Oleh: Mahfud Abdullah (Direktur Indonesia Change)
Gelombang pembantaian di Gaza pekan ini menunjukkan bahwa Israel minus komitmen mencapai pemahaman strategis demi membantu membuat perdamaian.
Lalu bagaimana dengan OKI? Sejarah panjang OKI sejak berdiri 47 tahun lalu menunjukkan organisasi itu tak lebih dari “talking doll” alias boneka bicara yang tak mampu bergerak. Sejak didirikan pada 12 Rajab 1389 H/25 September 1969 OKI telah terbukti gagal mewujudkan tujuan pendiriannya. OKI didirikan dengan latar belakang reaksi para pemimpin Dunia Islam terhadap penyerobotan Israel atas Masjid al-Aqsha. Namun, sejak saat itu pula umat Islam bisa menyaksikan betapa minimnya keterlibatan OKI membela kepentingan Muslim Palestina.
Benar, negara-negara Teluk anggota OKI kerap mengirimkan donasi dan bantuan medis kepada penduduk Palestina. Namun, mereka tak melakukan apa-apa terhadap Israel yang menjajah Palestina sekaligus mengusir dan membunuhi warga Muslim Palestina. OKI lebih banyak mendorong apa yang dikatakan sebagai ‘dialog perdamaian’ Palestina dengan Israel. Padahal akar konflik Palestina-Israel adalah penjajahan Zionis Israel atas Tanah Palestina, bukan masalah perdamaian.
Keseriusan OKI untuk menyelesaikan konflik Palestina-Israel, juga keberpihakan mereka kepada rakyat Palestina dan pembebasan al-Aqsha, makin dipertanyakan. Beberapa anggota OKI malah menjalin persahabatan dengan Israel. Yordania, Turki, dan Mesir adalah sebagian anggota OKI yang telah menjalin kerjasama dengan Israel. Presiden Mesir, Abdul Fatah as-Sisi, September 2015 malah menyerukan negara-negara Arab untuk bekerjasama dengan Israel dengan dalih untuk memerangi ancaman terorisme. Sebagian negara yang lain berhubungan dengan Israel secara sembunyi atau melalui pihak ketiga. Banyak anggota OKI lainnya—meski secara resmi tidak berhubungan dengan Israel—menjadi sekutu dekat Amerika Serikat yang merupakan induk semang dan pelindung Israel, atau menjadi sekutu dekat Eropa khususnya Inggris yang menjadi bidan dan sekaligus pengasuh Israel.
OKI pun tidak melakukan aksi nyata untuk menghalangi terus menyusutnya wilayah Palestina yang terus diduduki oleh penjajah Israel. OKI hanya mengecam, menggiring Israel ke meja perundingan, atau mengirim bantuan medis, obat-obatan, makanan dan uang ‘takziyah’ kepada warga Palestina. Mereka sudah merasa cukup melakukan itu.
Yang lebih parah, alih-alih menolong Palestina dan mencegah terulangnya serangan bersenjata oleh Israel kepada warga Palestina, Pemerintah Mesir malah menutup terowongan ke wilayah Gaza yang menjadi andalan jalur pasokan pangan untuk warga Palestina. Ini semakin mengokohkan realita bahwa Palestina adalah penjara terbesar di dunia.
Dengan demikian, siapa pun niscaya bisa membaca ketidakseriusan OKI dan anggotanya dalam menyelesaikan berbagai krisis Dunia Islam, terutama kasus Palestina yang menjadi alasan pendiriannya. Hal itu telah terbukti selama 50 tahun sejarahnya.
Solusi hakiki dan tuntas untuk masalah Palestina, al-Quds, dan al-Aqsha tidak akan terjadi melalui solusi dua negara. Israel telah merampas dan menduduki Bumi Palestina, menodai kesucian al-Quds, menodai al-Aqsha di antaranya dengan terus menggali terowongan di bawah dan dekat al-Aqsha, merampas tanah warga Palestina dan mengusir mereka. Bahkan Israel telah menyerang secara brutal dan membunuhi warga Palestina termasuk anak-anak, wanita, dan para orang tua. Solusi dua negara sama artinya memberikan pengakuan legal kepada zionis Israel; sama dengan mengakui pendudukan, kebrutalan, kekejian, dan penjajahan Israel atas Palestina dan warganya.
Selama ini, negara-negara OKI mengklaim menentang penjajahan bahkan mengklaim penjajahan harus dihapuskan dari muka bumi. Faktanya, negara-negara yang mengklaim itu justru menyerukan dan mendukung untuk mengakui dan melegalkan keberadaan penjajah Israel melalui solusi dua negara? Solusi dua negara sama saja memberikan jalan kepada zionis Israel penjajah untuk tetap menguasai dan menjajah Palestina. Hal itu jelas haram. Allah SWT berfirman:
﴿وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً﴾
Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada kaum kafir untuk memusnahkan kaum Mukmin (TQS an-Nisa’ [4]: 141).
Persoalan Palestina bukan persoalan perbatasan (hudûd), tetapi persoalan keberadaan (wujûd) Israel. Selama Israel masih bercokol di Tanah Palestina maka isu Palestina, al-Quds, dan al-Aqsha tidak akan berakhir. Persoalan Palestina hanya bisa diselesaikan dengan menghapus entitas Yahudi di Tanah Palestina. Ini karena keberadaan mereka adalah ilegal dan haram. Penghapusan entitas Yahudi sekaligus penjagaan terhadap umat Islam, khususnya di Palestina.[]