Mediaumat.info – Perubahan yang diinginkan rakyat Syam pasca tumbangnya rezim Assad beberapa waktu lalu, dinilai Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi, tak akan mungkin shahi jika tidak mendasarkan pada akidah Islam.
“Tidak akan mungkin menjadi perubahan yang shahih dan diridhai oleh Allah SWT, kalau bukan perubahan yang didasarkan kepada akidah umat ini yaitu akidah Islam,” ujarnya dalam Special Interview: Pelajaran Penting dari Suriah, Jumat (20/12/2024) di kanal YouTube Rayah TV.
Menurut Farid, langkah ini sangat penting agar umat tak terjebak lagi dengan simpati dari Amerika Serikat (AS) maupun negara imperialis lainnya, seperti yang terjadi pada peristiwa Arab Spring 2011 silam.
Tengoklah ketika disinyalir belum menemukan pengganti Bashar Assad yang sesuai keinginan, sementara kelompok perjuangan menginginkan tegaknya Islam, AS bermain di dua kaki, yakni seolah mendukung perubahan namun juga diam-diam mendukung Bashar Assad dengan salah satunya membiarkan Iran masuk membantu rezim memerangi kelompok perlawanan.
“Dipastikan kalau itu tidak untuk kepentingan Amerika, Amerika itu tidak akan diam. Tapi kenyataannya Amerika itu membiarkan dukungan Iran pada waktu itu,” ulas Farid menganalisis.
Ternyata langkah tersebut belum cukup meredam kekhawatiran AS terhadap kelompok perjuangan yang bersikeras menginginkan Islam tegak.
Masih merasa khawatir akan kebangkitan Islam di bumi Syam, ungkap Farid lebih lanjut, AS pun mengantisipasi dengan memberikan lampu hijau bagi Rusia untuk masuk dalam peperangan yang tentunya mengakibatkan kerusakan luar biasa.
Tak berhenti di situ, AS juga menggunakan aktor-aktor regional untuk bisa memengaruhi arah perjuangan para mujahidin di Syam. Sebutlah Turki, Arab Saudi, Qatar, yang kendati mendukung terjadinya perubahan tetapi para aktor tersebut diketahui masih di bawah kendali atau merupakan sekutu AS.
Artinya, pasca tumbangnya rezim Assad, Farid mengingatkan umat terutama rakyat Suriah agar mampu melihat bahwa perubahan rezim saja tanpa perubahan sistem seperti di Tunisia, Libya, Mesir, dsb., ternyata tidak membawa perubahan signifikan.
“Bahkan seperti kasus Indonesia misalkan,’ tambahnya, seraya mengatakan pasca-reformasi, justru liberalisasi dan sekularisasi lebih mencengkeram.
Hal ini tampak jelas ketika rezim lama yang menjadi penopang utama Orde Baru, sebutlah Golkar misalnya, tetap leluasa bergerak memengaruhi arah reformasi. “Itu artinya apa? Perubahan itu tidak cukup dengan perubahan rezim tapi juga harus disertai dengan perubahan sistem,” tegasnya.
Karena itu, kata Farid, selain pemimpin yang tidak amanah, dan tunduk bahkan cenderung menjadi ‘boneka’ kepada negara-negara imperialis, sistem yang diadopsi bukanlah berdasarkan Islam.
Padahal, ketika membahas tentang perubahan hakiki yang nantinya membawa kesejahteraan seluruh rakyat, haruslah perubahan yang menyeluruh.
“Haruslah perubahan yang menyeluruh, yaitu tidak hanya perubahan rezim tapi juga perubahan yang menghancurkan segala sistem yang selama ini menjadi penopang rezim yang diktator,” terangnya.
Penerapan Islam Kaffah
Adalah penerapan sistem Islam secara kaffah dalam naungan khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah, sebagaimana disebutkan sebelumnya, yang diharapkan menjadi arah perubahan pasca-tumbangnya rezim Assad baru-baru ini.
Sementara untuk mencapai perubahan hakiki tersebut, kata Farid lebih lanjut, umat harus memenuhi setidaknya dua faktor. Pertama, faktor keikhlasan yang tak sekadar terucap tetapi harus ditunjukkan dengan sikap menolak untuk menggadaikan akidah dengan kompromi-kompromi yang ditawarkan negara imperialis, misalnya.
Faktor kedua, dibutuhkan kesadaran politik tentang arah perjuangan hingga sukses menegakkan kembali syariat Islam dalam naungan khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.
Di saat yang sama, umat juga harus mengetahui musuh utama mereka sehingga mampu mengetahui bentuk jebakan-jebakan politik, serta menolak seluruh rekayasa mereka.
Tentunya, hal ini lagi-lagi membutuhkan akidah atau keyakinan sebagaimana keimanan umat terhadap QS Ali Imran ayat ke-54, yang artinya, “Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.”
“Keyakinan ini harus tertanam dalam diri kita,” pungkasnya.[] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat