Gagal Terapkan Dinar dan Dirham, Pakar: Secara Syar’i dan Fakta, ISIS bukan Sebuah Negara

Mediaumat.news – Menanggapi gagalnya ISIS dalam menerapkan mata uang dinar dan dirham, Pakar Ekonomi Syariah Dr. Arim Nasim, S.E., M.Si., A.K., menilai bahwa ISIS secara syar’i dan fakta bukanlah sebuah negara.

“Menurut saya, ISIS itu baik secara syar’i maupun secara fakta itu bukan negara,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Ahad (07/02/2021).

Ia menilai, secara syar’i sebuah negara itu harus memiliki wilayah yang otonom bukan berada di bagian wilayah negara lain. “Dan faktanya itu tidak dimiliki oleh ISIS karena wilayah ISIS itu berada di wilayah Irak dan sebagian berada di wilayah Suriah. Kedua negara itu masih ada sehingga ISIS tidak memiliki kekuatan otonom dan wilayah yang berdiri sendiri,” ungkapnya.

Menurutnya, tidak adanya kekuatan negara yang mem-back-up dinar dirham menyebabkan tidak efektif digunakan dalam transaksi saat ini. “Jadi, problemnya bukan karena dinar dan dirham itu tidak efektif untuk transaksi era modern, soal ketersediaan sumber daya mineral dan distribusinya, tetapi soal tidak ada kekuatan negara yang mem-back-up-nya,” ungkap Arim.

“Bukan juga masalah keamanan apalagi masalah stabilitas karena justru sebaliknya, yang membuat uang itu tidak stabil dan harga emas juga tidak stabil seperti saat ini penyebabnya adalah karena sistem ekonomi kapitalisme dan sistem moneter fiat money. Karena ketika sistem moneter ini di-back up oleh negara, terbukti stabil dan aman,” tambahnya.

Berdasarkan fakta sejarah, menurutnya, sistem moneter emas dan perak itu tidak bisa dilepaskan dengan subsistem ekonomi lainnya dan juga kekuatan politik Islam. “Jadi, dinar dan dirham akan efektif bukan hanya di-back up oleh sebuah negara tapi negara yang kuat,” tegasnya.

Menurutnya, penerapan sistem dinar dan dirham saat ini tidak efektif karena kekuatan global, dalam hal ini Amerika Serikat dan negara-negara kapitalisme yang menjadikan fiat money atau uang kertas sebagai alat penjajahan, tidak akan membiarkan sebuah negara menggunakan mata uang emas dan perak.

Oleh sebab itu, dinar dan dirham itu akan efektif jika diadopsi oleh negara yang kuat. “Sebagaimana dulu dinar dan dirham digunakan oleh adidaya Persia dan Romawi sebagai mata uang dan ketika Negara Islam yang didirikan oleh Rasulullah SAW tegak dan diikuti oleh para khalifah serta khilafah islamiah saat menjadi negara adidaya maka Islam mewajibkan mata uang yang dicetak oleh negara itu emas dan perak atau dinar dan dirham,” jelasnya.

Namun, lanjutnya, ketika khilafah hancur negara-negara kapitalis menggantikan sistem moneter emas dan perak dengan sistem moneter fiat money yang digunakan sebagai alat penjajahan.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini: