Halal Bihalal Gowa: Kebahagiaan Tidak Terasa Jika Jauh dari Islam!

Mediaumat.id – Aktivis Dakwah Gowa Ustaz Nasaruddin mengingatkan bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan itu tidak akan pernah dirasakan kalau jauh dari Islam dan bersikap individualis.

“Kebahagiaan dan kesejahteraan itu tidak akan pernah kita rasakan kalau kita jauh dari Islam. Di dalam Islam juga kita tidak diminta untuk hidup secara individualisme,” ungkapnya di depan ratusan peserta dalam acara Halal Bihalal 1444 H: Ied Mubarak, Indonesia Berkah dengan Islam Kaffah, Sabtu (25/5/2023) di Kota Gowa, Sulawesi Selatan.

Menurutnya, walaupun berpuasa Ramadhan, puasa Syawal, puasa Senin-Kamis, shalat Tahajud tidak putus, tapi tidak peduli dengan orang sekitar maka oleh Allah dianggap orang yang mendustakan agama. Ia lalu mengutip QS al-Maun: 1-7 sebagai dalilnya.

Selain itu, pemateri lainnya Ustadz Abd. Hafid menjabarkan terkait peran negara dalam membuat masyarakatnya gembira.

“Ukuran kegembiraan itu tergantung dengan suasana/kondisi yang meliputi masyarakat itu sendiri. Misalnya, tingkat kriminalitas dan keamanan masyarakat. Di daerah-daerah tertentu masih bisa kita lihat kondisi yang tidak aman ini, seperti di Intan Jaya,” ungkapnya.

Tak hanya tingkat kriminalitas dan keamanan, kemiskinan juga turut membuat masyarakat tidak gembira. “Kemiskinan itu bisa disebabkan oleh dua hal, pertama karena faktor kultural dan kedua karena faktor struktural. Faktor kultural ini disebabkan karena adanya faktor kemalasan pada individu, sedangkan faktor struktural disebabkan oleh kebijakan pemerintah, seperti sistem pengelolaan sumber daya alam yang tidak tepat dan pembebanan masyarakat secara komersil,” bebernya.

Selain itu, pemateri terakhir, Ustadz Akrom menjelaskan, seharusnya kaum Muslim memahami Islam secara keseluruhan, baik konsep pemahaman maupun pelaksanaannya.

Menurutnya, dalam konsep Islam kaffah, Islam mengatur tiga hubungan interaksi, yakni hubungan individu dengan Allah (hablu min-Allah), hubungan individu dengan manusia lainnya (hablu minannas), dan hubungan individu secara diagonal yakni dengan diri sendiri (hablu minannafsi).

Adapun terkait dengan penerapan syariat, terangnya, dapat dilihat dari tiga hal, yakni ibadah yang dapat dilakukan sendiri, ada juga yang harus dilakukan dengan orang lain, seperti muamalah. Dan lebih besar lagi, terkait syariat yang dilakukan oleh negara.

“Dari ketiga hubungan dan penerapan inilah kita dapat melihat Islam secara menyeluruh sehingga dapat menghadirkan keberkahan, kegembiraan dan kesejahteraan kepada masyarakat,” pungkasnya.[] Ade Sunandar

Share artikel ini: