Mediaumat.id – Front Persaudaraan Islam (FPI), Gerakan Pengawal Fatwa Ulama (GNPF,-U) dan Persaudaraan Alumni 212 (PA212) menilai tragedi penggusuran paksa terhadap warga kampung tua di Pulau Rempang adalah perampasan hak ekonomi, sosial dan budaya dari penduduk asli kampung tua Pulau Rempang
“Adalah bentuk nyata pelanggaran hak asasi manusia lewat perampasan hak ekonomi, sosial dan budaya dari penduduk asli kampung tua Pulau Rempang,” ujar FPI, GNPF-U dan PA 212 dalam rilis pernyataan sikap bersama tertandatangan Habib Muhammad Alatthas (Ketua FPI), Yusuf M Martak (Ketua GNPF-U) dan KH Abdul Qohar (Ketua PA 212) yang diterima Mediaumat.id, Senin (20/9/2023).
Menurut FPI, GNPF-U dan PA 212, kampung tua Pulau Rempang telah ada sejak tahun 1834 dan sudah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Batam sebagai wilayah kampung tua yang wajib dilindungi dan dilestarikan sebagai bentuk mempertahankan nilai-nilai budaya Masyarakat Asli Batam, sehingga tidak direkomendasikan untuk memberikan Hak Pengelolaan Lahan kepada siapa pun di wilayah kampung tua tersebut.
FPI, GNPF-U dan PA 212 memandang, proyek Rempang Eco City yang menggusur paksa dan mengusir penduduk asli kampung tua tersebut merupakan proyek hasil kawin silang UU Omnibus Law Ciptaker mahakarya rezim berkuasa dan MoU Cheng Du.
FPI, GNPF-U dan PA 212 juga menilai, penggusuran paksa tersebut merupakan pelanggaran nyata terhadap tujuan bernegara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Konstitusi UUD 1945 yakni, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, serta mencerdaskan kehidupan bangsa.
FPI, GNPF-U dan PA 212 menuntut pemerintah pusat untuk menghormati hak penduduk asli kampung tua Pulau Rempang dengan menghentikan Proyek Rempang Eco City serta mencabut Proyek Rempang Eco City tersebut dari Proyek Strategis Nasional.
Selain itu, FPI, GNPF-U dan PA 212 juga menuntut pada Kapolri agar membebaskan warga peserta aksi penolakan terhadap penggusuran paksa kampung tua Pulau Rempang yang ditahan. Selanjutnya menuntut Kapolri dan Panglima TNI untuk bersikap humanis, menarik mundur pasukan serta mencopot Kapolda Riau, Kapolsek Barelang dan Komandan TNI AL Batam yang terlibat dalam kekerasan fisik terhadap masyarakat sipil.[] Agung Sumartono