FIWS: Pelajaran dari Bangladesh, Rezim Represif Bakal Tumbang

Mediaumat.info – Tergulingnya Perdana Menteri (PM) Bangladesh Sheikh Hasina dari kursi kekuasaan baru-baru ini, menunjukkan bahwa serepresif apa pun suatu rezim bakalan tumbang.

“Apa yang terjadi di Bangladesh lagi-lagi menjadi pelajaran bagi kita, serepresif apa pun rezim itu suatu saat nanti akan tumbang,” ujar Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi  dalam Kabar Petang: Inggris vs AS di Balik Kisruh Bangladesh? di kanal YouTube Khilafah News, Rabu (28/8/2024).

Dengan kata lain, meski di setiap konflik yang terjadi di dunia ketiga termasuk Bangladesh, Mesir, Indonesia, dsb., tak bisa dilepaskan dari kondisi ekonomi dan politik yang bobrok, namun selama masih bisa bermanfaat bagi negara-negara besar pendukungnya maka sebuah rezim akan tetap dipertahankan. Pun demikian sebaliknya.

Pasalnya, bagi negara Barat, menggantikan agen yang sudah tidak lagi diharapkan itu adalah perkara biasa dan mudah bagi mereka.

Makin menegaskan sebagaimana menjadi berita utama dari top 3 dunia pada 12 Agustus 2024 versi tempo.co, mantan PM Bangladesh Hasina menuduh Amerika Serikat (AS) mendalangi penggulingannya setelah ia menolak menyerahkan kedaulatan pulau utama St. Martin.

Lebih lanjut, Farid pun memaparkan, dalam beberapa kasus transisi suatu negara, sebutlah Yaman, menjadi lebih rumit ketika di dalamnya terjadi pertarungan antara negara-negara imperialis. “Di situ ada kepentingan Inggris dan Amerika yang bertarung,” ungkapnya.

Menurut Farid, Yaman sebelumnya berada dalam kontrol Inggris, kemudian terjadilah berbagai gejolak ketika di saat yang sama AS turut mengintervensi.

“Intinya perang itu menjadi perang untuk kepentingan negara-negara imperialis ini,” papar Farid, sembari pula memisalkan kondisi politik Sudan di bawah kepemimpinan Omar al-Bashir, seorang otokrat Sudan yang telah lama berkuasa sejak 1989 yang pada 11 April 2019 dipaksa mundur oleh aparat keamanan internalnya sendiri.

Artinya pula, kendati kondisi politik maupun ekonomi Bangladesh tampak menyedihkan bagi Farid, pertarungan antara negara-negara imperialis ini terutama antara Inggris dan Amerika, berkaca dari beberapa tempat, ini menjadi faktor yang juga sangat menentukan lama tidaknya suatu krisis.

Untuk diketahui, Hasina adalah anak dari Mujibur Rahman, pemimpin Bangladesh pada tahun 1971 sekaligus ketua dari Liga Awami, partai yang menurut Farid, dikendalikan oleh Inggris.

Lantas dalam gejolak di Bangladesh akhir-akhir ini, ungkap Farid, AS bermain melalui Partai Nasionalis Bangladesh berikut ketua umumnya Begum Khaleda Zia.

“Khaleda Zia ini mewarisi keagenan Amerika dari suaminya yaitu Ziaur Rahman yang berada dalam kendali Amerika yang meraih kekuasaan pada tahun 1977,” runtutnya.

“Hasina selama ini diketahui banyak berperan untuk lebih mengutamakan kepentingan Inggris dan dianggap menghantam agen-agen Amerika,” tambahnya.

Sistem Islam

Maka, Farid pun menuturkan, untuk bisa lepas dari hegemoni negara-negara Barat, suatu negeri termasuk Bangladesh maupun Indonesia harus memerdekakan diri dengan mendasarkan pada sistem Islam.

Pasalnya, sistem inilah yang menegaskan kedaulatan berada di tangan syara’. “Kedaulatan itu ada di tangan Allah SWT; maka apa yang benar, apa yang salah itu harus merujuk kepada syariat Islam,” paparnya.

Lebih jauh, dengan sistem Islam tidak ada yang bisa mengintervensi sebagaimana saat ini negara-negara imperialis mengubah hukum dan tatanan negeri-negeri lain untuk kepentingan imperialismenya.

Bahkan yang juga penting, tegasnya, sistem Islam akan memutus mata rantai pengkhianatan para penguasa di negeri-negeri Islam yang sebagian besar saat ini leluasa menjadi boneka-boneka Barat.

Untuk itu, hanya kembali kepada Islam maka kemerdekaan hakiki bisa terwujud. “Kembali ke Islam inilah kemerdekaan yang sesungguhnya yang akan memutus mata rantai penjajahan di negeri-negeri Islam,” pungkasnya. [] Zainul Krian

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: