Filolog: Yahudi Punya Jejaring di Indonesia Sejak VOC Berdiri di Nusantara
Mediaumat.info – Keberadaan komunitas Yahudi yang disinyalir kemudian berjejaring di negeri ini, dinilai Filolog Salman Iskandar, sejak VOC didirikan pada tahun 1602 oleh pemerintah Belanda dengan tujuan menguasai dan memperdagangkan rempah-rempah yang berlimpah di wilayah Asia Tenggara, khususnya di wilayah Indonesia.
“Semenjak kompeni Belanda mendirikan kamar dagangnya yang kita ketahui sebagai VOC,” ujarnya dalam Bincang Hangat: Jaringan Zionis di Indonesia, Ahad (28/7/2024) di kanal YouTube UIY Official.
Sekadar diketahui, VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Dutch East India Company, sebuah perusahaan dagang yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan ekonomi dan politik di Belanda pada abad ke-17 hingga ke-18.
Secara umum pula diketahui bahwa penjelajahan samudra oleh bangsa-bangsa Eropa sejak abad ke-15 Masehi yang mengusung misi gold, glory, gospel atau 3G, kemudian memunculkan praktik kolonialisme dan imperialisme sekaligus kristenisasi, kata Salman mengungkapkan, menyembunyikan keyahudian adalah suatu karakter yang biasa di antara kaum Yahudi.
“Bagi orang-orang Yahudi menyembunyikan keyahudiannya dan masuk ke ruang lingkup agama lain itu adalah sesuatu yang biasa dan lazim di antara mereka,” tukasnya.
Dengan kata lain, kaum Yahudi menyaru sebagai kristiani, dan apa saja yang dinilai mampu mengantarkan kembali ke tanah yang dijanjikan menurut ajaran mereka. “Intinya mereka menginginkan kembali ke tanah yang dijanjikan atau the promise land,” terang Salman.
Maka itu, mereka pun membonceng kepentingan agama lain dalam hal ini Kristen, berikut misi 3G, dalam berbagai ekspedisi jelajah samudra hingga ke Hindia Belanda yang saat ini dikenal sebagai Indonesia.
The Night Templar
Ketika Perang Salib berakhir, sekira tahun 1312 M, kata Salman lebih lanjut, di antara para veteran perang yang dikenal sebagai kesatria biara atau The Night Templar yang berordo keagamaan menginginkan kembali ke tanah yang dijanjikan (the promise land). Namun sayangnya, keinginan tersebut digagalkan oleh Sultan Salahuddin al-Ayyubi dari Daulah Ayyubiah.
Seketika dengan membawa kekalahan mereka pun kembali ke Eropa, yaitu ke Imperium Prancis Raya yang notabene pendukung utama upaya penguasaan kembali Yerusalem.
Namun, karena dipandang mendapatkan keuntungan luar biasa di saat kerajaan mengalami kebangkrutan akibat kalah perang, Raja Philippe IV yang berkuasa dari tahun 1285 hingga 1314 M, dan disebut juga Philippe si Tampan (bahasa Prancis: Philippe le Bel), meminta fatwa kepada Sri Paus di Vatikan untuk memberangus para veteran Perang Salib dari ordo Sion/Zion tersebut.
Lantas, atas nama Kekaisaran Prancis Raya, para Kesatria Templar itu diburu untuk kemudian dieksekusi mati. “Para kesatria templar itu kemudian diburu untuk dieksekusi oleh Kekaisaran Prancis,” ungkap Salman.
Untuk ditambahkan, Ksatria Templar, kelompok sangat kuat yang menguasai kastil dan tanah di Levant dan di seluruh Eropa, serta dinilai telah melakukan bid’ah, korupsi, dan melakukan praktik terlarang, kemudian secara resmi dibubarkan oleh Paus Clement V (memerintah 1305-1314) pada tahun 1312.
Tak ayal, seperti dipaparkan sebelumnya tentang kelaziman menyembunyikan keyahudian, sebagian dari mereka menyaru sebagai pasukan salib yang dikenal sebagai The Night of Crist Order atau para kesatria ordo Kristus.
Di sisi lain, sebagian lagi bergabung dengan ekspedisi-ekspedisi Portugis jelajah samudra, di antaranya menjadi pasukan kapal Vasco da Gama yang tiba di India pada 1497 dan Diego Lopez Sequeira di Malaka pada 1509.
Pada tahun 1511 M, tambah Salman, di antara mereka ada juga yang bergabung dengan Armada Portugis Laksamana Afonso de Albuquerque hingga menundukkan Kota Malaka pada 15 Agustus di tahun yang sama.
Penaklukan Malaka memberi pijakan bagi Portugis untuk lebih melangkah lagi ke timur Nusantara, yang menandai dimulainya era imperialisme dan kolonialisme, berikut kaum Yahudi yang menyaru menjadi pasukan militer imperialis Portugis.
Lain halnya dengan Belanda, yang ketika diboikot terkait rempah-rempah oleh Portugis dan Spanyol, lantas mendapatkan tawaran bantuan modal besar dari para Kesatria Templar Yahudi.
“Dari situlah kemudian orang-orang Yahudi di wilayah Eropa tadi mendanai pihak Kerajaan Belanda untuk menempuh jalur samudra hingga ke negeri orient, negeri timur yaitu East India atau Hindia Timur yaitu negeri kita,” tandas Salman, yang berarti era VOC berikut modal melimpah kaum Yahudi di dalamnya juga dimulai dari situ.
Mengutip keterangan dari buku Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia, Salman menyampaikan, sekitar 80 persen (saham terbesar) aset dagang VOC dimiliki oleh Isaac Le Maire, seorang pengusaha dan investor keturunan Yahudi asal Wallonia atau sekarang disebut Belgia.
Dilansir koran.jakarta.com (3/1/2023), kemampuan Le Maire memonopoli perdagangan, membuat perusahaan yang berdiri pada 20 Maret 1602 sangat kaya raya. Kekayaan yang dimiliki mencapai 78 juta gulden atau setara dengan 7,9 triliun dolar AS. Jika dikonversi ke dalam rupiah 1 dollar AS sama dengan 14.000 rupiah maka nilai mencapai 110,6 kuadriliun. [] Zainul Krian