Mediaumat.id – Pernyataan Ketua PBNU Yahya Cholil Staquf yang mengatakan belum tentu Palestina rugi kalau Israel datang ke Indonesia dibantah oleh Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi.
“Ada beberapa catatan penting. Pertama, penyambutan tim sepak bola Israel jelas merugikan Palestina,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Senin (27/3/2023)
Menurutnya, penyambutan Timnas U-20 Israel ini menjadi jalan melegitimasi keberadaan penjajah Yahudi. “Karena ingat tim sepakbola ini adalah tim resmi dari negara penjajah Yahudi. Karena itu ketika ada tim dari negara penjajah dan kemudian disambut dan dibolehkan datang ke Indonesia, itu sama halnya menyambut pembunuh, menyambut perampok dan kemudian membiarkan perampok berada di negeri kita ini. Sama seperti itu. Dan ini akan menjadi jalan legitimasi bagi negara Israel. Seolah-olah Israel berkata, ‘lihat tuh negeri Indonesia yang mayoritas penduduknya Islam menyambut kami, walaupun kami merampok, walaupun kami menjajah, Indonesia menyambut tim sepakbola kami’. Jelas ini akan menaikkan political bargaining Israel di mata dunia internasional. Dan ini jelas merugikan Palestina,” bebernya
Kedua, Farid melihat persoalannya sebenarnya bukan masalah merugikan Palestina belaka. Tapi, jika negeri ini memang benar-benar anti penjajah, semestinya menggunakan rencana kedatangan tim sepakbola Israel ini dengan menunjukkan sikap penolakan terhadap penjajahan.
“Sikap penolakan terhadap penjajahan ini menguntungkan Palestina dan akan merugikan Israel. Bayangkan kalau semua negeri Islam, bahkan seluruh dunia menolak tim sepak bola atau tim apapun dari Israel dengan alasan mereka melakukan penjajahan. Jelas ini sangat merugikan Israel. Akan menjatuhkan posisi Israel di mata internasional. Melemahkan posisinya karena dunia menganggap Israel sebagai penjajah. Dan ketika posisi internasional ini melemah berarti ini menguntungkan bagi Palestina dan memberikan opini yang baik bagi Palestina sebagai negara yang dijajah,” terangnya.
Ketiga, ia menilai persoalannya bukan semata-mata, apakah merugikan Palestina atau tidak. Bukan semata-mata itu. Tapi persoalannya adalah bagaimana sikap kaum muslimin ketika ada tim yang mewakili negara Israel itu datang ke negeri Islam?
“Padahal Israel telah membunuhi kaum muslimin, merampok negeri kaum muslimin, menjajah bahkan menghalangi kaum muslimin untuk melaksanakan ibadah di bulan Ramadan di masjid al-aqsa. Kemudian disambut? Ya jelas ini tidak mencerminkan sikap seorang muslim sejati,” ujarnya.
Farid mengatakan, seharusnya sikap seorang muslim sejati adalah akan menggunakan kesempatan apapun untuk membela Palestina antara lain menunjukkan bahwa Israel itu adalah penjajah.
Kemudian, terkait pernyataan Gus Yahya yakni kalau membela Palestina jangan hanya teriak-teriak lalu tidur, menurut Farid, justru tentu itu tidak boleh dilakukan.
“Tidak boleh hanya teriak-teriak dan tidur. Namun juga bisa ditunjukkan pembelaannya itu dengan menolak penjajahan. Dan menolak penjajahan itu bisa ditunjukkan dengan menolak kedatangan tim sepakbola penjajah itu. Nah, karena itu, tentu tidak cukup dengan itu dan kita tidak boleh tidur,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ujar Farid, seharusnya yang dilakukan itu adalah mengusir penjajah Yahudi. Yakni dengan membangun kekuatan politik dunia islam. “Mempersatukan dunia Islam di bawah naungan Khilafah Islam yang akan menggerakkan negeri-negeri Islam, menggerakkan tentara-tentara negeri Islam untuk kemudian membebaskan Palestina,” tegasnya.
Dan ini, kata Farid, tidak akan bisa dilakukan dengan langkah-langkah apa yang disebut oleh Gus Yahya dengan memperkuat internasionalisme seperti mendorong PBB, ini tidak pernah berhasil. Karena PBB adalah alat politik dari negara-negara imperialis Amerika. “Kita lihat begitu banyak resolusi-resolusi PBB yang kemudian dianggap merugikan kepentingan Amerika atau kepentingan Israel itu ditolak oleh Amerika,” ungkapnya.
Menurutnya, jika ingin membangun internasionalisme, itu tidak bisa berharap pada PBB sebagaimana yang kerap diusung oleh Gus Yahya. “Tapi kalau kita ingin membicarakan internasionalisme, maka internasionalisme yang harus kita bangun adalah kekuatan independen negeri-negeri Islam. Dan itu hanya akan terwujud dengan adanya Khilafah ala minhajin nubuwwah,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it