Hakikat Posisi-Posisi Internasional dan Regional Seputar Pertempuran Idlib
Soal:
Rezim Suriah memobilisasi kekuatannya di selatan provinsi Idlib. Rusia mengumumkan kesiapannya untuk terjun ke pertempuran Idlib “pertempuran besar terakhir”! di Suriah. Rusia melakukan manuver militer yang merupakan terbesar dalam sejarah modernnya di timur Mediterania. Banyak pihak menunggu dimulainya pertempuran setelah KTT Rusia-Turki-Iran yang digelar di Teheran 7/9/2018. Presiden Turki Erdogan menampakkan penentangan terhadap serangan militer terhadap Idlib. Serangan terhadap Idlib digantikan dengan kesepakatan kawasan demiliterisasi yang terjadi antara Erdogan dan Putin pada 17/9/2018. Lalu apa sebab perubahan ini?… Kemudian Amerika berjanji membalas dengan keras jika digunakan senjata kimiawi. Beberapa negara Eropa menyelaraskan pernyataan dengan Amerika…. Lalu apa hakikat konstelasi internasional dan regional seputar pertempuran Idlib?
Jawab:
Supaya kita jelas tentang konstelasi internasional terhadap pertempuran Idlib maka wajib dipaparkan fakta-fakta berikut:
1- Di awal kami katakan bahwa Amerika tidak jujur dalam apa yang ditampakkannya berupa dukungan Amerika untuk oposisi. Amerika ada di belakang rezim Turki dan Saudi untuk memperdaya faksi-faksi Suriah dengan politik stick and carrot ke rekonsiliasi dengan rezim dan penyerahan wilayah-wilayah yang dikuasainya. Bahkan pesan Amerika kepada oposisi Suriah di selatan jelas dan gamblang bahwa agar faksi-faksi oposisi tidak memprediksi adanya dukungan Amerika untuk membalas serangan pasukan Suriah. Dalam masalah Idlib, utusan Amerika di PBB Nikki Haley mengatakan dalam konferensi pers: “This is a tragic situation, and if they want to continue to go the route of taking over Syria, they can do that,” referring to the government of Syrian President Bashar al-Assad as well as its allies Russia and Iran…She added: “But they cannot do it with chemical weapons –ini adalah situasi tragis. Dan jika mereka ingin melanjutkan jalan untuk menguasai Suriah maka mereka bisa melakukannya,” dalam isyarat kepada pemerintah Suriah dan dua sekutunya Rusia dan Iran. Haley menambahkan, “tetapi mereka tidak bisa melakukan itu dengan menggunakan senjata kimiawi” (Reuters, 4/9/2018).
Jadi penentangan Amerika yang diumumkan adalah untuk penggunaan senjata kimiawi, bukan untuk kontrol rezim atas Suriah. Hal itu juga ditunjukkan oleh apa yang diminta oleh kepala staf gabungan Amerika Jenderal Joseph Dunford berupa ‘makin meningkatnya pembahasan di antara Turki, Suriah dan Rusia tentang operasi yang lebih detil untuk memerangi terorisme akan menjadi pendekatan yang benar, berbeda dengan operasi konvensional dengan skala luas. Dia mengatakan, “saya mengusulkan implementasi operasi kontra terorisme dalam bentuk yang meminimalkan hilangnya nyawa orang-orang tak bersalah…”. (Reuters, 4/9/2018). Amerika bisa mengungkit masalah senjata kimiawi kapan saja dia mau dan meminta Rezim melakukannya (menggunakan senjata kimiawi) agar hal itu menjadi dalih untuk menjalankan politiknya. Dan rezim yakin benar untuk dukungan Amerika. Sebab seandainya tidak ada dukungan Amerika, niscaya Iran dan Rusia tidak datang. Juga niscaya Turki dan Saudi tidak menekan faksi-faksi bersenjata untuk menandatangani gencatan senjata dan menarik diri dari wilayah-wilayah agar dikontrol oleh rezim Suriah. Juga seandainya tidak ada dukungan Amerika, niscaya rezim tiran itu tidak kembali ke masyarakat internasional dan diantaranya perundingan-perundingan Jenewa untuk mendapatkan legalitas yang telah hilang darinya pada tahun-tahun awal revolusi.
2- Amerika mengijinkan intervensi militer Rusia untuk mendukung rezim. Rusia, Iran dan milisi-milisi telah menunaikan tugasnya dan rezim jadi menguasai banyak wilayah Suriah, dan wilayah paling menonjol yang punya bobot adalah Idlib… Adapun Rusia, maka Rusia terjerembab dalam lumpur Suriah dan ingin mendobrak Idlib untuk menghentikan dilema militernya dan luang untuk melakukan aksi-aksi politik. Adapun Amerika, Amerika ingin mengatur solusi politis sebelum mengakhiri masalah Idlib dan memanfaatkan masalah Idlib untuk memeras Rusia dengan memperpanjang dilema militernya atau memperpendeknya, sesuai persetujuan Rusia terhadap rencana solusi Amerika untuk Suriah yang mengakibatkan pengeluaran pangkalan-pangkalan militer Rusia sebagai syarat politis yang disusun oleh Amerika dan oposisi juga bersikeras atas keluarnya pangkalan-pangkalan sebagai syarat. Artinya, Rusia akan merasa cukup dengan tidak merugi! Begitulah, sikap oposisi Turki terhadap aksi militer Rusia yang telah didesain untuk menyerang Idlib dengan dorongan dari Amerika…
3- Rusia terus menjalankan tugas militernya di Suriah tanpa tugas politik apapun setelah datangnya presiden Trump. Yaitu penguasaan atas Ghouta melalui kerjasama dengan Turki, artinya dengan ridha Amerika. Dan dalam konteks yang sama, penguasaan atas selatan… Pada waktu yang sama, Amerika menolak pelaksanaan perundingan dengan Rusia tentang Suriah. Hal itu sebagai isyarat bahwa pemerintahan Trump tidak memandang perlu peran politik Rusia minimalnya sebelum tugas militernya selesai! Dan ketika revolusi Suriah bersenjata bercokol di Idlib, Rusia ingin melanjutkan operasi militernya. Maka Rusia memobilisasi, mengancam dan melakukan manuver di Mediterania menggunakan kapal perang besar, artileri udara strategis dan menutup ruang udara di timur Mediterania untuk pertama kalinya dalam sejarah Rusia. Rusia telah menempatkan dirinya di depan dilema besar di mana Rusia menyaksikan perkara-perkara yang belum diperhitungkannya. Di antara hal itu:
- Penentangan Turki terhadap operasi menyeluruh di Idlib: Turki tidak setuju atas perang menyeluruh terhadap Idlib. “Menteri Turki menganggap bahwa harus diidentifikasi dan ditemukan. Tidak benar melancarkan perang menyeluruh terhadap Idlib dan membombardirnya secara membabi buta” (‘Inab al-Baladi, 14/8/2018). Penentangan Turki terhadap perang mencuat dengan jelas selama konferensi Teheran di antara para kepala negara Rusia, Turki dan Iran. Turki mengejutkan Rusia dengan mengungkapkan kekhawatirannya dari perang terhadap Idlib dan gelombang pengungsi ke Turki. Turki keberatan dengan Rusia dengan menganggap perang sebagai alat untuk menghancurkan solusi politis di Suriah. “Presiden Turki Racep Tayeb Erdogan pada hari Jumat mengatakan bahwa berlanjutnya serangan terhadap provinsi Idlib yang dikuasai oleh oposisi akan menyebabkan runtuhnya proses politik di Suriah…” (al-Yawm as-Sâbi’, 7/9/2018). Kemudian seiring dengan makin tingginya nada Amerika menentang upaya Rusia untuk menggempur Idlib, Turki mulai mengkhawatirkan titik-titik (pos) pengawasan senjatanya. Yaitu titik-titik (pos) yang dibangun sebagai bagian dari kesepakatan penurunan eskalasi yang disepakati dengan Rusia dan Iran. “Sumber-sumber lapangan dan saksi-saksi mengatakan kepada Sky News berbahasa Arab pada Ahad bahwa konvoi militer Turki bergerak ke kota Idlib, membuat kemah di perbatasan dengan Turki yang dikuasai oleh faksi-faksi oposisi Suriah dan kelompok-kelompok lainnya. Sumber-sumber itu menyebutkan bahwa konvoy militer Turki yang masuk ke wilayah Suriah dari perlintasan Kafr Lusin menuju provinsi Idlib dan pinggirannya wilayah utara Suriah termasuk tank, peralatan militer dan membawa amunisi…” (Sky News arabic, 9/9/2018). Dengan ini, Turki menjadi halangan di depan ambisi Rusia untuk menghancurkan faksi-faksi militer di Idlib. Karena hal itu, digelarlah pertemuan yang kedua antara Erdogan dan Putin di Sochi pada 16/9/2018, yakni hanya sembilan hari setelah pertemuan keduanya di Teheran.
- Indikator perubahan sikap Iran: Iran menampakkan pembedaan yang tidak biasa di KTT Teheran pada 7/9/2018 antara faksi-faksi bersenjata moderat dan yang lain terroris di Idlib. Seakan Iran mendukung sikap presiden Turki Erdogan yang menolak perang. Sikap Iran itu bertolakbelakang dengan sikap Rusia. Kemudian sikap Iran makin jelas. “Menteri luar negeri Iran, Mohammad Javad Zarif dalam pernyataan pers pada Sabtu mengungkap keyakinan negaranya bahwa solusi di Suriah bersifat politis dan bukan militer. Zarif dalam wawancara dengan surat kabar Der Spigel Jerman mengatakan bahwa Iran berusaha menjauhkan dari Idlib apa yang dia sebut “kamar mandi darah”, ia mengindikasikan penentangan negaranya terhadap suatu serangan militer terhadap kawasan…” (surat kabar a-Zaman Turki, 15/9/2018). Sikap Iran ini jika sempurna maka Rusia mendapati dirinya sendirian dalam perang Idlib jika Rusia bersikeras melanjutkannya, sementara Rusia tidak bisa mengarunginya sendirian.
- Boleh jadi yang paling berbahaya dari semua itu adalah posisi Amerika yang dengan segera menabuh genderang jika senjata kimiawi digunakan di Idlib. Rusia mengetahui bahwa Amerika melalui rezim adalah yang memegang kendali dan mengontrol serangan kimiawi. Oleh karena itu, Rusia segera menuduh oposisi bersenjata melakukan persiapan untuk serangan kimiawi terhadap oposisi bersenjata untuk menjustifikasi serangan Amerika. Bahkan Rusia menuduh Inggris terlibat dalam apa yang Rusia sebut “konspirasi kimiawi”. Serangan Amerika secara umum di Suriah banyak menyulitkan Rusia. Bahkan serangan Amerika kali ini boleh jadi yang paling keras dan paling luas! “Bolton dalam jawabannya terhadap pertanyaan setelah berpidato tentang politik: “kami berusaha untuk menyampaikan pesan dalam beberapa hari lalu bahwa jika digunakan senjata kimiawi untuk ketiga kalinya maka responnya akan jauh lebih keras”. Dia menambahkan, “saya bisa katakan bahwa kami melakukan diskusi dengan Inggris dan Perancis yang ikut bergabung kepada kami dalam serangan kedua. Mereka juga sepakat bahwa penggunaan senjata kimiawi sekali lagi akan menyebabkan respon yang jauh lebih kuat” (Arabi 21, 10/9/2018). Rusia bukan hanya khawatir dengan serangan Amerika-Barat yang menyulitkannya di Suriah tetapi juga khawatir dengan serangan terhadap pasukannya di sana.
- Juga, bahwa serangan militer entitas Yahudi pada 4/9/2018 terhadap Wadi al-‘Uyun dekat Masyaf barat Hamma dan Banias di pinggiran Tartus. Semua itu dekat dari pangkalan militer Rusia (50 km dari pangkalan Rusia Humaimim) dan dari atas pangkalan Rusia di Tartus dan selama manuver besar yang dilakukan oleh Rusia di Mediterania dari 1-8 September 2018 yang diikuti oleh sejumlah besar dari puluhan satuan angkatan laut dan udara. Manuver itu dipromosikan oleh Rusia sebagai manuver Rusia paling besar dalam sejarah modern di laut Mediterania … Serangan dari entitas Yahudi ini mengandung tantangan bagi Rusia yang belum terjadi sebelumnya. “Kantor berita SANA milik rezim Suriah melaporkan bahwa sistem pertahanan udara rezim membalas rudal yang diluncurkan oleh pesawat Israel atas wilayah Wadi al-‘Uyun di pinggiran Hamma. SANA melaporkan bahwa sistem pertahanan udara merespon serangan Israel dengan pesawat yang terbang di ketinggian rendah dari barat Beirut menuju utara menyasar beberapa situs militer di provinsi Tartus dan Hamma. Rudal-rudal itu bisa ditangani dan beberapa berhasil dijatuhkan dan pesawat penyerang dipaksa lari” (al-‘Arabiya.net, 4/9/2018). Serangan militer yang dekat dari pangkalan Rusia semisal ini tidak akan berani dilakukan oleh entitas Yahudi tanpa koordinasi dengan Amerika. Boleh jadi di situ ada pesan bahwa teknologi Amerika tidak bisa dihadang oleh pertahanan udara Rusia S-500. Sehingga setelah itu Rusia pantas khawatir bahwa pemboman Barat bisa menjangkau pangkalannya di Suriah atau pesawat-pesawatnya…
- Inilah yang terjadi. Sebelumnya pesawat Rusia telah berhasil dijatuhkan di pinggiran Idlib, satu perkara yang membuat Rusia benar-benar ada dalam dilema: “Juru bicara resmi kementerian pertahanan Mayor Jenderal Igor Konashnekov mengatakan, “dua pesawat Israel sengaja berlindung dengan pesawat Rusia yang membuat pesawat Rusia menjadi sasaran tembakan pertahanan Suriah yang menyebabkan pesawat Rusia jatuh. Dia menambahkan, tidak mungkin pengatur udara Israel dan pilot F-16 tidak melihat pesawat Rusia yang sedang turun ke ketinggian 5 km. Meski begitu, mereka melakukan provokasi ini secara sengaja”… Pesawat dari jenis El-20 yang mengangkut 15 personel militer Rusia pun jatuh ketika dalam perjalanan kembali ke pangkalan udara Humaimim dekat kota pesisir Lattakia terkena serangan rudal penyerang pada Senin sore… Dia menegaskan bahwa Israel tidak memperingatkan komando pasukan Rusia di Suriah sebelumnya. Tidak ada pemberitahuan operasi Israel melalui hot line kecuali kurang dari satu menit dari serangan. Dia menambahkan, “satu perkara yang tidak mengijinkan kami mengeluarkan pesawat Rusia ke kawasan yang aman”… (Sky News arabic, Selasa siang, 18/9/2018)…. “Juru bicara kementerian pertahanan Rusia Igor Konashnekov mengumumkan pada Selasa 18 September bahwa Israel tidak memperingatkan komando pasukan Rusia di Suriah atas operasinya di dekat Lattakia. Igor Konashnekov mengatakan, “Israel tidak memberitahu komando pasukan Rusia di Suriah atas operasi yang direncanakannya. Pemberitahuan melalui hot line terjadi kurang dari satu menit dari serangan, yang tidak mengijinkan penarikan pesawat Rusia ke wilayah yang aman”. Juru bicara kementerian pertahanan menyatakan bahwa pesawat Israel berlindung dengan pesawat Rusia sehingga pesawat Rusia menjadi sasaran sistem pertahanan udara Suriah. Ia menambahkan bahwa pesawat Israel sengaja menciptakan situasi berbahaya di wilayah Lattakia. Ia menunjuk pada empat pesawat F-16 angkatan udara Israel yang membom sasaran di dekat Lattakia pada 16 September. Serangan dilakukan dari ketinggian rendah. Igor Konashnekov menyatakan bahwa langkah tidak bertanggungjawab itu menyebabkan tewasnya 15 tentara Rusia. Hal itu tidak sejalan dengan spirit partnership Rusia Israel… (Arabic Sputnik News, 18/9/2018).
Semua bukti ini membuat Rusia tidak mampu menuntaskan Idlib secara militer agar Rusia keluar dari dilemanya. Rusia juga tidak mampu berdiam diri terhadap provokasi entitas Yahudi dengan dorongan dari Amerika!
4- Begitulah, Amerika ingin Rusia tetap terganjal di Suriah, tidak bisa keluar dari sana sampai Amerika selesai menjalankan solusi politis sesuai rencananya. Penasehat Keamanan Nasional John Bolton para Rabu dalam wawancara khusus dengan kantor berita Reuters mengatakan, “Rusia terganjal di Suriah. Rusia mencari siapa yang juga biasa mendanainya untuk rekonstruksi pasca perang. Ia mengisyaratkan bahwa hal itu memberi Washington alat dalam berunding dengan Moskow… Bolton mengatakan bahwa Washington punya tangan-tangan dalam perundingan dengan Moskow sebab Rusia terganjal di sana di Suriah sekarang ini”. Bolton menambahkan, saya tidak yakin bahwa mereka ingin bertahan di sana”. … (Arabic Sputnik News, 22/8/2018). Rusia jadi paham politik Amerika ini. Boleh jadi Rusia paham implikasi keterlibatan Amerika terhadapnya di Suriah. Rusia benar-benar terganjal di Suriah, tidak bisa keluar kecuali dengan izin Amerika yang memiliki semua alat pengaruh di Suriah. Oleh karena itu Rusia tidak menyempurnakan serangannya yang telah didesain untuk mengakhiri krisis di Idlib menurut cara Rusia dikarenakan Turki dengan dorongan Amerika menolak dan Iran ikut bergabung menolak… Begitulah, pertemuan Iran pada 7/9/2018 gagal dalam menyetujui rencana Rusia untuk menyerang Idlib dan mengakhiri krisis menurut cara Rusia. Hanya beberapa hari saja setelah itu diselenggarakan pertemuan Erdogan Putin dan serangan pun digantikan dengan pembangunan kawasan demiliterisasi! Hal itu atas restu Amerika. Kantor berita Novosti mengutip pada 18/9/2018 dari seorang pejabat di kementerian luar negeri Amerika yang mengatakan kepada Novosti, “ kami menyambut dan mendorong Rusia dan Turki untuk mengambil langkah-langkah praktis untuk menghalangi serangan militer dari pemerintahan Asad dan sekutunya terhadap provinsi Idlib…” Presiden Rusia Vladimir Putin pada Senin telah mengumumkan kesepakatan dengan sejawatnya presiden Turki Recep Tayyip Erdogan atas “didirikannya “kawasan demiliterisasi” di wilayah provinsi Idlib “barat daya” mulai 15 Oktober di bawah pengawasan kedua negara mereka. Presiden Rusia mengatakan dalam penutupan pertemuannya dengan sejawatnya presiden Turki di resor Sochi Rusia, “kami memutuskan dibangunnya kawasan demiliterisasi dengan luas antara 15 dan 20 kilometer sepanjang garis kontak mulai 15 Oktober tahun ini”. Putin menganggap kesepakatan ini mencerminkan “solusi serius” yang memberi kesempatan “kemajuan dalam penyelesaian masalah ini”. Dari pihaknya, menteri pertahanan Rusia Sergei Shweigo mengatakan kepada kantor berita Rusia bahwa kesepakatan ini akan menghalangi serangan yang hampir terjadi sejak beberapa hari terhadap benteng terakhir faksi-faksi di Suriah. Menjawab pertanyaan seputar apakah kesepakatan ini berarti tidak akan ada serangan terhadap Idlib, menteri pertahanan mengatakan, “benar”, hal itu seperti yang diberitakan oleh kantor berita Interfax dan Tass. … Sebaliknya, Erdogan dalam konferensi pers pasca pertemuan di antara kedua presiden mengatakan: “Rusia akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjamin tidak terjadinya serangan apapun terhadap kawasan penurunan eskalasi di Idlib” (France24, AFP, 17/9/2018). Begitulah, Rusia menghentikan pembomannya terhadap Idlib dan kapal perangnya yang bermanuver di laut Mediterania kembali lagi. Rusia terus meminta kepada Amerika secara langsung atau melalui Turki untuk menuntaskan masalah Idlib secara militer sebelum solusi politis… Tetapi Amerika ingin solusi politis sebelum penuntasan secara militer di Idlib untuk digunakan sebagai lembaran tekanan untuk memeras Rusia seputar masalah pangkalan militernya di Suriah dan berikutnya Amerika membuat oposisi menawarkan masalah pangkalan untuk solusi politis… Artinya, perhatian Turki dan di belakangnya Amerika, untuk menghalangi serangan Rusia terhadap Idlib pada tingkat pertama adalah untuk kepentingan Amerika dan bukan untuk menghalangi rezim sampai ke Idlib atau untuk melindungi warga sipil, tetapi pada waktu di mana Amerika mengendalikan solusi yang diinginkan dan Rusia tunduk padanya maka pada saat itu darah Idlib pun jadi remeh, baik darah warga sipil ataupun bukan, bersenjata ataupun tidak bersenjata… Sejarah mereka mengatakan yang demikian itu di wilayah-wilayah Suriah yang berbeda-beda dan berbagai kejahatan mereka mendahului mereka dari semua sisi …
- Ini adalah hakikat posisi-posisi berpengaruh dalam masalah perang terhadap Idlib baik internasional maupun regional… Tetapi di situ ada perkara yang dengan izin Allah bisa membalik situasi pada konstelasi internasional dan regional, yaitu dengan membaguskan dan menyempurnakan peran faksi-faksi di Idlib dan pengaktifan peran faksi-faksi itu dengan benar dan ikhlas untuk Allah SWT. Faksi-faksi ini ada dua tipe:
Pertama: faksi-faksi bersenjata yang loyal ke Turki. Faksi-faksi itulah yang melakukan penarikan diri dan pengkhianatan di berbagai wilayah, dan mengedarkan ide rekonsiliasi dan gencatan senjata dengan tekanan intensif dari Turki disertai dengan pembelian tekad para pemimpin faksi itu dan ditenggelamkan dengan dana Saudi. Faksi-faksi itulah yang ditarik oleh Turki ke perundingan Astana yang menghasilkan wilayah penurunan eskalasi, artinya penguasaan rezim dan penyerahan wilayah-wilayah itu kepada rezim. Faksi-faksi ini hari ini berdiri di depan hakikat (kebenaran), yaitu bahwa faksi-faksi itu dijadikan alat untuk melemahkan revolusi Suriah dan lepasnya banyak wilayah akibat janji-janji Turki yang menjadi jelas kepalsuannya… Dan karena barisan faksi-faksi ini tidak kosong dari orang-orang mukhlis, maka bisik-bisik yang menonjol mendekati jadi suara yang bisa didengar telah beredar di barisan faksi-faksi tersebut seputar tipudaya Turki terhadap mereka. Erdogan mencermati masalah ini. Itulah yang dia ungkapkan di KTT Teheran bersama presiden Rusia Putin dan presiden Iran Rouhani dengan ucapannya, “oposisi merasa dijerumuskan ke tipudaya pasca perkembangan yang terjadi setelah dibentuknya wilayah-wilayah “penurunan eskalasi” itu… (al-Jazeera.net, 7/9/2018). Jadi Erdogan mengakui bahwa rencananya dalam mengelabuhi faksi-faksi Suriah telah terbongkar bagi faksi-faksi itu. Erdogan mengkhawatirkan hal itu. Faksi-faksi ini hingga sekarang tidak terdorong untuk memerangi faksi-faksi yang menolak solusi damai sesuai rencana Turki… Terbongkarnya tipudaya Turki bisa dieksploitasi untuk mendorong faksi-faksi ini guna berperang dengan gigih jika Idlib diserang…
Kedua: faksi-faksi lainnya yang pada galibnya disifati oleh media sebagai “terroris”. Kekuatan ini makin bertambah dengan berpindahnya banyak revolusioner dari berbagai wilayah di Suriah seperti Ghouta, wilayah selatan, Homsh, kota Aleppo timur dan lainnya. Kekuatan ini menguasai bagian-bagian yang signifikan dari wilayah Idlib. Meski berbeda-beda jumlah dan tingkat persenjataannya, namun ketakutan terhadap mereka bisa diringkas dengan apa yang disebutkan oleh laporan Amerika sebelumnya tentang Suriah. Laporan itu menyatakan bahwa kekuatan “ekstremis” di oposisi Suriah meski tidak banyak jumlahnya namun merekalah sebenarnya yang terjun ke pertempuran utama yang besar di medan Suriah. Artinya, mereka adalah kekuatan yang solid tidak mudah dikalahkan… Apalagi wilayah Idlib dianggap sebagai wilayah terakhir yang ada di bawah revolusioner. Maka perang di sana umumnya akan sangat sengit dari sisi bahwa revolusioner terkepung di sana dan tidak ada jalan keluar darinya. Karena semua itu maka pertempuran dari sisi militer belum tentu dimenangkan oleh rezim meski ada mobilisasi militer besar yang disiapkan Rusia untuk hal itu. Bahkan panjangnya pertempuran di Idlib dan pengkonsentrasian oleh rezim atas kekuatan lokal dan para pengikutnya mungkin malah dapat membuka pintu bagi wilayah-wilayah lain yang sebelumnya telah dikuasai rezim.
Oleh karena itu, faksi-faksi dengan ragamnya, jika mereka mengikhlaskan ketaatan kepada Allah dan memanfaatkan dilema Rusia akibat tekanan Amerika untuk memeras Rusia dan terbongkarnya tipudaya Turki dan dana Saudi… Sebelum ini dan itu, faksi-faksi itu selalu ingat firman Allah SWT:
﴿كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ﴾
“Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah” (TQS al-Baqarah [2]: 249).
Jadi faksi-faksi itu tidak tunduk dan tidak menyerah, dan menolong Allah dengan benar dan ikhlas. Maka sungguh dengan izin Allah faksi-faksi itu akan menggagalkan rencana-rencana musuh-musuh Islam dan kaum Muslim dan mengusir mereka dari Idlib sebagai orang-orang yang gagal total.
﴿وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ﴾
“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa” (TQS al-Hajj [22]: 40).
12 Muharram 1440 H
22 September 2018 M
http://hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer/political-questions/55094.html