Mediaumat.id – Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi mengungkap, pertandingan sepak bola Piala Dunia yang sedang berlangsung di Qatar dan telah menyihir miliaran manusia justru membawa dampak negatif yang tidak disadari umat.
“Dikatakan menyihir karena gelaran Piala Dunia ini telah menyihir miliaran manusia untuk menonton serta menjadi perbincangan di seluruh dunia. Padahal sihir Piala Dunia menghasilkan dampak negatif yang merusak dan tidak disadari oleh umat Islam,” ungkapnya dalam rubrik Menjadi Politisi Islam: Sihir Piala Dunia, Senin (5/12/2022) pada kanal YouTube Peradaban Islam ID.
Menurut Farid, setidaknya ada empat dampak negatif yang muncul dari gelaran Piala Dunia ini.
Pertama, Piala Dunia menjadi upaya kapitalis melalui FIFA untuk menekan pemerintah Qatar menerima keinginan para kapitalis. “Pemerintah Qatar yang diasumsikan negeri Islam dipaksa menerima ketentuan-ketentuan FIFA. Contohnya minuman keras tetap dibolehkan sekalipun di luar stadion. Di Piala Dunia ini juga menjadi ajang unjuk kekuatan kelompok LGBT dengan ban One Love-nya. Dan Qatar pun sebagai tuan rumah tak kuasa menolak ketentuan itu,” bebernya.
Khusus upaya kaum LGBT ini, menurut Farid, merupakan langkah pertama untuk membangun penerimaan masyarakat terhadap perilaku LGBT. “Setelah langkah pertama, mereka akan menuju langkah politik yaitu mencari dukungan partai politik agar mendapat kekuatan politisi untuk melegalkan perilaku gay,” tuturnya.
Kedua, upaya kapitalisasi sepak bola yang sangat menguntungkan para pemilik modal besar yang mensponsori Piala Dunia. “Semua hal terkait sepak bola dijadikan ajang bisnis legal maupun ilegal yang menghasilkan keuntungan besar. Mulai dari penjualan tiket, merchandise, izin hak siar, judi, hingga prostitusi, semuanya adalah bisnis yang sangat menggiurkan,” urainya.
Ketiga, pertandingan olahraga yang ditandingkan secara sistemik dan reguler adalah upaya untuk memperkuat dan menumbuhkan nasionalisme. “Unsur nasionalisme/ashshabiyyah sangat kental dalam setiap pertandingan olagraga dengan membanggakan negaranya masing-masing. Nasionalisme/ashshobiyah inilah sumber perpecahan dunia Islam,” jelasnya.
Farid merasa prihatin karena umat Islam pun dibuat terlena sehingga tidak peduli dengan penderitaan kaum Muslim. “Mereka tidak peduli dengan pembantaian (terhadap) kaum Muslim di Palestina, Suriah, dan Yaman dengan alasan bukan urusan negaranya. Padahal posisi negara-negara tersebut cukup dekat dengan Qatar dan negeri-negeri Arab lainnya,” tuturnya.
Selain itu, selanjutnya sepak bola seolah-olah dianggap bisa menyatukan perbedaan yang ada di dunia. “Kenyataannya persatuan sepak bola itu semu dan tidak bisa menyelesaikan persoalan-persoalan manusia apalagi menyelesaikan persoalan politik di dunia Islam yang sedang terpecah-belah,” tambahnya.
Keempat, Piala Dunia telah mengalihkan perhatian kaum Muslim dari persoalan-persoalan utama umat. “Potensi dan dana umat di Qatar tersedot untuk penyelenggaraan gelaran Piala Dunia yang sangat mewah. Tapi penderitaan kaum Muslim di negara lain yang sangat membutuhkan bantuan militer dan bantuan pangan tidak menjadi perhatian Qatar dan negeri-negeri Muslim lainnya yang terlibat dalam Piala Dunia ini,” ujarnya.
Meski mengkritisi nasionalisme, jelas Farid, bukan berarti Islam adalah agama yang tidak memerintahkan untuk membela tanah air. “Bahkan Islam mewajibkan untuk membela tanah kaum Muslim yang dijajah dan diduduki dengan jihad fisabilillah. Dorongan kaum Muslim untuk membela tanah kaum Muslim ini tidak lain adalah perintah Allah SWT. Bukan didasarkan pada ikatan-ikatan semacam nasionalisme yang justru memperlemah kaum Muslim,” tegasnya.
Menurut Farid, Islam tidak melarang kaum Muslim berolahraga. Namun olahraga yang dilakukan hendaknya mengikuti syariat Islam yaitu bertujuan untuk membela diri atau dalam rangka jihad fii sabilillah. “Dalam olahraga juga tidak boleh ada pelanggaran aturan Islam serta tidak sampai melalaikan kewajiban utamanya,” tambahnya.
Selain itu, ia mengingatkan, umat Islam harus tetap memiliki fokus dan orientasi utama yaitu melakukan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar dan berupaya membebaskan negeri-negeri Islam yang ditindas dan didzalimi.
“Harus disadari pula bahwa sepak bola Piala Dunia di Qatar ini menjadi semacam perang peradaban yang digunakan oleh negara-negara Barat untuk menyerang nilai-nilai Islam. Ini bisa dilihat dari eksploitasi nilai-nilai kemaksiatan seperti LGBT dan kebebasan minuman keras,” pungkasnya.[] Erlina