Mediaumat.id – Kelancangan manajemen Holywings yang berani menghina Baginda Nabi SAW dengan menjadikan namanya sebagai iklan minuman beralkohol direspons Guru Luthfi Hidayat dari Tabayyun Center.
“Harus dilakukan tindakan tegas agar tidak berulang sehingga masyarakat terjaga. Kalau tidak ada tindakan tegas dikhawatirkan kasus semacam ini akan berulang di masa mendatang,” ungkapnya dalam acara Kabar Petang: Nabi Muhammad SAW Kembali Dihina, Umat Tak Boleh Diam, Jumat (1/7/2022) di kanal Youtube Khilafah News.
Menurutnya, setidaknya ada dua alasan mengapa harus ditindak tegas. Pertama, khamar dalam pandangan Islam merupakan barang haram dan induk dari berbagai macam kemaksiatan. Kedua, adanya penghinaan terhadap baginda Rasulullah SAW.
Luthfi mengatakan, sekalipun pihak manajemen sudah meminta maaf tetapi proses hukum harus tetap berjalan. “Dimaafkan tetapi tetap harus ada proses hukum sesuai kesalahan. Adanya hukuman tegas akan memberikan efek jera,” tegasnya.
Demokrasi
Luthfi menilai Holywings mendapat izin memproduksi dan menjual miras tak lepas dari sistem demokrasi yang prinsipnya memberikan kebebasan serta berasaskan manfaat tanpa mempertimbangkan halal atau haram. “Selama masih ada permintaan, barang akan diproduksi, tanpa memperhatikan kerusakan holistik di tengah masyarakat yang ditimbulkan miras,” terangnya.
Oleh karena itu, agar pandangan terhadap miras benar Luthfi mengajak untuk kembali pada pandangan Islam bagaimana Islam mengatur barang haram ini. “Kalau Islam telah mengharamkan tentu tidak boleh diperjualbelikan,” tuturnya.
Kebebasan
Fenomena pelecehan terhadap Nabi SAW yang sering terjadi dinilai Luthfi, erat kaitannya dengan prinsip kebebasan. “Adanya kebebasan berpendapat sering kebablasan karena tak punya sandaran. Sehingga menghina Nabi SAW dianggap sebagai ekspresi kebebasan. Inilah benang merah munculnya berbagai penghinaan,” ungkapnya.
“Dalam demokrasi yang mengagungkan kebebasan orang tidak pernah berpikir halal haram,” imbuhnya.
Ini berbeda dengan Islam, lanjutnya. Dalam Islam tidak ada kebebasan berpendapat. Baginda Nabi sampai mengingatkan, hendaklah berkata benar atau diam.
Cinta Nabi
Luthfi menegaskan, bagi umat Islam mencintai Nabi SAW akan disertai dengan memuliakan sosoknya, mencintai syariatnya, bahkan terkait dengan keimanan, sebagaimana dijelaskan dalam hadits riwayat Imam Bukhari, “Belum sempurna iman salah seorang di antara kalian hingga ia menjadikan aku lebih dia cintai daripada orang tuanya, anaknya dan segenap manusia.”
“Ini menjadi catatan seorang mukmin kecintaan terhadap Rasulullah SAW itu adalah perkara keimanan. Bagian dari kesempurnaan iman seseorang,” tegasnya.
Dengan itu, lanjutnya, ketika Rasulullah SAW dihina wajib marah. “Dalam hadits disebutkan, barangsiapa yang dibuat marah tapi tidak marah ia seperti khimar,” lugasnya.
Terakhir, Luthfi mengajak kepada para ulama agar tidak diam saat Rasulullah dihina. “Ulama itu pewaris para nabi. Ulama dengan keilmuannya seharusnya terdepan menjelaskan kepada umat bahwa berulang kali baginda Rasulullah SAW dihina, apakah kita harus diam?” himbaunya.
Menurut Luthfi, para ulama seharusnya mendalami bahwa penyebab penghinaan ini berulang adalah demokrasi yang memberikan hak membuat hukum bersumber dari rakyat yang melahirkan kebebasan ekspresi. “Inilah penyebab orang menghina Nabi SAW,” jelasnya.
“Para ulama harus menjadi yang terdepan dalam membela Rasulullah saat dihina,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun