Fenomena Gereja-Gereja di Barat Sepi Jemaat, Kristolog Ungkap Faktor Penyebab

 Fenomena Gereja-Gereja di Barat Sepi Jemaat, Kristolog Ungkap Faktor Penyebab

Mediaumat.id – Mengurai faktor penyebab sejumlah gereja di negara-negara Barat, termasuk Eropa maupun Amerika Serikat (AS) yang belakangan ini makin sepi jemaat, dinilai salah satunya karena mereka menginginkan hal yang masuk akal.

“Karena mereka (para jemaat) sangat ingin yang rasional,” ujar Kristolog Ustadz Abu Deedat Syihabbuddin kepada Mediaumat.id, Rabu (12/7/2023).

Artinya, para penganutnya telah menganggap agama gereja tidak logis, bahkan tak sedikit pula ajarannya yang dianggap mistik.

Lebih-lebih, kata Abu Deedat, kaum kristiani telah melihat ajaran agama yang dianut tak mampu memberikan solusi atas permasalahan yang tengah mereka hadapi.

“Melihat ajaran-ajaran agama ini, Kristen, tidak memberikan penyelesaian terhadap masalah-masalah yang terjadi sekarang ini,” tandasnya.

Sehingga tak heran, sebagaimana salah satu hasil temuan survei Barna Group yang ditulis David Kinnaman pada buku You Lost Me: Why Young Christians are Leaving Church and Rethinking Faith, pada 2011 silam, makin berkurangnya jumlah remaja yang ikut kebaktian sudah menjadi fakta di dunia.

Tak hanya itu, sambung Abu Deedat, adanya gerakan sekularisme dalam agama mereka pun menjadikan semangat para jemaat untuk ke gereja menurun drastis.

“Hampir di gereja-gereja besar pun begitu. Paling delapan persen, yang hadir itu pun yang sudah tua-tua,” ucapnya, yang juga melansir hasil penelitian oleh seorang pendeta dari Bandung yang tak ia sebutkan namanya.

Dengan kata lain, mereka seakan sudah tidak lagi merasakan pentingnya agama yang dianut. “Mereka tidak lagi (merasakan), pentingnya agama itu,” ulasnya.

“Apalagi di zaman era modern ini banyak hal-hal yang mungkin irasional, dianggapnya itu,” tambahnya, dengan menyinggung ajaran agama lama yang juga dianggap oleh mereka banyak bertentangan dengan sains.

Uskup Gay

“Sampai-sampai kayak yang di London itu, sekarang itu menawarkan kepada seorang gay untuk jadi semacam jadi pasturnya,” lontar Abu Deedat, masih tentang faktor penyebab sepinya gereja dari para jemaat di Barat.

Adalah Gene Robinson, misalnya, seorang gay pertama yang menjadi uskup Gereja Anglikan untuk wilayah New Hampshire, negara bagian AS, sejak November 2003.

Menurut kristolog kelahiran 1960 silam tersebut, keputusan ini sudah kehilangan arah. “Bagaimana perbuatan yang homoseksual itu yang sangat dilarang karena di dalam Alkitabnya sendiri,” bebernya.

Pun demikian dengan perilaku penyimpangan seksual lainnya yang menyasar anak-anak. “Terutama pelecehan-pelecehan seksual yang dilakukan oleh para rohaniawan-rohaniawan mereka sendiri,” imbuhnya.

Bahkan, melansir berbagai pemberitaan, banyak kasus pedofilia yang dilakukan oleh pemimpin-pemimpin agama mereka. “Dan ini salah satunya yang menjadi penyebab, (jemaat) semakin jauh dari agamanya, semakin tidak mau lagi ke gereja,” sebutnya.

Islam Berkembang

Sebaliknya, kata Abu Deedat membenarkan, hampir di semua negara Eropa, justru perkembangan penganut Islam sangat luar biasa.

Selain karena imigran Muslim, hal ini ia nilai tak lepas dari praktik-praktik diskriminasi di antara kristiani ras kulit putih dengan hitam.

“Antara Kristen yang berkulit putih, dengan Kristen yang berkulit hitam itu, ya tidak bisa menyatu, black kristiani itu yang akhirnya menjadi Muslim,” jelasnya, padahal sama-sama pemeluk Kristen.

Sementara, di saat yang sama mereka melihat di dalam ajaran Islam tak mengenal perbedaan warna kulit. “Dia melihat di situ, bagaimana keindahan ajaran Islam,” urai Abu Deedat.

Ditambah, propaganda buruk tentang Islam di Barat, ternyata tak seperti fakta yang justru menjadikan seorang Yvonne Ridley, wartawan senior dari Inggris, misalnya, menjadi tertarik masuk Islam pada 2003 setelah sebelumnya berniat membuktikan kebenaran informasi dimaksud.

Disebutkan, alih-alih menemukan kekejaman Taliban di Afghanistan, akhirnya setelah dua tahun, Yvonne mengucap dua kalimat syahadat dan menjadi seorang Muslim. Selanjutnya, Yvonne diketahui menetap di Jedburgh, Britania Raya, jauh dari keramaian, agar ia bisa menulis buku mengenai sosial politik dunia.[] Zainul Krian

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *