Mediaumat.news – Senin (25/9), perwakilan Majelis Kajian Islam Kupang (MKIK) menyerahkan petisi tolak Perppu Ormas No.2 Tahun 2017 kepada DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk diteruskan kepada DPR-RI pusat.
Sehari sebelumnya, Ahad (24/9), MKIK bersama tokoh muslim kota Kupang telah menggelar diskusi di kediaman ust. Haris guna menolak Perppu No.2. Tahun 2017 yang dinilai sebagai lonceng lahirnya rezim diktator represif anti Islam. Pada presentasinya, Ust. Abu Okan menjelaskan tentang bahaya Perppu No.2 Tahun 2017 ditilik dari banyak aspek, diantaranya menihilkan peran pengadilan yang sebelumnya telah diatur dalam Undang-undang Ormas No.17 tahun 2013 pasal 60, 61 dan 62, serta menghilangkan ketentuan prosedur sanksi pada pasal 63 sampai 80 dan Pasal 81 yang mengharuskan adanya proses pengadilan. Hal ini menurut beliau jelas akan menutup kesempatan bagi ormas untuk membela diri dan mendapatkan perlakuan yang adil di mata hukum, di samping akan melahirkan hukum yang memberikan ruang seluas-luasnya bagi pemerintah untuk membubarkan ormas.
Tambahnya pula, sasaran dari Perppu ini bisa siapa saja dan dari kelompok manapun karena tafsir ajaran yang berseberangan dengan dan berkeinginan mengubah pancasila sepenuhnya ada di tangan pemerintah. Selain itu, Perppu dinilai bisa jadi alat membungkam kritik dan dakwah (59 poin 3), kriminalisasi ajaran agama tertentu (59 ayat 4), dan kriminalisasi keyakinan sebagaimana dalam pasal 59:4(c).
Diskusi diakhiri dengan pembacaan PETISI tolak PERPPU Ormas NO.2 TAHUN 2017 yang ditujukan kepada DPR-RI pusat. Beberapa poinnya menyatakan: “Penerimaan Anggota atau Fraksi DPR RI terhadap Perppu ini berarti telah menunjukkan dukungan terhadap keberadaan rezim diktator dan anti islam di negeri ini. Jika hal ini terjadi, maka akan kami serukan kepada masyarakat luas untuk tidak memilih calon dari partai-partai pendukung Perppu dalam pilkada, pileg, maupun pilpres mendatang karena telah berkhianat kepada rakyat dan kaum muslimin.” []