Fanatisme Suporter, Mantan Persikmania: Ada Ikatan yang Lebih Kuat dan Hakiki

Mediaumat.id – Mengamati fanatisme suporter yang kadang menyulut rivalitas, mantan Persikmania, Aminudin Syuhadak menyatakan ada ikatan yang lebih kuat dan hakiki. “Kita manusia ada ikatan-ikatan. Ikatan lemah, kuat dan hakiki. Pada suporter bola, jika momentum ini bisa dimaknai lebih positif, bisa mengarah ke ikatan/bonding lebih kuat,” tuturnya dalam talkshow JKDN: Islam, Malang dan Surabaya, Jumat (8/10/2022) di kanal YouTube Khilafah Channel Reborn.

Menurutnya, berdasarkan kepada ikatan yang lebih kuat, lebih luas dan dalam, lebih edukatif, kembali mengasah intelektualitas, pemahaman rasionalitas terhadap fakta, bahwa itu hanya game (permainan). “Siapa yang dapat keuntungan jika kita melakukan hal negatif, dan seterusnya, sebenarnya yang dicari apa?” bebernya sambil bertanya.

Ia menambahkan bahwa tempo dulu ketika fanatisme berdasar akidah, sesama orang Islam tidak mau dijajah orang kafir, atau kita tidak mau di-bully orang kafir. ” Sehingga bisa mengumpulkan jutaan orang dalam satu momentum 212, karena ikatan (bonding) yang lebih kuat dan hakiki yaitu akidah,” terangnya.

Menurutnya, dalam sepak bola ada ikatan sama-sama mencintai bola. Sepak bola sebagai olahraga, sportivitas, menghadapi kekalahan harus sportif. ” Saya setuju sudah ada leveling pendewasaan suporter yang lebih baik. Mereka mau beli tiket, lebih taat, teratur dalam stadion, memerangi percaloan,” imbuhnya.

Sehingga untuk menciptakan ikatan yang lebih dalam sehingga mengikis fanatisme di permukaan, maka tergantung peran individu. “Tergantung wawasannya, pengalamannya, jam terbang jadi tribuner, itu harus ada sistem. Karena orang itu ada sempalan-sempalannya. Seperti ada yang mau damai, siapa sih yang enggak mau damai. Terus nyari teman. Itu semua sistem yang bisa memaksa,” paparnya.

Misalnya bola, lanjutnya, sistemnya tergantung pada federasi. PT liga mendapat kontrak dari federasi untuk mengadakan kompetisi. PT liga harus tunduk kepada PSSI, PSSI harus tunduk kepada FIFA.

“Jika PSSI tegas, menjalankan aturan federasi dengan baik, saya belum membaca keseluruhan, tetapi saya yakin di situ ada unsur kewajiban, klub mengedukasi suporter, untuk mencipta sepak bola yang baik, sepak bola yang ramah,” tambahnya.

Amin yakin jika itu dijalankan dengan konsekuen, fanatisme sempit seperti hanya simbol klub itu akan semakin cair.

“Adanya bonek hijrah, nawak hijrah ini menjadi nafas baru yang sangat menyegarkan. Bagaiman suporter itu adalah manusia dan mayoritas Muslim jika di Indonesia, mereka punya panggilan akidah, panggilan spiritual yang sama dengan teman-temannya sesama Muslim,” paparnya.

Ia optimis kalau ini terus ditumbuhkan dan dipupuk dengan event-event sportif, game, ada unsur-unsur spiritualnya dengan ustaz-ustaz kekinian yang dekat dengan generasi milenial sekarang, maka ini nanti lama-lama fanatisme tradisional yang sempit, mengutamakan simbol-simbol klub tadi, akan semakin cair.

“Kemudian muncul fanatisme baru sebagai sesama Muslim yang kebetulan hobinya sama, pecinta bola,” jelasnya.

“Sehingga misalnya shalat bareng, di belakang ada yang warnanya orange, hijau, biru, ungu, kuning, Petrokimia itu kan kuning sama Persegres, itu akan indah,” ujarnya.

Amin menyakinkan dengan hal itu agar mereka terkikis fanatisme sempit, lemah menjadi fanatisme yang lebih luas dan hakiki, yaitu fanatisme sebagai sesama Muslim.

Bahkan, ia berpikir, jika ini ditumbuhkan, akan berefek bagus pada persatuan bangsa, negara dan umat. “Dan ini menjadi pembelajaran bahwa manusia khususnya umat Muslim itu harus bersatu dengan ikatan hakiki yaitu akidah sesama Muslim,” pungkasnya.[] Nita Savitri

Share artikel ini: