FAKKTA: Tidak Ada Kaitannya Rokok dengan Kemiskinan!

Mediaumat.id – Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menyebut ‘konsumsi rokok yang tinggi merupakan salah satu faktor yang membuat masyarakat kalangan bawah di Indonesia miskin’, dinilai tidak berkaitan. “Rokok itu tidak berkaitan dengan kemiskinan,” tutur Peneliti Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak kepada Mediaumat.id, Rabu (22/12/2021).

Karena, menurutnya, kemiskinan di Indonesia diukur dari tingkat pengeluaran masyarakat, terlepas dari jenis barang dan jasa yang mereka konsumsi. “Kemiskinan itu karena tingkat pengeluaran yang rendah, yang biasanya berkorelasi dengan tingkat pendapatan. Karena itu, rokok itu tidak berkaitan dengan kemiskinan,” jelasnya.

Menurutnya, jika penduduk miskin Indonesia banyak yang merokok (yang menurut BPS menjadi pengeluaran terbesar setelah beras) itu soal lain. “Ini karena tipikal sepertiga penduduk Indonesia gemar merokok tanpa melihat status ekonominya,” ungkapnya.

Ishak membeberkan, jika kelas ekonomi di bagi lima, maka kelompok tertinggi ketiga dan keempat (alias kelas menengah) paling banyak yang merokok, yakni 30 persen. Sementara kelas terbawah pertama sebesar 27 persen.

Ia juga menilai, kemiskinan di Indonesia lebih banyak bersifat struktural. “Kebijakan-kebijakan pemerintahlah yang mengakibatkan banyak orang miskin, seperti biaya pendidikan yang mahal sehingga orang sulit belajar ke jenjang tertinggi, biaya energi mahal akibat produksinya dikelola dengan prinsip liberal, dan tidak adanya jaminan kebutuhan pokok bagi rakyat yang tidak mampu secara berkecukupan dan berkelanjutan,” jelas Ishak.

Berbeda dengan konsep negara khilafah, rakyat dijamin seluruh kebutuhan pokoknya. “Kesehatan dan pendidikan juga digratiskan oleh negara. Dengan demikian, pola hidup rakyatnya akan lebih baik, lebih sejahtera, dan tentu saja akan lebih sehat,” pungkasnya.[] Ade Sunandar

Share artikel ini: