Mediaumat.info – Merujuk istilah genosida sebagaimana diatur dalam Konvensi Genosida 1948 dan Statuta Roma 1998, puluhan ribu korban tewas di Gaza, Palestina, sejak Oktober 2023 dinilai lebih dari cukup sebagai bentuk genosida atau upaya pembantaian massal atas suatu bangsa.
“Sejak Oktober 2023 kemarin itu bisa disebut hampir lebih dari 35 ribu rakyat Palestina yang terbunuh. Apakah ini bukan pembantaian?” singgung Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi kepada media-umat.info, Senin (20/5/2024).
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pemerintahan Presiden Joe Biden, melalui Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS) Jake Sullivan, tidak yakin bahwa pembunuhan yang telah menewaskan puluhan ribu warga Palestina di Gaza oleh Zionis Yahudi adalah genosida.
“Kami tidak percaya apa yang terjadi di Gaza adalah genosida. Kami dengan tegas menolak usulan tersebut,” kata Sullivan kepada wartawan di Gedung Putih, Senin (13/5).
Namun, sanggah Farid sekali lagi, apa yang terjadi di Gaza adalah tindakan kekerasan nyata terhadap kelompok masyarakat dengan tujuan untuk membasmi keberadaan kelompok dimaksud, atau apa yang disebut sebagai genosida.
Sekadar ditambahkan, istilah genosida sendiri dicetuskan oleh Raphael Lemkin (24 Juni 1900-28 Agustus 1959), seorang pengacara berketurunan Polandia-Yahudi. Sebagai perumus Konvensi Genosida, ia mencetuskan istilah ini pada tahun 1943 atau 1944 dari kata genos (dalam bahasa Yunani berarti keluarga, suku, atau ras) dan caedere (dalam bahasa Latin berarti pembunuhan).
“Itu artinya apa? Genosida itu rencana yang terkoordinasi dengan beragam aksi yang bertujuan untuk menghancurkan landasan kehidupan kelompok masyarakat secara nasional dengan maksud memusnahkan kelompok itu sendiri,” urai Farid, tentang yang terjadi di Gaza selama ini berarti suatu penghancuran wilayah berikut pembasmian penduduk di dalamnya.
Hal ini tampak jelas dari tindakan-tindakan militer Zionis Yahudi yang tidak sekadar membunuh, tetapi lebih ke penghancuran nyata fasilitas-fasilitas vital penyokong kehidupan manusia.
Sebutlah di antaranya menghentikan suplai air maupun listrik, menghancurkan gedung-gedung rumah sakit dan sekolah, meratakan rumah-rumah penduduk, hingga memblokade masuknya bantuan makanan dengan menutup pintu Rafah.
“Ini jelas targetnya itu adalah menimbulkan kematian massal dengan menghancurkan fasilitas-fasilitas kehidupan, termasuk mencegah masuknya pangan dengan menutup pintu Rafah,” tandasnya.
Di sisi lain, tindakan genosida tersebut dipertegas sendiri oleh para elite Zionis semisal Netanyahu yang dari awal menginginkan penghancuran dan pembasmian Hamas dalam hal ini rakyat Palestina, untuk kemudian menguasai seluruh wilayah.
Sejak Lama
Upaya genosida atas warga Palestina, ternyata sudah dilakukan sejak sebelum deklarasi negara Israel yang palsu dilakukan. “Tahun 1948 misalkan, satu juta warga Palestina diusir. Mereka (Zionis Yahudi) merampas hak milik warga Palestina, mereka mencaplok puluhan kota dan ratusan desa,” ungkap Farid, seputar teror dan pembantaian terjadi di mana-mana ketika itu.
Belum lagi peristiwa Deir Yasin (10 April 1948), sekitar 254 Muslim Palestina terbunuh 100 di antaranya adalah anak-anak dan wanita). Unit 101 yang didirikan Moshe Dayan, meneror warga Palestina. Pun di tahun yang sama, tercatat 385 dari 475 desa Palestina dibuldoser sehingga rata dengan tanah.
Bahkan lebih mencengangkan, serangan terhadap Gaza pada November 2012 lalu, Zionis Yahudi menghancurkan lebih dari 60 masjid dan membunuh ratusan penduduk sipil di sana, dan lebih dari seribu orang terluka. Tahun 2009 lebih 1.500 orang syahid dalam serangan massif terhadap Gaza dalam tempo sepekan.
Kini, sekitar tiga juga orang hidup di penggalan tanah yang disebut Tepi Barat: 86% persen warga Palestina dan 14% (427.800 orang) adalah pemukim entitas penjajah Yahudi. Mereka tinggal di kawasan yang umumnya terpisah satu sama lain. Banyak permukiman penjajah dibangun dekade 1970-an, 80-an dan 90-an. Namun dalam 20 tahun terakhir, jumlah penduduk di situ berlipat ganda.
Permukiman penjajah juga tersebar di seluruh wilayah Palestina yang dijaga oleh tentara entitas penjajah Yahudi. Sementara, warga Palestina tak punya akses ke sana. Secara efektif, ini memisahkan satu kota di Palestina dengan lainnya, yang menyebabkan jalur transportasi dan pembangunan infrastuktur jadi sangat sulit dilakukan di wilayah Palestina.
Pun demikian dengan Jalur Gaza, yang menurut Farid, adalah penjara terbesar di dunia dengan 8 pintu. Satu pintu Rafah menuju Mesir dan 7 pintu lainnya menuju wilayah pendudukan.
Bahkan hingga saat ini, ungkap Farid menambahkan, diperkirakan terdapat 6 juta pengungsi Palestina yang menderita di kamp-kamp pengungsian. Yang berarti serangan terhadap umat Islam Palestina terus berlanjut.
Busuk
Karenanya, kembali menyinggung pernyataan Joe Biden yang tidak percaya tengah terjadi genosida di Gaza, Farid mengatakan ideologi kapitalisme yang diemban AS adalah busuk. “ideologi kapitalisme yang diemban oleh Amerika adalah ideologi busuk,” tukasnya.
Pula dukungan para elite termasuk seluruh presiden AS kepada Zionis Yahudi mencerminkan kerakusan dan kejahatan kapitalisme yang pada dasarnya rusak dan merusak itu.
Tak ayal, ia pun berharap munculnya ide-ide untuk melanjutkan kehidupan Islam bukan sekadar solusi alternatif, tetapi memang sebagai sistem pilihan manusia, khususnya bagi kaum Muslim yang notabene memiliki kewajiban dalam hal penegakannya.
“Bagi seorang Muslim tegaknya Islam ini merupakan kewajiban, di mana kewajiban menerapkan seluruh syariat Islam dengan menegakkan Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah,” pungkasnya. [] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat