Mediaumat.id – Konflik di Sudan yang meletus sejak 15 April 2023 dinilai oleh Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi sebagai pergesekan kepentingan Amerika dan Inggris.
“Konflik-konflik di Sudan ini merupakan pergesekan antara dua kepentingan yaitu kepentingan Amerika dan Inggris serta Eropa melalui kaki tangan mereka,” tuturnya dalam rubrik Menjadi Politisi Islam: Krisis Sudan Berulang, Siapa Bermain? melalui kanal YouTube Peradaban Islam, Senin (22/5/2023).
Kaki tangan Amerika, militer Sudan, sementara kaki tangan Inggris dan Eropa banyak berada di elemen-elemen sipil. “Kalau kita lihat salah satu poin penting dari konflik ini karena dewan militer ini sebenarnya tidak setuju dengan arah pemerintahan negara yang menuju pemerintahan sipil,” imbuhnya.
Setelah Presiden Sudan Omar al-Bashir yang merupakan agen Amerika tumbang pada 2019 lalu Amerika tidak ingin kehilangan pengaruhnya di Sudan.
“Rakyat Sudan sudah muak dengan rezim Omar al-Bashir yang represif, sehingga terjadi banyak pergolakan. Ini dibaca oleh militer. Amerika mendorong militer –yang juga agen Amerika—untuk melakukan kudeta. Setelah kudeta terbentuklah dewan militer yang masih dikendalikan oleh agen Amerika,” jelasnya.
Setelah dewan militer berkuasa, sambungnya, dijanjikan pemerintahan sipil yang demokratis. Namun Amerika khawatir kalau pemerintahannya beralih ke sipil tidak bisa benar-benar mengendalikan Sudan.
“Berdasarkan dokumen konstitusional yang ditandatangani oleh komponen sipil dan militer pada 17 Agustus 2019 harus ada peralihan dari komponen militer ke komponen sipil. Pemerintahan sipil seharusnya sudah dilakukan pada November 2021. Namun Amerika menghalangi peralihan ini karena Amerika khawatir menjadi celah masuknya kekuatan Inggris dan Eropa,” ulasnya.
Farid melanjutkan, Amerika tidak menghendaki ini sehingga mendorong terjadi kudeta lagi. Amerika berupaya mempertahankan kekuasaannya di Sudan dan menghalangi keinginan Inggris dan Eropa yang berusaha mencari keuntungan dalam konflik Sudan.
“Sudan penting bagi Amerika dan Inggris karena Sudan negara yang strategis di Afrika dan dunia Arab. Secara historis Sudan juga pernah digabungkan dengan Mesir pada saat di bawah jajahan Inggris,” terangnya.
Tidak Menaruh Kepercayaan
Dengan sepak terjang Amerika dan Inggris seperti di atas Farid menegaskan seharusnya umat Islam tidak lagi menaruh kepercayaan hata sedikit pun kepada negara-negara imperialis baik Amerika, Inggris, Eropa termasuk imperialis Timur Cina.
“Penjajah tidak ada maksud baik sedikit pun untuk umat ini. Yang mereka lakukan adalah bagaimana kepentingan penjajahan mereka tetap eksis meski harus mengorbankan nyawa kaum muslimin,” tegasnya.
Farid merasa aneh jika ada umat Islam yang masih percaya kepada penjajah, termasuk percaya pada sistem yang ditawarkan.
“Bagaimanapun sistem yang mereka tawarkan untuk dunia Islam adalah sistem untuk menjaga eksistensi penjajahan mereka. Bagaimana mungkin kita sudah dijajah, dirampok, dibunuh masih menerima sistem yang melestarikan penjajahan di negeri-negeri Islam,” sesalnya.
Menurut Farid, tidak ada pilihan bagi umat Islam kecuali kembali kepada Islam. “Dan kembali kepada Islam artinya kembali kepada sistem ekonomi Islam, sistem sosial Islam, sistem politik dan kenegaraan Islam yang dikenal dengan sistem khilafah,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun