FAKKTA: PPN Naik Jadi 12 Persen, Beratkan Kehidupan Rakyat

Mediaumat.info – Rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) yang akan menjadi 12 persen pada Januari 2025 dinilai memberatkan kehidupan rakyat.

“Iya benar, (memberatkan kehidupan rakyat),” ujar Analisis Senior Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak dalam acara Kabar Petang: Pajak akan Naik, Utang Naik, Rakyat Bahagia? di kanal YouTube Khilafah News, Senin (18/3/2024).

Karena, jelas Ishak, imbasnya besar sekali. “Bayangkan saja, 12 persen dari uang yang kita bawa ke toko itu diambil oleh pemerintah dan pemerintah tidak ngapa-ngapain gitu,” keluhnya.

Ia pun meyimulasikan kepada buruh bangunan yang punya pendapatan 100.000 per hari.

“Pemerintah tidak ngapa-ngapain, mereka (buruh bangunan) yang kerja mau beli barang tiba-tiba 12 persen dari 100.000 itu ditarik oleh pemerintah, itu adalah kedzaliman,” tegasnya.

Padahal, terang Ishak, sangat berharga sekali 12 persen dari total pendapatan mereka (buruh bangunan) untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti untuk membiayai pendidikan yang mahal, kemudian membayar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang setiap bulan mesti dibayar, tarif listrik token.

“Itu luar biasa mahalnya,” tuturnya.

Ishak prihatin ketika pemerintah dengan gampangnya mengatakan bahwa kenaikan ini merupakan perintah dari undang-undang (UU), yang tahun kemarin 10 persen menjadi 11 persen, tahun depan jadi 12 persen.

“Padahal dana yang didapat dari kenaikan 1 persen ini cuma 60 triliun gitu, saya kira ini tidak signifikan dengan penderitaan atau beban yang harus ditopang atau dibebankan pada rakyat,” bebernya.

Ditolak

Ishak menegaskan, kenaikan PPN jadi 12 persen pada Januari 2025 harus ditolak. “PPN 12 persen artinya 12 persen dari pendapatan yang saya miliki ketika saya berbelanja di toko itu, diambil oleh pemerintah,” ungkapnya.

Jadi, lanjutnya, kenaikan ini sangat berat bagi masyarakat khususnya di negeri ini. “Jangankan 12 persen, kita parkir saja 2000 misalnya itu agak berat rasanya apalagi 12.000 kalau punya uang 100.000,” bebernya.

Namun ungkapnya, masyarakat sekarang ini sudah terbiasa dan tidak sadar uangnya itu diambil oleh pemerintah sebesar 12 persen.

“Padahal kalau dipikir-pikir 12 persen itu besar, apalagi setelah pandemi ini sampai sekarang tingkat pendapatan mereka (masyarakat Indonesia) sangat rendah dan kita tahu bahwa PPN ini berlaku secara menyeluruh kepada siapa pun yang berbelanja barang-barang yang kena PPN,” ungkapnya.

Barang-barang

Adapun menurut Ishak terkait barang-barang yang kena PPN itu ada yang dikecualikan dari aturan PPN, misalnya sembako, beras, kedelai, jagung, saham, dan obligasi.

“Kemudian buah-buahan, sayur-mayur selain ini dikenakan PPN, jika kita membeli buku misalnya kena PPN, beli sepatu kena PPN, beli baju kena PPN, beli makanan itu tidak kena PPN tapi kena pajak restoran 10 persen pajak daerah, jadi memang hampir semualah barang-barang yang dibeli itu kena PPN,” pungkasnya. [] Setiyawan Dwi

Share artikel ini: