Guru Taufik NT Kritik Pernyataan Piagam PBB Bisa Jadi Sumber Hukum Islam

Mediaumat.id – Pernyataan yang menyebut Piagam PBB bisa menjadi salah satu sumber hukum yang mengikat bagi negeri Muslim, mendapatkan kritik dari Pengasuh MT Darul Hikmah Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Guru Muhammad Taufik NT.

“Piagam PBB bukan berakar dan bersumber dari Islam, bahkan bukan dirancang oleh umat Islam, bagaimana mungkin dijadikan sebagai sumber hukum Islam?” ujarnya kepada Mediaumat.id, Rabu (8/2/2023).

Ialah orang nomor satu dari ormas tertentu pada Selasa (7/2) menyatakan Piagam PBB bersifat legal dan bisa menjadi sumber hukum mengikat bagi negara berpenduduk Islam. Sementara, sambungnya, kekhilafahan yang representatif bagi umat Islam sudah tidak ada lagi.

Lebih lanjut, Taufik pun menjelaskan, bahwa piagam atau kesepakatan apa pun dan dari siapa pun jika bertentangan dengan Islam maka itu ilegal tanpa memandang apakah itu dari PBB atau yang lain. “Setiap syarat yang tidak sesuai Kitabullah maka dia batil, meskipun ada seratus syarat,” ucapnya, mengutip keterangan dari kitab Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, kitab tafsir karangan Imam Al-Qurthubi.

Maknanya, kesepakatan atau akad yang wajib ditepati oleh kaum Muslim adalah yang sesuai dengan Kitabullah saja. “Jika ada yang bertentangan, maka ditolak,” tegasnya.

Lantas jika di dalam Piagam PBB ada yang tidak bertentangan dengan Islam, misalnya, maka menurut Guru Taufik, kaum Muslim bisa mengambilnya tetapi bukan didasari karena piagamnya, namun lebih karena Islam membolehkan. Sebagaimana pernikahan antara laki-laki dan perempuan yang sudah ada sejak zaman jahiliah, pernikahan kaum Muslim bukanlah dalam rangka mengikuti tradisi zaman itu, namun karena menjalankan sunnah.

Sehingga tidak tepat mengatakan Piagam PBB bisa menjadi sumber hukum Islam. “Sangat tidak tepat jika Piagam PBB dikatakan sebagai sumber hukum Islam. Sebaliknya Piagam PBB-lah yang harus dihukumi dengan Islam,” cetusnya.

Pun demikian dengan hak asasi manusia (HAM) yang dipandang sebagian kalangan pasti cocok dengan semua agama. Bahkan, tak memandang beragama atau tidak.

Padahal sebenarnya ada perbedaan perspektif yang mendasar menyangkut HAM dalam pandangan Islam dan Barat. “Dalam perspektif Barat, manusia dipandang sebagai pengatur segala sesuatunya dan manusialah yang menentukan seluruh gagasan dan tindakan, sesuai dengan teori antroposentrisme,” terangnya.

Karena itu ia tak heran, dengan alasan HAM, PBB justru melindungi komunitas LGBT dan membolehkan pernikahan sesama jenis.

Sedangkan dalam perspektif Islam, hak-hak itu hanya bisa dimiliki manusia jika diberikan oleh Allah SWT.  Semisal, kendati seseorang memiliki harta secara legal, dia tidak bisa lantas bebas membelanjakan hartanya semau dia dengan alasan HAM. “Ada pembelanjaan yang dilarang, seperti membeli miras, menggunakannya untuk berjudi, dll.,” urainya.

Hadang Futuhat Daulah Islam

Berikutnya, Taufik membeberkan bahwa keberadaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang didirikan pada tanggal 24 Oktober 1945 bisa dikatakan hasil ‘reinkarnasi berulang kali’ dari Keluarga Kristen Internasional pada abad ke-16.

Pun organisasi antar bangsa itu dibentuk dalam rangka menghadang laju futuhat Daulah Islam atau dapat diartikan sebagai suatu upaya perluasan wilayah kekuasaan Islam melalui peperangan maupun di luar perang saat itu.

Menurutnya pula, negara-negara yang berkumpul dalam perkumpulan antar bangsa ini telah menyepakati beberapa hal, antara lain, mempunyai hak, prinsip dan cita-cita yang sama. “Prinsip-prinsip ini merupakan cikal bakal undang-undang internasional,” tandasnya.

Karenanya, tak mengherankan satu di antara empat kesepakatan Atlantic Charter atau Piagam Atlantik 1941, sebagai salah satu rencana konkret awal terbentuknya PBB, adalah ‘Tak dibenarkan adanya usaha perluasan wilayah’.

Maksudnya, sebagai tindak lanjut Atlantic Charter tersebut, pada tanggal 25 April 1945, Konferensi PBB yang diadakan di San Francisco dan beranggotakan asli 51 negara pendiri saat itu, meratifikasi Piagam PBB yang isinya bisa dikatakan tak jauh beda dengan Piagam Atlantik.

Sementara untuk diketahui juga, dari 51 negara anggota dimaksud, negara-negara dari Baratlah yang sangat mendominasi dengan lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB yaitu Cina, Prancis, Uni Soviet, Britania Raya, dan Amerika Serikat (AS).

PBB Tak Mampu

Adapun terkait tidak adanya otoritas politik khilafah (kekhilafahan) yang mempersatukan umat Islam, jelasnya, bukan alasan umat Islam untuk minder dengan mengklasik-klasikkan ajaran agama sendiri, lalu mengadopsi Piagam PBB. Padahal, kata Taufik, PBB sendiri tidak mampu menjaga dan mengatur dunia dengan baik.

“Ratusan juta manusia pertahun tewas karena narkoba, stres, maupun bunuh diri; satu orang per menit mati kelaparan, sementara sekitar satu miliar ton bahan makanan dibuang tiap tahun,” ungkapnya.

Belum lagi Palestina yang hingga sekarang terjajah, dan pemiskinan negeri-negeri kaum Muslim lainnya. “Tidakkah itu cukup untuk membuka mata dan memahami apa yang sebenarnya terjadi?” lontar Taufik.

Maka dari itu, ia menuturkan, umat Islam mestinya sadar bahwa tidak bisa berharap kepada PBB. Bahkan PBB lebih sering menjadi alat legitimasi penjajahan oleh Barat melalui penanaman nilai-nilai sekuler. Serta tak segan mengintervensi negara yang mereka pandang bertentangan dengan HAM versi mereka.

Sebagai tambahan, sebutlah kecaman atas hukuman mati bagi pelaku homoseksual di Brunei Darussalam. Namun di saat yang sama, PBB malah ‘mendiamkan’ bumi Palestina dikuasai penjajah Israel hingga kini, seraya tetap berkoar-koar bahwa mereka anti penjajahan.

PBB, lanjut Taufik, juga membiarkan terbantainya puluhan ribu rakyat Irak dengan alasan inspeksi senjata pemusnah massal, padahal terbukti ternyata tidak ditemukan.

Hanya Islam

Maka dari itu pula, tekannya lagi, kaum Muslim hendaknya sadar bahwa mereka hanya bisa kembali mulia jika menerapkan Islam di seluruh aspek kehidupannya. Terlebih untuk bisa menjadi umat paling maju dan bahagia.

Hal ini sebagaimana telah dinyatakan oleh Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki di dalam kitab beliau Syari’atullah al-Khalidah, kitab fikih kontemporer yang memiliki banyak bahasan termasuk tentang penerapan berbagai ajaran Islam di dalam kehidupan.

“Jika kaum Muslim hari ini menerapkan berbagai hukum fikih dan ajaran Islam, sebagaimana yang dilakukan oleh generasi terdahulu, maka umat Islam pasti menjadi umat yang paling maju dan manusia paling bahagia,” demikian kata beliau, Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki.

Dengan demikian, pungkas Taufik, apabila di acara itu ada penyerahan tanda penghargaan kepada Sayyid Ahmad bin Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki, kata Taufik, mestinya penghargaan itu juga bermakna penghargaan kepada ilmu dan pandangan beliau dan ayahandanya, yaitu Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki sendiri yang menyatakan pentingnya penerapan berbagai hukum fikih dan ajaran Islam dalam kitab beliau.[] Zainul Krian

Share artikel ini: