Mediaumat.info – Peneliti Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak menyatakan pihak yang paling diuntungkan dalam melonjaknya pertumbuhan ekonomi di sektor hilir nikel Provinsi Maluku Utara dan Sulawesi Tengah adalah investor smelter Cina.
“Investor smelter khususnya dari Cina adalah yang mendapat keuntungan paling besar dari pembangunan smelter di Sulawesi dan Maluku,” tutur Peneliti Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak kepada media-umat.info, Rabu (7/2/2024)
Ishak menilai, meskipun ada penyerapan tenaga kerja yang berdampak pada sektor lain, seperti penyediaan makanan dan minuman di sekitar pabrik, namun dampak negatifnya jauh lebih besar.
“Penggunaan bahan baku smelter dari penggundulan hutan telah menyebabkan banjir dan kerusakan sumber mata air, mengganggu mata pencaharian utama warga,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut Ishak, penggunaan batu bara untuk menghidupkan PLTU smelter telah menyebabkan polusi udara, yang mengakibatkan penyakit saluran pernafasan pada warga sekitar, serta kerusakan sawah dan tambak.
“Dengan cadangan nikel di Indonesia diperkirakan habis dalam 15 tahun ke depan, masa depan smelter tersebut juga terancam. Sementara itu, penduduk telah kehilangan sumber pendapatan karena operasional pertambangan dan pengolahan smelter yang merusak lingkungan. Bencana alam akibat kerusakan lingkungan juga semakin intens,” bebernya.
Menurutnya, industri smelter saat ini mendapatkan berbagai insentif perpajakan, namun kontribusinya terhadap negara sangat minim.
“Produk setengah jadi yang dihasilkan oleh smelter, seperti ferro nickel dan stainless steel, kemudian dikirim ke Cina untuk diolah lebih lanjut yang memiliki nilai tambah yang jauh lebih tinggi. Akibatnya, pendapatan dari tambang dan smelter tidak banyak dinikmati oleh penduduk daerah. Bukti nyatanya, meskipun ekonomi Morowali mengalami pertumbuhan tinggi pada tahun 2022 sebesar 28,21%, tetapi persentase penduduk miskin tetap tinggi, mencapai 12,6%,” ujarnya.
Ishak mengatakan, berdasarkan kacamata Islam, tambang nikel termasuk dalam kategori barang tambang yang melimpah dan bernilai strategis sehingga harus dikelola oleh negara melalui BUMN. Negara harus mencabut konsesi tambang-tambang swasta dan asing dan menyerahkannya kepada BUMN untuk mengoptimalkan pendapatan negara.
“Selain itu, pemerintah juga dapat mengoptimalkan konservasi lingkungan di kawasan pertambangan tersebut untuk menghindari kerugian bagi warga di sekitar kawasan tambang. Pemerintah juga harus memberikan dukungan kepada BUMN agar mampu meningkatkan kapasitas produksinya hingga mencapai tahap penciptaan nilai tambah yang tinggi,” tandasnya.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat daerah dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi pada 2023 adalah Provinsi Maluku Utara dan Sulawesi Tengah masing-masing 20,49 persen dan 11,91 persen. Plt Kepala BPS Amalia Widyasanti mengatakan melonjaknya pertumbuhan ekonomi kedua wilayah tersebut tinggi berkat kebijakan hilirisasi yang dilaksanakan pemerintah. [] Achmad Mu’it