FORKEI: Gas Melon Langka karena Intervensi Bisnis
Mediaumat.id – Menyoroti kelangkaan gas melon (gas elpiji 3 kg), Direktur Forum Kajian Kebijakan Energi (FORKEI) Agus Kiswantono menilai kalau tidak adanya proteksi terhadap potensi alam, maka yang terjadi adalah adanya intervensi bisnis.
“Ini kalau tidak ada proteksi baik secara ya kemandirian yang ada kaitannya dengan kebutuhan gas, maka akan terjadi intervensi bisnis dan itu sekarang kondisinya seperti ini,” ujarnya dalam Kabar Petang: Terbongkar! Ternyata Ini Biang Kerok Kisruh LPG 3 Kg, Selasa (8/8/23) di kanal YouTube Khilafah News.
Menurutnya, intervensi bisnis terjadi lantaran pemerintah tidak mandiri dalam pengelolaan potensi sumber daya alam. “Pemerintah seharusnya mampu mengelola potensi sumber daya alam di Indonesia, kalau mampu mengelola maka akan terciptanya kemandirian dan ketahanan energi bukan ketergantungan,” ujarnya.
Karena tidak ada kemandirian, jelasnya, maka ujungnya itu ada ketergantungan, kalau sudah ada ketergantungan maka otomatis ya kebijakannya apalagi yang berkaitan dengan harga itu juga akan diserahkan kepada pasar.
Kalau barang sudah diserahkan pasar, bebernya, maka akan terjadi fluktuatif harga dan juga akan berkaitan dengan penentuan harga.
“Karena kalau internal ya kebutuhan di Indonesia aja tidak mampu memenuhi, maka akan ada ketergantungan dengan pihak luar ya, yang itu di luar otorisasi pemerintah otomatis ketergantungan ini akan menyebabkan kerapuhan harga,” lanjutnya.
Seharusnya, lanjut Agus, ada revisi terkait dengan kebijakan yang menyangkut hajat kehidupan atau hajat operasional seperti gas melon yang seharusnya full otoritas yang dilakukan oleh pemerintah.
“Sehingga di sini, kerapuhan di sini terkait dengan harga, baik itu tadi terkait dengan isu tidak punya subsidi ini tidak perlu terjadi, karena apa? Indonesia itu ada untuk siapa? Untuk rakyat,” bebernya.
Untung Rugi
Agus menambahkan, negara tidak boleh ada mindset untung rugi. “Lha ini sekarang kan kebalik-balik. Bagaimana mungkin negara yang punya kewenangan keleluasaan di-backup dengan perundang-undangan untuk mengelola seluruh potensi alam Indonesia masih mempunyai mindset untung dan rugi,” tambahnya.
Sehingga, imbuhnya, jika untung rugi diterapkan maka rakyat akan menjadi satu obyek bisnis atau obyek penopang profit perusahaan.
“Rakyat ini tetap rakyat bukan konsumen, sebetulnya maka negara harusnya hadir ya untuk membuat satu kebijakan regulasi agar kebutuhan seluruh masyarakat Indonesia ini bisa terjangkau murah,” imbuhnya.
Ia berpesan, jangan sampai negara memiliki mindset bisnis kepada rakyat, karena negara hadir untuk rakyat bukan berbisnis dengan rakyat.
“Jangan sampai mindset bisnis lebih ditekankan atau kalau bisa ini dihilangkan ya, kepada ya, seluruh kebutuhan-kebutuhan pokok yang menjadi kewenangan dari pemerintah untuk mengatur elpiji 3 kg,” tutupnya.[] Setiyawan Dwi