Mediaumat.news – Modus kebakaran hutan dan ladang (Karhutla) dinilai serupa dan sebangun dengan praktik Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada Krisis Moneter 1998.
“Pak Presiden, modus yang digunakan oleh pemilik lahan perkebunan ini sebenarnya serupa dan sebangun dengan praktek BLBI,” ujar pengamat ekonomi Fuad Bawazier dalam rilis yang diterima Mediaumat.news, Rabu (25/9/2019).
Menurut Fuad, pelaku BLBI, membakar industri perbankan dan memperoleh keuntungan besar dari uang BLBI. Pemerintah memadamkan Krismon dengan dana APBN.
“Pelakunya ketawa-ketiwi karena tidak terjamah hukum. Yang dihukum hanya kroco-kroco sebagai simbol dan tumbal kecil. Tak beda banyak dengan Karhutla,” bebernya.
Ia juga menduga, jangan-jangan aktor intelektualnya, paling tidak sebagiannya, masih yang itu itu juga. Hukum lumpuh dan takut menghadapi mereka yang berkekuatan finansial kuat yang pelan-pelan telah berubah menjadi kekuatan politik di belakang layar.
“Konon mereka menjadi ‘sakti’ karena telah banyak ‘berjasa’ entah jasa apa dan kepada siapa,” ujarnya.
Peng-peng
Menurut Fuad, luar negeri diam-diam maupun terang-terangan mengeluh dan memaki pemerintah Indonesia. Mereka yakin bahwa kebakaran itu ulah pemilik lahan yang diduga dari kalangan atau kerja sama penguasa-pengusaha (Peng-peng). Bahkan kabarnya ada pemiliknya dari Malaysia dan Singapura.
“Singkatnya, pemerintah kurang berdaya menghadapi peng-peng ini. Dan herannya tawaran bantuan luar negeri untuk ikut mengatasi Karhutla ditolak pemerintah. Apakah takut jika mafia pembakaran hutla terbongkar sampai ke luar negeri?” tanyanya retoris.
Menurutnya, triliunan dana sawit yang terkumpul diharapkan bisa lebih transparan penggunaannya dan bermanfaat bagi Indonesia termasuk untuk ongkos pemadaman kebakaran hutan dan lahan sekarang ini.
“Jangan pakai dana APBN -APBD yang lagi cekak. Itu uang rakyat. Dan sebagiannya dari utang pula. Masa rakyat yang sudah menderita malah yang harus bayar ongkos pemadamannya. Tidak adil,” tegasnya.
Menurut Fuad, asosiasi sawit harus bertanggung jawab. Tapi boro-boro mau bertanggung jawab, denda yang sudah dikenakan pada mereka sekitar Rp20 triliun itu kabarnya baru atau hanya dibayar Rp400 miliar. Kembali pemerintah tidak kuasa menagih lunas.
Kepolisian mengumumkan ratusan orang sudah ditetapkan sebagai tersangka pembakaran hutan dan lahan. “Maaf, kami juga tidak terkesan meskipun ribuan yang dijadikan tersangka, selama kebakaran dari tahun ke tahun terus terjadi. Pengumuman itu hanyalah ‘ritual tahunan tiap ada kebakaran’,” tegas Fuad.
Fuad pun menyebutkan, publik juga tahu bahwa yang ditangkap kebanyakan orang suruhan, orang bayaran. “Ingat bahwa satu pelaku tertangkap, ribuan yang lain siap menggantikan. Maklum sedang banyak pengangguran,” pungkasnya.[] Joko Prasetyo