Haji Pertama Dalam Islam: Bukti Kebesaran Negara Islam

Mahkamah Tinggi Saudi mengumumkan bahwa hari Ahad merupakan awal bulan Dzulhijjah, dengan demikian maka hari Senin, 20 Agustus adalah hari Arafa.

Sedangkan hari pertama Idul Adha adalah hari Selasa, 21 Agustus mendatang, Insya Allah (Saudi Press Agency, 11/8/2018).

*** *** ***

Di era awal Islam, ketika kaum Muslim berada di Makkah al-Mukarramah dalam kondisi tertindas dan tidak memiliki kekuasaan sedikitpun, selama lebih dari sepuluh tahun, maka itu menjadi memisahkan antara tahun kesedihan dan kelemahan dengan penaklukan Makkah tahun kekuasaan, kemenangan dan kekuatan. Di mana hal itu merupakan waktu yang sangat singkat dibandingkan dengan berbagai prestasi; dalam sepuluh tahun negara pertama kaum Muslim berdiri melalui tangan kaum Anshar dan Muhajirin, yang selama periode ini mereka mampu mengalahkan semua musuh-musuhnya di semenanjung Arab, dan mampu mengokohkan pilar-pilar kekuasaannya atas seluruh wilayah semenanjung Arab, bahkan suaranya menggema di wilayah-wilayah tetangganya, juga mulai bersaing berebut kursi kekuasaan di garis depan dunia.

Pada tahun kedelapan hijriyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama menaklukkan Makkah al-Mukarramah, maka mulailah suku-suku Arab berdatangan ke Madinah al-Munawwarah, dan hal itu terjadi pada bulan Ramadan tahun kesembilan dari hijrahnya Nabi  Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallama. Sehingga dengan banyaknya delegasi yang terus berdatangan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama sebagai seorang Nabi utusan Allah, serta pemimpin negara Islam, menerima para delegasi tersebut dan bertemu dengan mereka. Para delegasi terus berdatangan dari berbagai suku di semenanjung Arab sepanjang bulan Ramadhan, Syawal sampai akhir Dzul Qa’dah.

Pada tahun itu, meskipun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama disibukkan dengan berbagai delegasi tersebut, namun beliau masih sempat mempersiapkan rombongan haji pertama dengan cara Islam yang dipimpin oleh Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, untuk menunjukkan pada masyarakat cara haji mereka, mewakili Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama dalam melayani dan mengurusi urusan mereka, di mana bersama beliau sebanyak tiga ratus kaum Muslim. Pada saat rombongan hampir sampai pinggiran Madinah al-Munawwarah, maka turunlah wahyu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama, yaitu surat Bara’ah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama mengirim Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu untuk menyampaikan wahyu yang diterima Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama kepada orang-orang pada saat mereka berkumpul di Mina. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu membacakan ayat-ayat yang mulia itu kepada mereka hingga selesai. Kemudian beliau menyeru kepada orang-orang: “Wahai manusia, bahwasannya tidak akan masuk surga orang kafir, dan setelah tahun ini orang musyrik tidak boleh berhaji, juga tidak boleh bertawaf di Baitullah dengan telanjang. Siapa saja yang ada perjanjian dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama, maka itu tetap berlaku hingga masanya berakhir.” Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu menyampaikan kepada orang-orang tentang empat ketentuan (hukum) tersebut. Sehingga dengan demikian, benar-benar sempurna kekuasaan kaum Muslim di semenanjung Arab, dan mengokohkan pilar-pilar negara mereka di sana, serta mengizinkan negara yang baru berdiri ini untuk mengemban dakwah Islam ke setiap penjuru bumi yang lain.

Pada tahun kesepuluh Hijriah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama berhaji dan ini merupakan satu-satunya ibadah haji yang beliau kerjakan. Waktu itu ada seratus ribu lebih jamaah haji kaum Muslim yang bersamanya. Belaiu bersama mereka melakukan ibadah haji secara Islam atau haji wada’. Pada ibadah haji ini beliau menjelaskan kepada mereka semua urusan agama, menyempurnakan semua nikmat Islam, lalu beliau menjelaskan kepada mereka sistem kehidupan mereka dalam masyarakat Muslim, dan hubungan mereka dengan masyarakat non-Muslim lainnya. Beliau menjelaskan kepada mereka undang-undang Islam dan hukum-hukumnya terkait perdagangan, perang, politik dan ibadah. Sehingga khutbah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama dalam haji kali ini adalah khutbah yang komprehensif dan terbaik yang memperkokoh pilar-pilar negara Islam, serta meninggikan derajat orang-orang yang tinggal di dalamnya.

Begitulah sejarah haji di musim pertamanya, dan tetap seperti itu pada musim berikutnya di era awal Islam, serta di era kekuatan sejarah negara Islam selama berabad-abad. Semua itu adalah ritual universitas Islam bagi semua kaum Muslim dari berbagai belahan dunia untuk bersatu dalam ruang, waktu dan ritual. Semuanya tunduk pada Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dengan pertemuan mereka dan iman mereka itu, kekuatan mereka semakin bertambah. Sehingga iman mereka, persatuan mereka dan kekuatan mereka membuat takut semua kekuatan kaum kafir dalam berbagai bentuk dan warnanya. Dengan demikian, ini akan menjadi raksasa besar di mana kaum Muslim berada di dalamnya menghadapi seluruh kaum musyrik, sebagaimana yang terdapat pada ayat-ayat terakhir yang dibacakan oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu kepada para delegasi jamaah haji, pada saat beliau diutus oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama dalam pelaksanaan haji pertama kaum Muslim. Allah SWT berfirman: “Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”(TQS at-Taubah [9] : 36).

Sungguh ibadah haji senantiasa merupakan ritual universitas Islam yang membuat marah dan kepanasan orang-orang musyrik dan kafir di rumah-rumah mereka, ketika mereka menyaksikan pertemuan kaum Muslim dengan jumlah yang sangat besar di waktu dan tempat tertentu, serta dengan ritual yang tetap dan sama. Hanya saja ada beberapa hal yang membuat mereka sedikit tenang, dan tidak merasa bahaya, karena mereka benar-benar tahu dan sadar bahwa pertemuan ini tidak akan menimbulkan ancaman nyata bagi mereka, kecuali ketika pertemuan ini dipimpin oleh seorang Imam (Khalifah) sebagai perisai yang menjadi kepala negara Islam, yang memimpin berdasarkan metode kenabian dan sejarah para Khulafa’ur Rasyidin. Keadaan seperti itulah yang mereka takuti dan mereka khawatirkan. Akan tetapi, kondisi—tegaknya kembali Khilafah—itu pasti akan terwujudkan, sebab itu janji Allah SWT dan busyra (kabar gembira) yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama: “… kemudian akan tegak kembali Khilafah yang berdasrkan metode kenabian …”. [Majid al-Shalih – Bilādul Haramain al-Syarīfain]

Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 16/08/2018.

Share artikel ini: