Gencar Perang Dagang ala Kapitalisme, Ekonom Ingatkan Pentingnya Kembali ke Mata Uang Emas

 Gencar Perang Dagang ala Kapitalisme, Ekonom Ingatkan Pentingnya Kembali ke Mata Uang Emas

Mediaumat.info – Selain dinilai sebagai konsekuensi besar dari penerapan sistem ekonomi kapitalis, perang dagang global yang terjadi akhir-akhir ini di antara negara-negara kapitalis, semestinya juga mengingatkan umat akan pentingnya kembali ke mata uang berbasis emas.

“Seandainya mata uang yang digunakan adalah mata uang yang adil seperti emas,” ujar Ekonom dari Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Muhammad Hatta, kepada media-umat.info, Rabu (9/4/2025).

Ambil misal, model transaksi internasional, dalam hal ini perang tarif yang sangat kapitalistik sebagaimana digencarkan oleh Amerika Serikat (AS) baru-baru ini, sebenarnya menguntungkan mereka sendiri.

Dengan kata lain, seumpama mata uang yang digunakan dalam transaksi perdagangan global adalah mata uang emas, maka AS tidak akan bisa mencapai transaksi defisit yang sangat besar, yang sebenarnya menguntungkan mereka namun dijadikan alasan untuk menaikkan bea masuk produk ke AS.

Dengan kata lain pula, bukan semata seperti yang dilontarkan Trump, yakni karena merasa diperlakukan tidak adil dengan pengenaan tarif alias bea masuk impor produk AS oleh mitra dagang, lantas AS melakukan resiprokal. Tetapi lebih kepada penggunaan mata uang dolar Amerika (USD), yang pada dasarnya tidak berkeadilan yang menjadi penyebabnya.

Pasalnya, dominasi mata uang yang digunakan untuk transaksi perdagangan global saat ini berada dalam kewenangan otoritas moneter AS. “Cetak kertas dolar dalam sekian detik, namun bisa beli barang yang harus ditanam dan dipanen dalam waktu tahunan seperti kelapa sawit,” analoginya, yang secara tidak langsung menunjukkan bahwa di dalam setiap transaksi global AS mampu melakukan dengan tangan kosong.

Sehingga bisa dikatakan tidak ada dampak negatif bagi AS. Sebaliknya justru berdampak positif. Kalau pun terjadi defisit perdagangan mencapai USD1,2 triliun dengan Cina, misalnya, sebagaimana diungkap Trump kepada wartawan di Air Force One, seperti dilaporkan FOX dikutip Senin (7/4), itu memang suatu keharusan bagi AS ketika mata uang USD menjadi paling banyak diburu.

Jika tidak, maka mata uang USD mustahil untuk bisa menjadi mata uang internasional (hard currency). “Jika Amerika mengekang suplai dolar (mereka) ke luar negeri, maka akan menyebabkan kekacauan moneter bagi negara-negara lain di dunia,” ucapnya.

Mengutip data Trading Economics, tambahnya, pada kuartal ketiga 2024 AS mencatat defisit neraca berjalan tertinggi sebesar USD310,9 miliar. Angka ini lebih tinggi dari perkiraan pasar sebesar $284 miliar.

Bahkan masih menurut Trading Economics, pada Januari 2025 saja, AS telah mencatat defisit perdagangan rekor sebesar USD131,4 miliar. Defisit ini disebabkan oleh lonjakan impor berikut penggunaan USD sebagai alat tukar, yang sekali lagi disampaikan, sebenarnya sangat menguntungkan AS.

Artinya, bagi negara lain seperti Indonesia yang bukan pemilik otoritas pencetak USD, impor yang lebih besar daripada ekspor merupakan kerugian besar. Tetapi sebaliknya, bagi AS merupakan keuntungan besar.

Karenanya, kembali Hatta menyampaikan, mau tidak mau dunia membutuhkan mata uang yang pencadangannya berupa emas. Dengan nilai intrinsik yang kuat, emas bisa menjadi mata uang yang berkeadilan, sehingga bisa dipastikan AS tidak akan bisa mencapai transaksi defisit yang sangat besar tapi menguntungkan.

Karenanya pula, jika umat memang ingin serius membangun kembali transaksi perdagangan internasional yang adil, harus ada koreksi penggunaan mata uang yang bebas dari kuasa moneter suatu negara. “Harus ada koreksi penggunaan mata uang yang bebas dari kuasa moneter sebuah negara,” tandasnya.

Ciri Khas Kapitalisme

Tak ayal, terkait kondisi AS yang disebut-sebut mengalami darurat ekonomi nasional tidaklah sepenuhnya benar. Tetapi jika dikatakan memiliki banyak masalah, ia membenarkan. “Jika dikatakan bahwa ekonomi Amerika Serikat memiliki banyak masalah adalah benar seribu persen,” ucap Hatta.

Sekadar dipahami, banyaknya masalah dimaksud merupakan ciri khas dari perekonomian yang dikelola dengan tata kelola kapitalistik. Hanya, kata Hatta menambahkan, masalah kemudian menjadi tampak tersamarkan karena dianggap sebagai sebuah keniscayaan siklus perjalanan perekonomian menurut sistem ekonomi kapitalisme.

Ambil misal penggunaan kebijakan moneter dalam mengendalikan inflasi. “Ketika inflasi sudah dianggap pada level yang terlalu tinggi sebagaimana terjadi pasca pandemi, maka akan diambil kebijakan untuk menaikkan tingkat suku bunga acuan,” sebutnya.

Padahal, langkah itu bisa menyebabkan kondisi ekonomi jatuh ke dalam resesi yang menghasilkan tingkat pengangguran sangat tinggi, seperti halnya terjadi di AS, di tengah nilai dari produk domestik bruto pada tahun 2024 sebesar USD29 triliun, terbesar di dunia.

“Bagaimana mungkin dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia yang mencapai USD29 triliun, namun masih memiliki sebanyak 41,6 juta penduduk yang bergantung hidupnya dengan bantuan makan dari pemerintah,” ungkap Hatta, mengutip laporan dari hasil analisis Center on Budget and Policy Priorities (CBPP) terhadap data dari Departemen Pertanian AS (USDA) di bawah Food and Nutrition Service (FNS) pada tahun 2018.

Diberitakan sebelumnya, pada 2 April 2025, Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan baru yang disebut-sebut sebagai tarif timbal balik atau resiprokal berupa penerapan tarif impor sebesar 10 persen terhadap seluruh produk dari berbagai negara yang masuk ke AS. Kebijakan ini mulai diberlakukan pada 5 April 2025.

Selain tarif umum tersebut, pemerintah AS juga menetapkan tarif tambahan yang dikenal sebagai reciprocal tariff atau tarif timbal balik yang dikenakan kepada negara-negara yang memiliki surplus perdagangan dengan Amerika, sementara AS sendiri mengalami defisit dengan negara-negara dimaksud. Kebijakan tarif timbal balik ini mulai berlaku pada 9 April 2025.[] Zainul Krian

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *