Media Arab dan internasional melaporkan berita pembunuhan koresponden Al-Jazeera di Palestina, Shireen Abu Aqilah, setelah dia ditembak oleh tentara entitas Yahudi, sementara rekannya Ali Al-Samudi cedera di punggungnya, pada saat mereka sedang meliput invasi pasukan entitas kriminal Yahudi ke kamp Jenin.
Dalam wawancara televisi, sejumlah saksi mata menuduh penembak jitu (sniper) Yahudi sengaja menargetkan kru media dengan darah dingin, meskipun mereka mengetahui afiliasi mereka dengan media. Sehingga berbagai pihak mengumumkan niat mereka untuk mengajukan gugatan terhadap tentara dan pemerintah entitas.
Kaum sekularis juga mengangkat gema kontroversi, di situs komunikasi elektronik, tentang disyariahkannya kaum Muslim memintakan rahmat atas terbunuhnya Shireen Abu Aqilah, yang disebutnya sebagai seorang wanita syahid, meskipun faktanya dia beragama Kristen. Di sisi lain, banyak yang menuntut untuk tidak membahas masalah ini, dan memintanya hanya fokus pada pengungkapan kejahatan entitas kriminal.
**** **** ****
Berkaitan dengan hal tersebut, kami mengangkat isu-isu penting yang tidak boleh hilang dari benak kaum Muslim ketika melihat berbagai isu dan peristiwa:
Pertama: Darah jurnalis terkenal tidak lebih penting daripada darah rakyat jelata yang tenggelam. Sehingga sangat memalukan bahwa ada kontras dalam reaksi para jurnalis dan intelektual, ketika mereka melihat berita pembunuhan para pemuda dan wanita di Palestina, Syam, Yaman dan negara-negara Muslim lainnya, dimana mereka hanya menghitung jumlah korban, kemudian mereka melupakan begitu saja, dengan beralih membaca berita ekonomi, olahraga dan sejenisnya. Namun mereka kontan bersuara keras ketika tokoh terkemuka terbunuh atau seorang jurnalis terkenal dibunuh, hal ini menimbulkan opini dan kesan di masyarakat tentang begitu murahnya darah orang yang tidak bersalah, sedang nilai pentingnya darah bergantung posisi dan kedudukan pemiliknya, yakni apakah ia seorang jurnalis terkenal atau tokoh politik terkemuka. Akibatnya hilang kesadaran publik tentang konsep Islam bahwa betapa besar dosa menumpahkan darah siapa pun tanpa alasan yang benar menurut syariah.
Kedua: Kewajiban umat Islam terhadap darah tak berdosa dan terlarang yang ditumpahkan oleh musuh-musuh umat di negeri kita, baik itu darah Muslim atau non-Muslim dari anak-anak negeri kita, adalah kisas, perang dan jihad terhadap mereka yang meremehkan kesucian kita, utamanya terhadap entitas Yahudi, dimana tanggung jawab untuk melindungi non-Muslim yang berada di bawah kekuasaan Islam adalah dhimmah (jaminan) umat dan Rasulnya SAW, yang harus kita lakukan. Tentunya kita tidak akan berdiri tercengang dan lumpuh di depan setiap korban kejahatan bangsa yang paling pengecut, yaitu bangsa Yahudi, seandainya bukan karena kegagalan kita untuk menyatukan suara kita, kekuatan kita dan tentara kita di atas Islam dan negaranya. Sehingga yang harus kita lakukan adalah mencabut entitas ini dari akarnya, bukan malah menyiram api dengah bahan bakar, dengan membawa kasus ke pengadilan Barat, yang menggunakan standar ganda dalam menangani kasus kami dan darah kami, serta darah yang berada dalam dhimmah (jaminan) kami, dimana dua miliar Muslim dihantui oleh kekerasan yang tak tertandingi, dalam menangani masalah Ukraina dalam segala aspeknya.
Ketiga: Akidah Islam dan hukumnya tidak pernah menjadi subjek kompromi, terlepas bagaimana pun upaya para sekularis untuk melemahkan akidah dan hukum agama kami, dengan mengeksploitasi perasaan dan emosi ketika mereka menuntut untuk mendahulukan konsep sekularisme dan patriotisme, mengabaikan konsep Islam dan hukumnya. Sementara seorang Muslim tidak diperbolehkan dalam menjalankan agama Allah takut pada celaan para pencela, atau menjual sesuatu dari agamanya untuk memuaskan orang-orang yang membenci apa yang diturunkan Allah. Ingat, para penyeru untuk meminta rahmat pada mereka yang meninggal atau terbunuh dari non-Muslim, sebenarnya mereka tidak berusaha untuk memperkuat “persatuan nasional” seperti yang mereka klaim, dan tidak pula untuk merapatkan barisan guna melawan musuh, namun tujuan mereka adalah untuk merusak hukum terkait al-wala’ dan al-bara’ (loyalitas dan berlepas diri) dalam Islam, serta mengalihkan perhatian kaum Muslim dari mendakwahkan akidah Islam, termasuk keimanan pada akhirat, atau dari menjadikannya sebagai tolok ukur perkataan dan perbuatan.
Sebab meminta rahmat untuk orang yang sudah meninggal dalam Islam, adalah khusus bagi yang telah ditetapkan Allah, yaitu bagi orang-orang yang beriman bukan yang lain, yaitu ampunan dan masuk surga, maka tidak boleh bagi seorang Muslim untuk meminta rahmat bagi non-Muslim yang meninggal, namun ini tidak berarti bahwa seorang Muslim dilarang ta’ziyah (menghibur) keluarganya atau menyebutkan apa yang menjadi sifat dan sikap baiknya, juga tidak berarti Itu mengingkari darahnya yang tidak bersalah dan tidak menuntut kisas pada pelakunya. Jadi, tidak ada hubungannya dengan kesatuan sikap dalam menghadapi pembunuhan yang dilakukan orang atau entitas kriminal.
Bahkan kenyataan membuktikan bahwa non-Muslim tidak peduli apakah kaum Muslim memintakan rahmat untuk mereka yang meninggal, seperti halnya seorang Muslim tidak peduli apakah non-Muslim tidak memintakan rahmat untuk Muslim yang meningal. Hal ini sama sekali tidak menimbulkan masalah bagi Muslim dan non-Muslim sepanjang sejarah, namun kaum sekularis yang mengangkatnya sebagai serangan terhadap Islam, dan provokasi antara Muslim dan non-Muslim guna memuluskan penyebaran keyakinan mereka, yaitu pemisahan agama dari kehidupan.
Adapun mati sebagai syahid dalam Islam, maka itu adalah status milik kaum Muslim yang terbunuh dalam ketaatan kepada Allah. Jadi, kami harus terikat dengan hukum Islam dalam memberikan status tersebut, dan kami tidak boleh melampauinya, apalagi beralih ke tolok ukur kaum nasionalis sekularis, yang tidak memiliki kebenaran apa pun.
Adapun seruan untuk meninggalkan penjelasan hukum Islam dalam hal ini dengan dalih demi menyatukan barisan, maka yang pertama-tama ditujukan kepada kaum sekularis yang mengeksploitasi emosi dan duka masyarakat, yang menyerang dengan cara rendah dan murahan terhadap prinsip-prinsip Islam dan hukumnya, dan melawan mereka yang keluar untuk membela hal paling berharga yang dimiliki seorang Muslim, yaitu akidah dan agamanya. Seruan ini tampaknya ingin memfokuskan tombak di dada para pembunuh, namun secara tidak sengaja menyerukan agar hidung kita terkena tusukan yang lebih mematikan dari peluru para agresor, serta membiarkan pintu terbuka bagi kaum sekuleris untuk memuluskan penyebaran konsep mereka yang merusak salah satu dasar agama.
Kami memohon kepada Allah agar memberi kami wawasan tentang masalah agama kami, dan membantu kami untuk menolong agama-Nya dan menolong mereka yang lemah. []
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 13/5/2022.