ini maupun ke depan. Sehingga kerukunan, ukhuwah Islamiyah, keharmonisan, persatuan, dan kesatuan di antara elemen umat Islam bisa saling terjaga.
Untuk menjadi perhatian bagi semua elemen umat Islam bahwa para pendengki Islam tidak akan pernah berhenti membuat umat Islam itu saling “bertikai”. Jelas tujuannya adalah agar umat Islam tetap lemah dan terpinggirkan. Karena mereka berkeyakinan jika umat Islam bersatu, maka akan menjadi kekuatan adidaya dunia yang sulit terkalahkan, yang bisa melibas eksistensi para pendengki Islam sampai ke akar-akarnya. Sebagaimana dahulu umat Islam bisa bersatu dalam naungan Khilafah Islamiyah. Oleh karena itu mereka masih yakin strategi politik Devide Et Impera (memecah belah/adu domba) masih sangat efektif dimainkan di dunia Islam. Adalah Rand Corporation, sebuah lembaga yang dibiayai oleh Gedung Putih. Paling tidak ada tiga hal yang disorot yakni penanganan konflik Timur Tengah, terorisme, dan radikalisme Islam, serta penanganan fundamentalisme Islam. Intinya negara super power tersebut tidak ingin Islam tampil sebagai kekuatan riil dalam sebuah negara.
Lebih jauh dalam penanganan fundamentalisme Islam, Rand Corporation pada tahun 2007 telah mengeluarkan sebuah laporan setebal 217 halaman yang berjudul Building Moderate Muslim Network. Dalam laporan yang terdiri atas sepuluh bab tersebut, Rand Corporation mengungkapkan latar belakang dilakukannya kajian ini, di mana ada ketidakseimbangan kekuatan antara kalangan radikal-fundamental dengan kalangan moderat-liberal. Selanjutnya lembaga tersebut memerinci langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk menggempur kalangan yang mereka kelompokkan sebagai fundamentalis yakni mendukung kelompok modernis, mendukung kelompok tradisionalis dalam menentang kaum fundamentalis, mengkonfrontir dan menentang kaum fundamentalis, dan mendukung kaum sekuler secara selektif. Dokumen itu menunjukkan politik adu domba sebagai jalan untuk melemahkan Islam. Politik pecah belah dilaksanakan oleh media massa yang punya link dengan negeri “paman sam” itu baik secara langsung maupun tidak langsung (Sumber: http://www.suara-Islam.com).
Berdasarkan laporan tersebut terutama dalam hal “mendukung kelompok tradisionalis dalam menentang kaum fundamentalis” tampak sangat jelas terjadi pada “tragedi Bangil” tersebut. Kelompok tradisional (yang direpresentasikan GP Ansor beserta Bansernya) dihadapkan face to face dengan pihak yang mereka sebut kelompok fundamentalis (yang direpresentasikan oleh Ustadz Felix Siauw). Seharusnya ketengangan pada “tragedi Bangil” tersebut bisa dihindari, manakala semua elemen umat Islam tidak mengikuti dan terjebak skenario yang dibuat oleh para pendengki Islam. Yang pada akhirnya kerugian moral dan spiritual yang sangat besar ada di pihak umat Islam. Tentu yang sangat diuntungkan ketika terjadi “ketegangan” di antara umat Islam adalah para pendengki Islam. Sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari (pada tahun 1935): “Bila umat Islam pecah, maka yang diuntungkan adalah orang lain, terutama kaum penjajah, yang ingin menancapkan kukunya di bumi pertiwi“. Itulah yang seharusnya dijadikan pegangan dan panduan oleh semua elemen umat Islam sehingga tidak masuk skenario negara-negara penjajah yang memang sengaja menerapkan politik devide et impera terhadap umat Islam kapan pun dan di mana pun berada. Maka sikap yang tepat adalah waspada dan tidak terjebak terhadap “rencana jahat” mereka terhadap umat Islam.
Untuk itu, ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh semua pihak agar ke depan tragedi “ketegangan” di antara umat Islam bisa dihindari dan tidak terulang lagi antara lain. Pertama, Para pemimpin di negeri muslim, termasuk di Indonesia, harus bersikap adil dan lemah-lembut terhadap umat Islam. Sebagaimana perintah Allah SWT (dengan terjemah dalam bahasa Indonesia): “…Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil, berlaku adil-lah, karena adil itu lebih dekat dengan takwa” (QS. Al-Maidah: 8). Juga sabda Nabi SAW: “Ya Allah barang siapa yang mengurus sesuatu dari urusan umatku lalu dia menyulitkan mereka, maka sulitkanlah dia. Dan barang siapa yang mengurus sesuatu dari urusan umatku lalu dia bersikap lemah-lembut pada mereka, maka perlakukanlah dia dengan lemah-lembut (HR. Imam Muslim, Shahih Muslim, juz III hal. 1458). Janganlah mengikuti skenario negara-negara penjajah yang sengaja ingin memecah belah elemen bangsa ini, terutamana elemen umat Islam, yang merupakan mayoritas di negeri ini. Yang secara historis umat Islam-lah yang memberikan andil besar terhadap kemerdekaan bangsa ini.
Kedua, Para ulama’ harus memerankan diri sebagai hamba yang paling takut kepada Allah SWT, sebagai pewaris para Nabi, yang senatiasa menasehati penguasa ketika menyimpang dari jalan Islam serta membimbing umat agar tetap berada dalam naungan Islam. Sebagaimana Firman Allah (dengan terjemah dalam bahasa Indonesia) : “Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya adalah para ulama” (QS. Al-fathir: 28). Juga sabda Nabi SAW: “…Dan sesungguhnya keutamaan orang alim atas hamba adalah layaknya keutamaan bulan purnama jika dibandingkan dengan bintang-bintang, dan sesungguhnya ulama’ adalah pewaris nabi, para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham tetapi para nabi mewariskan ilmu” (Sunan Abu Daud juz XI hal 34).
Ketiga, Elemen umat Islam hendaknya terus memupuk ukhuwah Islamiyah dan berpegang tali agama Allah serta menjauhkan sikap perpecahan di antara sesama elemen umat Islam. Sebagaimana Firman Allah (dengan terjemah dalam bahasa Indonesia): “Dan berpegang teguhlah kalian pada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kalian dulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hati kalian, lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara, dan kalian sudah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk” (QS. Ali Imran: 103). Maka sudah saatnya umat Islam menggalang persatuan dan kestuan demi tegaknya izzul Islam wal muslimin. Wallahu a’lam.[]