Forum Ilmiah Tidak Boleh Dipersekusi Berdasarkan Asumsi dan Tendensi
(Catatan Hukum Tanggapan Atas Kritik Saudara Goenawan Muhammad Terhadap Ust Felix Siauw)
Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H. | Ketua LBH PELITA UMAT
Saudara Goenawan Mohamad mengkritik hadirnya Felix Siauw di ajang Indonesia International Book Fair (IIBF) 2019. Dalam kicauannya di akun Twitter, ia menyayangkan Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) sebagai penyelenggara yang mengundang Ust Felix Siauw.
Menurut Goenawan, acara Indonesian International Book Festival dibiayai dana publik. Namun, Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) menghadirkan Felix Siauw, orang yang menurutnya menentang asas NKRI. Bahkan, dia menyebut kehadiran Ust Felix Siauw sebagai sbuah hipokrisi.
Saudara Goenawan melalui akun Twitternya menyatakan membatalkan kehadirannya di IIBF 2019. “Besok, 6 September, Indonesian International Book. Festival, berencana menghadirkan panel diskusi, dgn pembicara Jürgen Bosch, direktur Frankfurt Book Festival, dan saya. Saya membatalkan diri,” kicau Goenawan.
Pihak penyelenggara telah memberikan klarifikasi. Menurut Ketua Panitia Acara IIBF 2019, Djadja Subagdja, Siapa pun yang tampil di IIBF koridornya adalah buku dan yang dibicarakan adalah buku yang tidak melanggar hukum.
Di hari pertama penyelenggaraan IIBF, Felix Siauw hadir dalam diskusi buku ‘Heritage of Ottoman’. Jadwal yang tertera dalam flyer dan buku agenda IIBF pukul 16.00-17.30 WIB di panggung utama yang berlangsung di Hall A, Jakarta Convention Center. Meski Felix Siauw hadir dalam sesi diskusi buku ‘Heritage of Ottoman’, namun Djadja menuturkan buku yang dibahas oleh sang ustaz di IIBF adalah ‘Wanita Berkarier Surga’.
Nampaknya, saudara Goenawan sedang menerapkan standar ganda dalam pernyataannya. Lebih jauh, saudara Goenawan membuat narasi hipokrit kepada pihak yang memiliki perbedaan pendapat sementara dirinya justru enggan hadir untuk berdiskusi.
Hipokrisi saudara Goenawan makin akut, selain mengkritik dia juga ‘mengancam’ membatalkan hadir dalam diskusi IBF berdalih adanya Ust Felix Siauw yang dituding sebagai orang yang menentang asas NKRI.
Tidak jelas, apa yang dimaksud oleh saudara Goenawan tentang tudingan ‘orang yang menentang asas NKRI’. Sepanjang kiprahnya sebagai Ustadz dan penceramah, Ust Felix Siauw tidak pernah mempersoalkan asas NKRI. Ust Felix juga tak pernah menyinggung eksistensi NKRI, apalagi menuntut pemisahan diri dari NKRI sebagaimana digaungkan Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Penulis justru heran kepada saudara Goenawan, dia begitu sibuk mengkritik kehadiran Ust Felix dalam forum ilmiah di IIBF, tapi kenapa tak terlalu perhatian dengan krisis OPM yang secara nyata ingin merongrong kedaulatan NKRI ?
Kalau kritik saudara Goenawan itu dibangun berdasarkan asumsi bahwa Ust Felix Shiau terafiliasi dengan HTI, mengusung ide khilafah, lantas apa dasar hukum melakukan ‘persekusi’ terhadap diskusi ilmiah Ust Felix Siauw ? Bukankah diskusi adalah bagian dari kebebasan berfikir dan berekspresi, suatu aktivitas yang selama ini didewa-dewakan oleh Goenawan dan konco-konconya ?
Lagipula, terkait organisasi dakwah HTI hingga saat ini tidak ada satupun keputusan Pemerintah, Putusan Pengadilan, dan norma Peraturan Perundang-undangan lainnya yang menyatakan organisasi dakwah HTI sebagai ormas terlarang. Organisasi dakwah HTI hanyalah dicabut status Badan Hukum Perkumpulan (BHP) nya.
Adapun mendakwahkan ajaran Islam, yaitu Khilafah. bahwa ajaran Islam Khilafah tidak pernah dinyatakan sebagai paham terlarang baik dalam surat keputusan tata usaha negara, putusan pengadilan, peraturan perundang-undangan atau produk hukum lainnya sebagaimana larangan tegas terhadap paham komunisme, marxisme/leninisme dan atheisme, yang merupakan ajaran PKI melalui TAP MPRS NO. XXV/1966. Artinya, sebagai ajaran Islam Khilafah tetap sah dan legal untuk didakwahkan di tengah-tengah umat.
Mendakwahkan ajaran Islam Khilafah termasuk menjalankan ibadah berdasarkan keyakinan agama Islam, dimana hal ini dijamin konstitusi. bahwa Islam adalah agama yang diakui dan konstitusi memberikan jaminan untuk menjalankan ibadah sesuai agamanya berdasarkan Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Oleh karena itu siapapun yang menyudutkan ajaran Islam, termasuk Khilafah maka dapat dikategorikan tindak pidana penistaan agama.
Karena itu, pihak panitia sebaiknya mengabaikan kritik saudara Goenawan. Jika saudara Goenawan ‘ngambek’ tidak mau hadir sebagai nara sumber diskusi, saran saya penyelenggara bisa mencari nara sumber lainnya. Sikap Goenawan lebih kental bernuansa tendensi, karena Ust Felix lekat sebagai aktivis Islam sementara saudara Goenawan berada di garda kaum liberal.
Di Republik ini, masih banyak nara sumber lain yang kompeten untuk diajak berdiskusi dan mau berdamai dengan perbedaan pandangan dengan pihak lainnya. Jika kehadiran Ust Felix Siauw di IIBF dipersoalkan hanya karena ‘kritik’ yang berdasar asumsi dan tendensi, jelas hal ini akan mematikan nalar intelektual dan tradisi ilmiah dalam mencari hakekat sebuah kebenaran. [].