Mediaumat.id – Terkait pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD yang menyebut ‘haram mendirikan negara seperti Nabi’, Pakar Hukum dan Masyarakat Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. menegaskan bahwa Rasulullah SAW itu uswatun hasanah.
“Bukankah Rasulullah SAW itu uswatun hasanah, suriteladan yang baik?” ungkapnya kepada Mediaumat.id, Rabu (6/3/2022).
Guru Besar Fakultas Hukum ini melanjutkan, yang pantas diteladani dari Rasulullah tidak hanya soal shalat, zakat, haji, dan puasa.
“Bukankah Rasulullah juga memberikan contoh bagaimana mengelola negara, harta, berhubungan dengan negara luar, berperang, berdagang. Apakah dikira Rasulullah itu hanya sekelas ketua RT?” ujarnya.
Prof. Suteki menilai, tidak fair bila mengharamkan khilafah dan memusuhi orang yang mempelajari serta mendakwahkannya.
“Itu tidak fair! Karena dalam sejarah selama 1300 tahun umat Islam memang dalam kepemimpinan dengan sistem kekhilafahan, apa pun bentuk dan variasinya,” cetusnya.
Bahkan, menurutnya, beberapa wilayah Indonesia sempat menjadi bagian atau wakil Kekhalifahan Utsmani, misalnya Demak, DI Yogyakarta.
“Bukankah kita juga pernah dibantu khilafah ketika melawan penjajah Belanda? Apakah kita akan melupakan begitu saja jejak kekhalifahan di negeri ini? Itu tidak fair! Itu ahistori!” tegasnya.
Selanjutnya ia menyampaikan, taruhlah sistem dan jenis kekhalifahan itu tidak baku, namun apakah sesuatu yang tidak baku itu tidak bisa diikuti.
“Kalau sekarang kita ikuti sistem pemerintahan demokrasi, apakah demokrasi juga punya bentuk baku? Negara mana yang benar-benar menerapkan sistem demokrasi yang benar? Ala Amerika, ala Rusia, China, Eropa, Asia, Afrika?” tanyanya.
Prof. Suteki pun mengatakan, andai memang sistem pemerintahan Islam itu dikatakan tidak sesuai karakter bangsa Indonesia yang majemuk, beragam, pluralistik dan lain-lain, namun pernahkah berpikir bahwa zaman Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin itu masyarakat Madinah juga homogen.
“Masyarakatnya semua Muslim? Tidak bukan? Ada yang Muslim, musyrik, kafir, dan tidak beragama juga ada. Jadi, ketika hukum Islam diterapkan, masyarakat Madinah juga plural, majemuk, beragam,” bebernya.
Kembali ia menanyakan, apakah alasan menolak ide kekhalifahan itu karena pluralitas masyarakatnya.
“Bukan itu! Alasannya ya karena kita tidak mau. Dan tentu saja banyak yang merasa terancam karena ditegakkannya hukum-hukum Allah atau hukum yang bersumber dari hukum Islam,” pungkasnya.[] Puspita Satyawati