Mediaumat.id – Analis Senior Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak menegaskan seharusnya Presiden Joko Widodo menolak segala bentuk investasi dengan Amerika Serikat (AS) termasuk kesepakatan bisnis Rp400 triliun usai bertemu Joe Biden (14/11) karena akan memperkuat pengaruh AS di Indonesia.
“Segala bentuk kesepakatan investasi dengan AS seharusnya ditolak, karena akan memperkuat pengaruh negara tersebut di Indonesia dan menjadikan Indonesia subordinat terhadap negara tersebut,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Jumat (17/11/2023).
Ishak menilai pertemuan bilateral antara Indonesia dan AS merupakan bagian dari strategi AS untuk memperkuat kembali pengaruhnya di Asia Tenggara terutama di bidang ekonomi yang telah mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir dibandingkan dengan Cina yang justru semakin kuat.
“Sebagai bagian dari inisiatif ini, AS menawarkan berbagai paket investasi, termasuk pengembangan kendaraan listrik dan energi terbarukan, serta upaya untuk mengamankan bahan baku mineral yang krusial untuk industri elektronik, termasuk industri militer berbasis teknologi tinggi,” bebernya.
Akan tetapi, bahan baku mineral saat ini banyak dikuasai oleh Cina. Karena itu, AS berkolaborasi dengan Indonesia sebagai salah satu produsen nikel dan bauksit yang merupakan dua komoditas mineral penting.
“Kedua negara adidaya ini sama-sama berusaha mengaitkan negara-negara berkembang dalam jaringan ekonomi mereka untuk memperkuat posisi tawar-menawar global mereka,” ungkapnya.
Sayangnya, lanjut Ishak, dalam berbagai perjanjian ekonomi, negara-negara besar lebih banyak mengambil manfaat dibandingkan dengan negara berkembang.
Bahkan, ungkap Ishak, Indonesia lebih banyak mengalami kerugian, seperti pada perjanjian IJEPA (Indonesia-Jepang) dan CAFTA (Kawasan Perdagangan Bebas Cina-ASEAN).
“Kedua perjanjian perdagangan bebas ini menyebabkan Indonesia kelebihan produk olahan dari kedua negara tersebut, daripada yang dapat diekspor oleh Indonesia ke mereka. Investasi Cina dalam infrastruktur Indonesia juga berdampak pada peningkatan utang pemerintah dan BUMN yang harus dibayar dengan mahal,” pungkasnya.[] Ade Sunandar