FGD Doktor Muslim Peduli Bangsa: Perang Pemikiran di Balik Penghapusan Ajaran Islam dan Pengarusutamaan Islam Moderat

Sejak 2001 liberalisasi terjadi di Indonesia. Dimulai dari aspek pemikiran yang akhirnya memicu puncak perbuahan sosial. Bidang pendidikan menjadi pintu masuk penting dengan mengubah materi ajar dan kurikulum. Intelektual muslim yang tergabung dalam Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa mengadakan diskusi online via Zoom dan live streaming You Tube pada Sabtu (11/7/2020).

Pemaparan pertama yang luar biasa disampaikan oleh Assoc. Prof. Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, M.A., M.Phil (Pengajar Filsafat Islam dan Direktur Pascasarjana UNIDA Ponorogo). Intelektual muslim yang fokus membendung upaya liberalisasi pemikiran di kalangan umat Islam.

“Saya masuk ke pesantren, orang pesantren tidak paham. Dikasih tahu liberalisme yang mendobrak otentik Al Quran, mereka bilang itu sudah pernah terjadi dalam sejarah. Akhirnya, Pesantren Gontor memiliki program kaderisasi ulama untuk membendung liberalisme dan liberalisasi pemikiran,”tuturnya menyampaikan pengalaman dalam ghazwul fikr di tengah umat.

Ditengarai oleh Dr Hamid Fahmy Zarkasyi bahwa liberalisasi ini terus berjalan. Momentum perubahan kurikulum menjadi puncak dari itu (liberalisasi) secara akademik dan sosial.

“Rand Corporation menghadapi muslim pasca 9/11 menurut Cherryl Bernard, terbagi menjadi empat: ekstrimis, tradisionalis, modernis, dan sekularis. Dalam rekomendasinya menyatakan bahwa kelompok modernis dan sekularis yang harus didukung,”kutipnya dari penelitian lembaga think tank Amerika Serikat, RAND Corporation.

Dr Hamid Fahmi Zarkasyi pun menyayangkan terkait sikap kalangan liberal dalam mengubah istilah dalam Islam.

“Barat menginginkan cara pandang umat Islam dirubah. Mereka mengubah makna jihad. Mengubah makna pernikahan dengan menyatakan bahwa pernikahan tidak harus antara pria dan perempuan. Ini adalah pandangan yang sangat berbahaya, pandangan yang sekuler.”

Di akhir pesannya, beliau mengajak seluruh elemen umat untuk berjuang menangkal liberalisme ini. Pesantren Gontor telah menyiapkan calon pemimpin dan tokoh masyarakat. Kalau mereka (kaum liberal) melakukan secara formal, kita bisa melakukan secara informal melalu kelompok kajian seperti ini (diskusi yang dilakukan Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa), pendidikan maupun cara lainnya.

Dr Ahmad Sastra (Dosen Filsafat Pascasarjana UIKA Bogor) lebih kritis lagi. Beliau mengkaji secara mendasar dari makna filosofis dan definitif terkait paham-paham yang mengempur Islam.

“Ghazwul fikr dan ghazwuts tsaqafi dengan upaya memasukkan istilah Barat ke dalam Islam. Atau mencampur yang haq dan bathil,”tandasnya.

Beliau pun menambahkan bahwa kesalahan fatal menggunakan terma Barat memaknai Islam. Muslim tidak mungkin moderat, radikal, dan liberalis. Karena seorang muslim itu tunduk dan patuh pada Allah.

“Pun demikian, kata Wasathiyah yang kerap dihubungkan dengan moderat jelas berbeda maknanya. Jihad bukan terorisme. Khilafah bukan khilafahisme dan radikalisme. Itu penyebutan salah dan fatal,”jelasnya dalam forum yang disaksikan lebih dari 12.000 penonton live streaming.

Moderasi Islam menjadikan umat meragukan ajaran Islam, tidak bangga dengan agamanya, dan sinkretisme dengan pemikirian di luar Islam.

Pesan pentingnya, “Penjajahan pemikiran ini untuk melumpuhkan kebangkitan umat. Mendiskriminasi islam dan umatnya dengan cara monsterisasi. Karena itu, saya tekankan moderasi itu salah, Islamnya benar. Bahkan ini melemahkan nilai-nilai Islam. Moderasi Islam berarti melemahkan cara pandang Islam.”

Sungguh peserta yang menyaksikan diskusi kali ini memberikan respon positif dari seluruh Indonesia. Ribuan pemirsa mendapatkan pencerahan dari forum intelektual muslim peduli bangsa ini. Inilah bukti nyata kinerja intelektual muslim meluruskan yang salah di tengah masyarakat. Kemudian memberikan panduan yang benar agar tidak tersesat dengan istilah moderat.[]hn

Share artikel ini: