Hapus Besaran Anggaran Kesehatan 10 Persen, Kemenkes Dikritik Praktisi Kesehatan

 Hapus Besaran Anggaran Kesehatan 10 Persen, Kemenkes Dikritik Praktisi Kesehatan

Mediaumat.id – Keputusan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang menghapus alokasi minimal anggaran kesehatan sebesar 10 persen bagi Pemerintah Pusat melalui Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Kesehatan yang baru dikritik Anggota Healthcare Professionals for Sharia (Help-Sharia) dr. Muhammad Amin, Sp.M.K., M.Ked. Klin.

“Alokasi kisaran 5 persen dari APBN Rp 2.000 triliun tidak cukup mampu memberikan pelayanan kesehatan kepada rakyat dengan baik, Jika persentasi alokasi segitu masih mau dihapus lagi, bagaimana jadinya wajah pelayanan kesehatan di tanah air?” ujarnya kepada Mediaumat.id, Selasa (13/6/2023)

Amin melihat, dengan alokasi anggaran kesehatan sekarang pada kisaran 5 persen dari APBN saja menjadikan pelayanan kesehatan terutama di level preventif sangat kurang, terbukti dengan kasus stunting (cebol) yang masih ada. Demikian pula di level kuratif, kapasitas rumah sakit yang ada tidak mencukupi.

Ia mencontohkan, hanya untuk dapat menolong persalinan saja seorang ibu harus meninggal dalam perjalanan saat dilarikan ke rumah sakit lain gegara ICU sebuah rumah sakit rujukan pertama tidak cukup ruangan dan ventilator.

Contoh lain, kata Amin, adalah masih adanya pasien cuci darah reguler yang harus mendapatkan pelayanan di rumah sakit yang jauh dari tempat tinggalnya karena rumah sakit terdekat sudah penuh kuota pasiennya.

Amin membeberkan, dalam sistem yang dipakai di Indonesia, yaitu kapitalisme hal itu wajar terjadi. Karena dalam pandangan kapitalisme, distribusi pelayanan kesehatan diserahkan kepada mekanisme pasar. Kesehatan menjadi industri yang profit oriented (berorientasi keuntungan materi).

Jadi, jelasnya, ada uang ada pelayanan. Dan hal inilah yang sangat disenangi oleh para pengusaha. Rendahnya daya beli rakyat terhadap pelayanan kesehatan disiasati dengan iuran dari rakyat yang tidak sakit melalui mekanisme asuransi kesehatan, dalam hal ini BPJS.

Terakhir, Amin mengatakan, agar rakyat dapat mengakses fasilitas kesehatan dengan murah bahkan gratis adalah dengan sistim khilafah yang menjalankan syariah Islam secara disiplin. Khilafah akan menggratiskan biaya pelayanan kesehatan rakyat.

Sebab khalifah (pemimpin negara khilafah), terangnya, menyadari sepenuhnya bahwa sebagai pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kesehatan rakyatnya oleh Allah SWT kelak di akhirat. Maka khalifah akan benar-benar memberikan pelayanan kesehatan tersebut dengan sangat baik.

“Khalifah akan di-support (dukung) dengan sistem ekonomi syariah yang kuat. Potensi pemasukan APBN syariah dari pertambangan di Indonesia sekitar Rp18.000 triliun per tahun. Maka dengan dana sebesar itu khilafah masa depan akan mampu berbuat banyak untuk melayani kesehatan rakyat, tanpa diskriminasi: pejabat-rakyat, kaya-miskin, Muslim-non Muslim,” pungkas Amin.[] Agung Sumartono

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *