Mediaumat.info – Terkait istilah futuhat yang dianggap oleh sebagian pihak memiliki konsep sama dengan penjajahan ala kapitalisme, Pemimpin Redaksi Tabloid Media Umat Farid Wadjdi menegaskan bahwa secara faktual keduanya sangat berbeda.
“Secara faktual kalau kita lihat, (futuhat) sangat berbeda dengan konsep kapitalis,” ujarnya dalam Bincang Peduli: Kekuatan Aqidah, Syariah, & Visi Mampu Menaklukkan Dunia! di kanal YouTube Bincang Peduli, Sabtu (28/9/2024).
Sebutlah dari sisi target, kata Farid menjelaskan, konsep kapitalisme cenderung menjadikan wilayah-wilayah kaya sumber daya alam sebagai sasaran utama penjajahan. Sedangkan ke wilayah-wilayah yang dianggap ‘miskin’, mereka jarang bahkan tidak mau masuk.
Sementara aktivitas futuhat didominasi oleh upaya mendakwahkan Islam ke seluruh wilayah, bahkan ke Afrika yang sebagian wilayahnya dikenal kurang subur.
Lantas terhadap wilayah ‘miskin’ dimaksud, khilafah justru membantu mengentaskan kemiskinan dengan sungguh-sungguh. “Ketika ada wilayah yang miskin justru dibantu oleh wilayah khilafah yang lain,” beber Farid.
Pasalnya di dalam khilafah, hak seluruh warga negara adalah sama, terutama berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan pokok. “Ini yang membedakan (Islam) dengan kapitalisme,” tandasnya.
Dengan kata lain, terdapat kekeliruan dalam mendefinisikan istilah futuhat yang seharusnya berarti perluasan dakwah Islam yang rahmatan lil alamin ke seluruh penjuru dunia malah diartikan sekadar perluasan wilayah dan bahkan pendudukan (expantion and occupation).
Salah satu misal, peristiwa penting dalam sejarah Islam pada 1 Ramadhan 21 Hijriah atau tahun 641 Masehi. Saat itu, pasukan kaum Muslim untuk pertama kalinya menaklukkan Mesir di bawah pimpinan Amru bin al-Ash yang sebelumnya berhasil memfutuhat Suriah, Palestina, dan Yordania.
Mesir kala itu menjadi bagian dari kekuasaan Kekaisaran Bizantium atau Imperium Romawi Timur. Satu dekade sebelumnya, wilayah ini sempat dikuasai Dinasti Sasaniyah dari Persia. Namun, Bizantium berhasil merebutnya kembali sebelum akhirnya tunduk oleh futuhat pasukan Muslim.
Namun yang menjadi catatan penting Farid, pasca futuhat Mesir adalah penduduk di sana tak pernah sekalipun menganggap para tentara Muslim sebagai penjajah, apalagi menganggap futuhat sebagai bentuk penjajahan.
Sebaliknya, Mesir justru menjadi bagian dari wilayah kekhilafahan Islam yang turut memperjuangkan, mempertahankan serta menyebarluaskan Islam ke seluruh penjuru dunia.
“(Artinya) ini tidak mungkin terjadi kalau negara (khilafah) itu dianggap penjajah,” sebut Farid, yang berarti anggapan futuhat indentik dengan penjajahan telah terbantahkan.
Sangat berbeda dengan Belanda yang pernah menguasai wilayah Indonesia, misalnya. Meski sudah angkat kaki dari negeri ini, dan mungkin juga sudah terbentuk hubungan bilateral antara Indonesia-Belanda saat ini, tetap saja predikat Belanda sebagai negara penjajah masih saja melekat.
Bahkan, sebagaimana diketahui, kala itu Belanda menguasai wilayah Indonesia dengan berbagai kelicikan, di antaranya politik devide et impera (politik adu domba) berikut pembagian penduduk menjadi masing-masing golongan Eropa, Timur Asing, dan Pribumi.
Pun demikian upaya memonopoli perdagangan rempah-rempah dengan mendirikan organisasi dagang, yaitu Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC), yang berlanjut sistem tanam paksa atau cultuurstelsel yang menyengsarakan rakyat Indonesia.[] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat