Haflah Maulid Nabi Saw, Kemajemukan Masyarakat Bersatu di Bawah Naungan Islam
Masjid Darur Rahmah Todopuli, Makassar mengadakan peringatan Maulid Nabi saw Senin, 10 Desember 2018, dengan tema ” Wujudkan Ukhuwah dengan Spirit Akhlak Rasulullah saw”. Hikmah Maulid kali ini disampaikan oleh Ustad Nasarudding LA. M.Ag.
Dalam paparannya beliau menjelaskan bahwa Nabi saw diutus oleh Allah SWT untuk merajut ukhuwah. Lihatlah bagaimana Nabi saw berhasil menyatukan berbagai suku dan kabilah yang senantiasa berperang satu dengan yang lainnya. Di Madina ada suku Aus, dan Khazraj, yang selalu berperang, ada kaum Yahudi bani Nadir, bani Qaenuqa. Kemajemukan masyarakat Madinah bisa disatukan oleh Nabi saw di bawah naungan sistem islam. Inilah persatuan hakiki yang diwujudkan oleh Nabi saw di Madinah.
Nabi saw pun berhasil menyatukan dan mempersaudarakan kaum Muhajirin Makkah dengan kaum Anshar di Madinah dengan ikatan aqidah islam. Semua itu dilakukan oleh Nabi dalam kapasitasnya sebagai Kepala Negara di Madinah.
Arti penting peringatan Maulid yang dilakukan oleh umat islam saat ini adalah mewujudkan kecintaan kepada Baginda Rasul dan kecintaan kepada syariat yang beliau bawa. Arti mencintai dan mengagungkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sebenarnya.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah, Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah (sunnah/petunjuk)ku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Ali ‘Imran: 31).
Imam Ibnu Katsir, ketika menafsirkan ayat ini berkata, “Ayat yang mulia ini merupakan hakim (pemutus perkara) bagi setiap orang yang mengaku mencintai Allah, akan tetapi dia tidak mengikuti jalan (sunnah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka dia adalah orang yang berdusta dalam pengakuan tersebut dalam masalah ini, sampai dia mau mengikuti syariat dan agama (yang dibawa oleh) Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam semua ucapan, perbuatan dan situasi”, papar Ustad Nasarudding LA. M.Ag.
Lebih lanjut beliau menjelaskan, Imam al-Qadhi ‘Iyadh al-Yahshubi berkata,
“Ketahuilah, bahwa barangsiapa yang mencintai sesuatu, maka dia akan mengutamakannya dan berusaha meneladaninya. Kalau tidak demikian, maka berarti dia tidak dianggap benar dalam kecintaanya dan hanya mengaku-aku (tanpa bukti nyata). Maka orang yang benar dalam (pengakuan) mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah jika terlihat tanda (bukti) kecintaan tersebut pada dirinya. Tanda (bukti) cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang utama adalah (dengan) meneladani beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengamalkan sunnahnya, mengikuti semua ucapan dan perbuatannya, melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangannya. Serta menghiasi diri dengan adab-adab (etika) yang beliau (contohkan), dalam keadaan susah maupun senang dan lapang maupun sempit”.
Berdasarkan keterangan di atas, jelaslah bahwa mencintai dan mengagungkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sebenarnya adalah dengan meneladani petunjuk dan sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan berusaha mempelajari dan mengamalkannya dengan baik.
Itulah yang dilakukan oleh para Sahabat Nabi sepeninggal beliau. Kepemimpinan Rasulullah saw dan apa yang telah dirintis oleh beliau dilanjutkan oleh para sahabat beliau. Abu Bakar sebagai Khalifah pertama melanjutkan tongkat estafet itu, memimpin masyarakat dengan sistem islam dan menyebarkan islam ke berbagai Jazirah Arab dan lainnya. Demikan seterusnya yang dilakuan oleh Umar sebagai Khalifah kedua, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, hingga Khalifah selanjutnya.
Arah perjuangan umat saat ini haruslah difokuskan kembali untuk manapaki selangkah demi selangkah, apa yang telah dilakuakn oleh Rasulullah saw dan para sahabat beliau. Mendakwahan islam, menerapkannya secara kaaffah dalam kehidupan sebagai wujud kecintaan kita kepada baginda.[]
Sumber: shautululama.net