Mediaumat.id – Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Ahmad Sastra mengkritik Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang akan mengundang Paus Fransiskus, pemimpin umat Katolik sedunia, ke Indonesia untuk memperlihatkan indahnya keberagaman negeri ini.
“Mengapa harus Paus yang diundang? Apa hubungannya dengan Paus? Bukankah jika negeri ini baik, ya baik untuk negeri ini juga, bukan untuk orang lain?” ungkapnya kepada Mediaumat.id, Selasa (8/3/2022).
Menurut Ahmad, Yaqut harus merenungkan diri, apakah dirinya telah menjadi menteri yang mampu menciptakan ketenangan beragama di negeri ini atau sebaliknya.
Apalagi, lanjut Ahmad, masih banyak PR di negeri ini yang juga mestinya menjadi prioritas bagi pemerintah. Sebutlah makin tak terhitungnya penghina Islam yang secara terang-terangan melakukan itu. Belum lagi aliran-aliran agama yang difatwakan telah menyimpang dari falsafah negeri ini.
Diketahui rencana mengundang Paus itu disampaikan Menag saat memberikan sambutan pada Pertemuan Nasional Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia di Nusa Dua, Denpasar, Bali, Senin (7/3). Menag beralasan, undangan itu akan dilakukan untuk memperlihatkan indahnya keberagaman di Indonesia.
Bikin Gaduh
Ahmad memandang, munculnya berbagai pernyataan maupun agenda dari kementerian agama termasuk termasuk moderasi beragama, justru malah menjadikan negeri ini mengalami kegaduhan relasi antar umat beragama.
Tampak dari oknum-oknum yang selalu membangun narasi negatif, atau bahkan menghina Islam, tidak ditindak tegas oleh pemerintah. Padahal, kata Ahmad, itu berpotensi menimbulkan berbagai kemarahan di kalangan umat Islam.
Menurutnya, secara faktual negeri ini sesungguhnya sedang tidak baik-baik saja. “Terutama saat ada agenda moderasi beragama dan juga narasi radikal-radikul,” tuturnya.
Rencana Lanjutan
Menurutnya juga, rencana mengundang tersebut merupakan lanjutan dari agenda moderasi beragama yang sedang giat dicanangkan oleh pemerintah.
Padahal seperti diketahui sebelumnya, agenda moderasi dimaksud telah memicu kegaduhan dan pro kontra di tengah masyarakat karena dianggap tidak menyelesaikan masalah.
Lebih tepatnya, ungkap Ahmad, sejak adanya BNPT, BPIP ditambah agenda moderasi beragama, ketenangan beragama di negeri ini justru makin terusik. “Sering terjadi diskriminasi atas agama, khususnya Islam. Umat Islam mengalami berbagai bentuk perpecahan karena narasi moderat dan radikal yang selalu dihembuskan oleh pemerintah,” ulasnya.
Pasalnya, bagi Ahmad, kebijakan tersebut bukanlah solusi tepat atas kebhinekaan negeri ini, tetapi justru cenderung kepada sinkretisme akidah yang dilarang dalam Islam.
Sehingga, menghadirkan Paus tersebut bisa disebut sangat tidak akan menyelesaikan persoalan carut marut negeri ini. “Yang ada justru akan timbul kegaduhan baru,” tegasnya.
Dahulu
Menjawab keberagaman di Indonesia, terang Ahmad, Indonesia telah mengalami banyak persoalan semenjak kekuasaan Jokowi. Dahulu, yang namanya hubungan antar umat beragama berjalan dengan baik dan tidak menjadi masalah.
Namun sekarang dengan berbagai program yang dicanangkan, justru yang terjadi sebaliknya. “Hubungan antar umat beragama di negeri ini semakin tidak kondusif. Di tengah agenda moderasi, justru banyak orang yang menghina agama Islam, namun mereka dibiarkan,” ucapnya menyayangkan.
Lebih paradoks, tambah Ahmad, seorang menteri agama melontarkan hal buruk berkenaan dengan suara azan yang pada akhirnya, pun menambah kegaduhan di tengah-tengah umat.
Hal serupa, juga tampak dari ungkapan Jokowi beberapa waktu lalu soal penceramah radikal dengan kriteria yang dibuat oleh BNPT. “(Itu) juga adalah tindakan gegabah yang justru akan memicu kegaduhan,” tandasnya.
“Mengapa pemerintah justru sering membuat kebijakan yang tidak memberikan ketenangan bagi rakyatnya sendiri? Apakah ini yang dimaksud dengan moderasi beragama itu?” herannya.
Kata, Ahmad, pemerintah harusnya menyadari, bahwa mereka telah banyak melakukan kebijakan salah yang menimbulkan berbagai kegaduhan antar umat beragama. “Bukan malah mengundang Paus, sebab tidak ada relevansinya,” pungkasnya.[] Zainul Krian