Harga-Harga Melonjak Naik dan Dimulainya Penerapan Pajak di Arab Saudi

Arab Saudi dan UEA menerapkan pajak “nilai tambah” dan tingginya harga bahan bakar di Kerajaan (CNN Arabic, 1/1/2018).

*** *** ***

Sebagaimana yang diketahui dalam sistem kapitalis, bahwa kenaikan harga dan penerapan pajak atas masyarakat merupakan tradisi sistem ini di berbagai negara yang menerapkannya, seperti keadaan—yang amat disayangkan—juga terjadi di bawah pemerintahan Salman dan anaknya, dimana mereka menerapkan kapitalisme dan membuka pintu-pintu proyeknya untuk mengendalikan leher rakyat dan negara. Mereka berdua ini bukan yang pertama, namun mereka yang paling berani di antara pendahulu mereka di antara keluarga Saud selama beberapa dekade terakhir.

Selama tiga tahun terakhir, sejak Salman berkuasa di Arab Saudi, maka efek mengerikan dari diterapkannya kapitalisme telah mulai menghantui masyarakat, penghidupan dan semua aspek kehidupannya. Dalam hal ini, negara telah menjadi kanker yang menghisap keringat dan darah masyarakat. Negara telah berubah dari negara yang mengayomi dan memakmurkan rakyat hingga rakyat diam, menjadi negara penghisap rakyat dan mengambil apa yang ada di kantong-kantong mereka. Terkait pajak dan pungutan pemerintah, sungguh beberapa pungutan bertambah hingga lebih dari sepuluh kali lipat, seperti pungutan visa kunjungan, serta pungutan visa haji dan umroh, termasuk pengenalan pajak baru, seperti pajak tanah putih (tanah tanpa bangunan), pajak pertambahan nilai (PPN) 5%, pungutan tempat tinggal, lahan dan pekerja asing. Pemerintah juga mulai menjalankan cara para kapitalis dengan menaikkan subsidi untuk turunan minyak dan energi, akibatnya harga bahan bakar naik hampir 200%, harga listrik naik lebih dari 350%, harga air naik hampir 100%, dan lebih banyak lagi. Dan pemerintah masih mengatakan bahwa kita berada di awal perjalanan, di mana keadaan ini akan terus berlanjut dengan kenaikan-kenaikan ini sampai tahun fiskal 2023, sesuai dengan rencananya, yang berarti bahwa kenaikan harga saat ini dan pajak hanyalah bagian pertama dari rencana tersebut, sehingga komplikasi selanjutnya akan seperti sebelumnya dan bahkan lebih dari sekedar penghisapan.

Dalam suasana yang rumit ini, dan dengan dimulainya tahun 2018, di mana dimulainya pembayaran pajak baru, para ulama salathin (corong penguasa) dan tukang khutbahnya sedang blusukan untuk mengetuk pikiran masyarakat dengan pidato mereka yang menggema, yang mengajak masyarakat untuk sabar dan menunggu, bahkan beberapa dari mereka menyalahkan masyarakat atas kenaikan ini karena dosa dan kesalahan mereka, agar masyarakat berkontribusi terhadap kejahatan pemerintah, lalu perhatian masyarakat tertuju pada pemerintah. Bahkan keadaannya sampai pada titik yang membuat mereka tidak lagi punya malu dengan membuat pernyataan untuk menyinari halaman pemerintah dan membanggakan prestasinya, membenarkan perkara haram yang dilakukan pemerintah, serta menghalalkan pajak dan pungutan yang diterapkan pemerintah, di mana Rasulullah saw bersabda dalam hal ini:

«لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسٍ»

Tidak akan masuk surga orang yang mengambil pungutan (pajak).” (HR. Abu Daud).

Bahkan keberanian dan keangkuhan mereka hingga menilai dungu dan tolol orang-orang yang mengharamkan pajak. “Sebab pajak yang dibayarkan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan pemerintah adalah boleh … itu bukan pungutan (pajak), dan itu tidak haram.” Itu yang mereka kemukakan secara umum. Dalam hal ini, seolah-olah negara tidak memiliki pendapatan lain, bahkan seolah-olah rezim Al Saud tidak pernah menjarah kekayaan negara dan rakyat sejak masa orang tua dan kakek-neneknya!

Benar bahwa syariah Islam membolehkan pajak, namun itu diberlakukan dalam kondisi Baitul Mal kaum Muslim tidak memiliki dana sama sekali yang diperlukan untuk memenuhi biaya yang wajib dikeluarkan negara, seperti pembiayaan jihad dan pengeluaran untuk orang miskin, juga dalam kasus terjadi bencana, musibah dan lainnya, sehingga kewajiban ini berpindah kepada yang mampu di antara kaum Muslim, bahwa pajak diberlakukan kepada mereka setelah memenuhi kebutuhan primer mereka, yaitu sandang, pangan dan papan, serta kebutuhan sekunder dan tersier secara layak (yakni mereka orang-orang yang kaya). Sebab Rasulullah saw bersabda:

«خَيْرُ الصَّدَقَةِ مَا كَانَ عَنْ ظَهْرِ غِنًى»

Sedekah yang terbaik adalah yang dikeluarkan dari selebihnya keperluan.” (HR. Bukhari).

Adapun realitas yang ada di kerajaan rezim Al Saud, bahwa itu semua adalah akumulasi kebijakan busuk, dari pembodohan, pencurian dan buruknya pendistribusian sampai pada era Salman, antek Amerika, di mana dia mulai menghadiahkan harta pada bapak angkatnya, Amerika, untuk mengokohkan takhtanya dan takhta anaknya setelah dirinya di kerajaan. Dengan demikian, harta itu sekarang berada di tangan musuh-musuh umat. Sehingga mereka sekarang menjadi para penjarah harta masyarakat untuk diberikan kepada tuan-tuan mereka, dan untuk memuaskan keinginan duniawi mereka yang murah. Lalu, dimana letak halalnya dalam hal ini, wahai para ulama?

Kenaikan harga dan tingginya biaya hidup adalah keniscayaan yang dihasilkan dari kebijakan kapitalisme, hal ini sama seperti yang dijalankan Salman dan anaknya di negeri Dua Masjid Suci (bilād al-haramain). Begitu juga penipuan yang dilakukan oleh Salman dan anaknya dalam kebijakan subsidi harga tinggi dan “pengurangan beban rakyat” adalah bagian skandal dari sistem kapitalisme. Sehingga ini bukan rahasia lagi rakyat di negeri Dua Masjid Suci (bilād al-haramain), bahkan mereka sadar akan semua kebijakan ini, dan mereka telah bisa membedakan antara yang jahat dan yang baik.

Sarana komunikasi elektronik dan komunikasi langsung dengan masyarakat di negeri Dua Masjid Suci (bilād al-haramain) menunjukkan pada suatu keadaan yang sedikitpun tidak memberikan ruang untuk ragu bahwa semua orang di negeri Dua Masjid Suci (bilād al-haramain) ini tidak ridha dengan semua kebijakan bodoh tersebut, dan setiap orang telah menderita akibat kerusakan besar, bahkan banyak orang di negeri Dua Masjid Suci (bilād al-haramain) yang secara terbuka mengumumkan hal ini, di mana mereka meminta pertanggung jawaban dengan mengingkari setiap keputusan tentang nasib miliaran yang dikendalikan oleh rezim Al Saud, bahkan mereka melampaui semua garis merah yang dikhawatirkan Salman dan anaknya. Mereka menyebut beberapa hal dengan nama yang jelas, tidak lagi dengan isyarat, dan sedikit demi sedikit menunjukkan kompas untuk menemukan solusi yang tepat, meski terliahat masih jauh. Dengan demikian, seolah-olah mereka sedang membebaskan diri dari belenggu penguasa mereka yang zalim untuk mencari alternatif yang adil.

Semua kebijakan bodoh ini hanya akan meningkatkan kebencian masyarakat terhadap penguasanya. Semuanya seperti bara yang terpendam di bawah abu, di mana panasnya mulai ditiup di sana-sini dan telah menjadi seperti api yang akan mendidihkan panci rezim Al Saud, serta semua penguasa zalim di berbagai negeri kaum Muslim, dan bahkan di berbagai negara di dunia yang sedang ditimpa bencana akibat sistem kapitalisme yang busuk. Apakah mereka para penguasa mau belajar dari semua ini?

Sementara satu-satunya solusi yang benar untuk semua masalah ekonomi dan politik ini, tidak ada cara lain kecuali kembali kepada sistem Islam, sebab sistem Islam ini adalah cara yang berasal dari Allah SWT, di bawah naungan negara Khilafah Rasyidah ‘ala minhājin nubuwah, yang akan menyelesaikan semua masalah manusia dan memastikan kesuksesan dan keselamatan hidupnya di dunia dan akhirat. Akan tetapi solusi ini tidak akan terjadi kecuali setelah menyingkirkan para penguasa ini dari kursi mereka, lalu mengangkat Khalifah yang bertakwa yang akan memimpin semua kaum Muslim dan menegakkan Islam di tengah-tengah mereka. [Majid al-Shaleh—negeri Dua Masjid Suci (bilād al-haramain al-syarifain)—Muhammad Bajuri]

Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 19/01/2018.

Share artikel ini: