Mediaumat.news – Aktivis HAM Haris Azhar memberikan nilai tiga kepada rezim Jokowi dalam bidang hukum dan HAM selama tahun 2020.
“Jadi kalau Anda tanya angkanya dari sisi HAM dan hukum, saya kira-kira memberi poin tiga (dari maksimal 10),” ujarnya dalam acara Diskusi Online Media Umat: 2020, Rapor Jokowi Merah? Ahad (27/12/2020) di kanal YouTube Media Umat.
Menurut Haris, ada empat hal yang dominan terkait rapor rezim Jokowi selama tahun 2020. Pertama, soal pandemi. Di sini kelihatan betul tata kelola pemerintah antar bagian itu tidak jalan dalam negara.
“Pagi menteri ini ngomong ini, siang ngomong apa, sorenya presiden ngomongin apa, malamnya juru bicara membantah omongan apalagi. Dan itu artinya ketidaksatupaduan,” ucapnya.
Haris mengatakan kesehatan itu adalah hak asasi, jadi bagaimana negara mengelola kesehatan itu bukan hanya menjadi regulator tapi juga fasilitator untuk memastikan ada upaya yang signifikan mengelola pandemi.
Kedua, represifitas atas nama pandemi. Artinya, kalau untuk kepentingan kekuasaan berkumpul boleh, tapi jika membahayakan kekuasaan berkumpul dilarang. Haris mencontohkan orang berkumpul menolak UU Omnibus Law dilarang, tapi saat Pilkada orang dijadikan sasaran kampanye atau orang malah dimobilisasi untuk kumpul.
Ketiga, Omnibus Law —yang disebut Haris— bencana lain selain pandemi. Ia menyebut dari sisi metodologi UU Omnibus Law ini ada yang salah. Dengan terburu-burunya pembuatan UU ini menunjukkan ketidakcerdasan negara, semakin dipaksakan semakin kelihatan tidak cerdas.
Keempat, Haris memberikan catatan khusus terkait Papua. Papua situasinya sangat buruk hari demi hari, angka kekerasan cukup tinggi. Dalam beberapa pekan ini banyak ditemukan orang asli Papua meninggal dalam keadaan yang mengenaskan.
Terakhir, ia mengatakan, Indonesia sedang mengalami defisit atau serangan terhadap partisipasi publik. Ia melihat dari sisi politik tidak ada oposisi. Dan dua kelompok yang paling dominan mengisi posisi oposisi adalah mahasiswa dan ormas Islam.[] Agung Sumartono